Proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang disajikan sejumlah lembaga internasional juga memperlihatkan hal yang sama, untuk 2022 akan berada pada rentang 2,8 hingga 3,2 persen dan terpangkas tajam pada 2023 dari yang semula diharapkan bertengger pada rentang 2,9 hingga 3,3 persen menjadi hanya 2,2 hingga 2,7 persen.
Kemampuan perekonomian global untuk mampu pulih saat ini juga ditambah dengan tantangan terkini dari global shocks berupa lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.
Ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman resesi global pada 2023 nanti.
"Pandemi covid-19 menunjukkan kepada kita global solidarity bukan hanya jargon. Tidak ada yang benar-benar aman, sampai seluruh dunia aman," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari laman Kemenko Perekonomian, Senin, 12 Desember 2022.
Baca juga: Bank Indonesia Harap Peran Aktif Pemda Kendalikan Inflasi Pangan |
Sinyal pelemahan ekonomi global ini juga tercermin dari kembali melambatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) global yang berada di level kontraksi 48,8 pada bulan November 2022, setelah pada bulan sebelumnya tercatat pada 49,9.
Lebih lanjut, banyak negara yang secara teknis telah memasuki level kontraksi sejak
Juli 2022 lalu. Sejumlah negara di dunia yang terlihat masih mengalami kontraksi PMI pada November seperti di Tiongkok sebesar 49,4, United Kingdom 46,5, Amerika Serikat 47,7, Jepang 49, dan Jerman 46,2.
Meski tekanan pada sisi harga mulai mereda, penurunan kinerja manufaktur secara global diantaranya juga merupakan imbas dari pelemahan indeks output serta terbitnya kekhawatiran sektor manufaktur terhadap prospek perekonomian ke depan.
Sementara itu, pertumbuhan seluruh sektor manufaktur ASEAN pada November 2022 tetap terjaga di level optimis di posisi 50,7. Kinerja manufaktur di sebagian besar negara di kawasan ASEAN masih menunjukkan tingkat ekspansi yakni Singapura sebesar 56, Filipina 52,7, Thailand 51,1, dan Indonesia 50,3. Selain itu, negara yang telah berada pada level kontraksi yakni Malaysia 47,9, Vietnam 47,4 dan juga Myanmar 44,6.
Lebih lanjut, dipicu oleh supply disruption terutama pada sektor energi dan pangan akibat pandemi dan gejolak geopolitik, telah membuat tingkat inflasi global merangkak naik pada level yang tinggi. Lonjakan inflasi yang kemudian direspons sejumlah negara dengan memberlakukan pengetatan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga, pada akhirnya memberikan tekanan lebih kepada perekonomian global.
Pada Oktober 2022, inflasi tinggi tercatat masih terjadi di sejumlah negara seperti Argentina sebesar 88 persen, Turki sebesar 85,5 persen, Rusia sebesar 12,6 persen, Italia sebesar 11,9 persen, United Kingdom sebesar 11,1 persen, dan Uni Eropa sebesar 10,7 persen.
Second round effect tingkat inflasi yang tinggi juga akan dirasakan pada stabilisasi neraca perdagangan akibat penurunan permintaan ekspor.
Selain itu, pasar tenaga kerja global juga akan mengalami pelemahan dengan terjadinya penurunan upah riil serta permintaan kredit yang cenderung akan mengalami penurunan akibat respons pengetatan likuiditas.
Baca juga: Indonesia Patut Waspada terhadap Potensi Stagflasi Global |
Mencermati tingginya ketidakpastian perekonomian global tersebut, perekonomian nasional patut untuk memiliki kewaspadaan tinggi dan bersiap menghadapi stagflasi global.
Tekanan capital outflow, depresiasi nilai rupiah, serta penurunan ekspor dan kinerja manufaktur yang berpotensi meningkatkan PHK menjadi dampak risiko eksternal yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk diantisipasi.
Memacu laju pertumbuhan
Di tengah kondisi ketidakpastian dan eskalasi berbagai dampak the perfect storm pada perekonomian global, perekonomian Indonesia justru mampu menunjukkan resiliensi dengan capaian impresif di berbagai leading indicator. Capaian menggembirakan tersebut tidak terlepas dari serangkaian kebijakan extraordinary measures dengan konsep people first policy yang diambil oleh Pemerintah dalam Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional selama ini.“Mereka, negara-negara besar, sudah melihat bahwa ekonomi terbesar di dunia ini yang masih positif atau istilah dari Kristalina itu adalah the bright spot in dark adalah Indonesia dan ASEAN. Dengan demikian, alternatif investasinya, melihat Indonesia stabil secara politik dan ini stabil untuk regulasi, rule of law dari investment. Jadi ini kesempatan bagi Indonesia berada di dalam panggung dunia,” tuturnya.
Tren pandemi covid-19 global yang akhir-akhir ini kembali meningkat akibat subvarian Omicron X.B.B dan B.Q juga diikuti dengan peningkatan trend jumlah kasus baru covid-19 nasional, namun masih dalam level terkendali. Vaksinasi sebagai game changer dalam penanganan pandemi covid-19 terus diakselerasi Pemerintah dan hingga saat ini tercatat telah dilakukan sebanyak lebih dari 445 juta dosis.
Hingga 6 Desember 2022, vaksinasi dosis I tercatat telah diberikan sebanyak 203.759.538 atau 86,83 persen dari target, dosis 2 sebanyak 174.345.886 atau 74,30 persen dari target, dosis 3 sebanyak 67.235.823 atau 28,65 persen dari target, dan dosis 4 sebanyak 958.495 atau 4,17 persen dari target.
Baca juga: Indonesia Diyakini Mampu Melewati Awan Gelap Ekonomi Global 2023 |
Selain itu, Pemerintah juga telah melakukan vaksinasi booster kedua untuk lansia guna memitigasi dampak subvarian baru omicron tersebut.
“Kemudian kita melihat seluruh kabupaten dan kota ditetapkan dalam PPKM Level 1 dan melihat kondisi yang ada, Kementerian Kesehatan akan melakukan sero survey lagi dan dari sero survey Pemerintah akan melakukan langkah-langkah lanjutan,” imbuhnya.
Seiring dengan semakin terkendalinya kasus covid-19, perekonomian nasional untuk 2022 mampu mencatatkan kinerja solid dengan pertumbuhan di atas lima persen (year on year/yoy) hingga kuartal ketiga. Pada kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi nasional mampu menyentuh angka 5,72 persen (yoy) atau 1,81 persen (quarter to quarter/qtq) dengan tetap memiliki prospek untuk bertengger pada 5,2 persen (yoy) pada akhir tahun 2022.
Konsumsi rumah tangga juga tercatat tumbuh 5,39 persen (yoy) dan PMTB tumbuh 4,96 persen (yoy), sementara Sektor Transportasi dan Pergudangan serta Akomodasi dan Mamin juga terlihat kembali pulih.
Prospek positif tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut pada 2023, dan ekonomi nasional diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5,3 persen (yoy) dan sejalan dengan skenario sejumlah lembaga internasional yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 berada pada kisaran 4,7 hingga 5,1 persen.
Pertumbuhan impresif tersebut juga turut didorong dengan kinerja ekonomi spasial yang kian menguat di berbagai wilayah mulai dari Pulau Jawa sebesat 56,39 persen, Sumatra sebesar 22 persen, Kalimantan sebesar 9,42 persen, Sulawesi sebesar 7,11 persen, Bali Nusra sebesar 2,74 persen, dan Maluku Papua sebesar 2,43 persen.
Pertumbuhan ekonomi spasial di wilayah Sumatra dan Jawa terutama sekali digerakkan oleh sektor pertanian, kehutanan, perikanan, serta perdagangan dan infokom. Untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara didominasi oleh sektor penyediaan akomodasi dan mamin serta transportasi dan pergudangan. Sementara itu, di wilayah lainnya digerakkan oleh sektor pertambangan, penggalian, serta transportasi dan pergudangan.
Baca juga: Perekonomian 2023 akan Lebih Menantang |
Kondisi inflasi nasional yang sempat dipicu oleh kenaikan harga BBM di September lalu dan melaju hingga sebesar 5,71 persen pada Oktober, relatif telah terkendali dan turun menjadi 5,42 persen di November meskipun masih di atas sasaran sebesar 3,0±1 persen. Tingkat inflasi Indonesia juga terhitung lebih baik dari banyak negara lainnya seperti Argentina sebesar 88 persen Turki sebesar 85,5 persen, United Kingdom sebesar 11,1 persen, dan Uni Eropa sebesar 10,7 persen.
“Artinya dengan tantangan yang sama, Indonesia bisa mengelola lebih baik angka-angka tersebut, walaupun di Indonesia kenaikan harga energi “dibeli” oleh Pemerintah. Yang di past through ke publik itu terbatas,” ujarnya.
Perkembangan positif inflasi ini tidak terlepas dari pengaruh sinergi kebijakan yang makin erat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Bank Indonesia, serta berbagai mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dalam menurunkan laju inflasi, termasuk mengendalikan dampak lanjutan penyesuaian harga BBM. Pemerintah juga telah melakukan upaya stabilisasi harga melalui Kebijakan 4K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Meski dibayangi dengan potensi penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global, capaian mengesankan juga masih terus ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang pada Oktober 2022 tercatat mengalami surplus USD5,67 miliar, atau melanjutkan surplus selama 30 bulan berturut turut sejak Mei 2020.
Surplus neraca perdagangan tersebut merupakan imbas dari kinerja ekspor pada 2022 yang menguat dengan didominasi oleh peningkatan harga komoditas ekspor, khususnya pada komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara, CPO, dan besi baja.
Pada November 2022, sektor manufaktur juga masih menunjukkan kinerja positif dengan capaian PMI Indonesia yang tetap terjaga di level optimis pada posisi 50,3.
“Kinerja sektor manufaktur yang terus terekspansif perlu diapresiasi. Pemerintah juga akan terus bekerja keras menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga performa positif ini dapat terus ditingkatkan,” ucapnya.
Baca juga: Indonesia Masih Menarik bagi Investor di 2023 |
Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2022 juga didukung oleh peningkatan kinerja leading indicator di sektor ketenagakerjaan yang terus membaik dalam kemampuan menyerap tenaga kerja, meskipun didominasi oleh sektor pertanian.
Dibandingkan Agustus 2021 yang masih tercatat 6,49 persen tingkat pengangguran terus mengalami penurunan menjadi 5,86 persen pada Agustus 2022 yang diikuti dengan penurunan jumlah penduduk usia bekerja yang terdampak covid-19 menjadi sebanyak 17,17 juta orang.
Meraih peluang ekonomi digital
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk terus menjaga dan melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi nasional yakni dengan mengakselerasi transformasi ekonomi berbasis digital. Nilai ekonomi digital Indonesia sebesar USD77 miliar pada 2022 diperkirakan akan terus meningkat menjadi USD146 miliar pada 2025.Dengan pengguna internet yang terdata pada bulan Februari 2022 sebanyak 204,7 juta atau 73,7 persen dari populasi, cellular mobile yang terkoneksi internet sebanyak 370,1 juta atau 133,3 persen dari populasi, dan daily time spent penggunaan internet selama delapan jam 36 menit menjadikan keunggulan tersendiri bagi Indonesia dalam menuju persaingan ekonomi digital, terutama di kawasan ASEAN.
Nilai ekonomi digital di kawasan ASEAN sendiri diperkirakan sebesar USD330 miliar pada 2025 dan sekaligus menjadi peluang untuk dioptimalkan bagi kepentingan nasional. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meraih peluang dalam ekonomi digital, diantaranya dengan penyiapan talenta digital yang kompetitif dan berdaya saing dengan perkiraan kebutuhan sebanyak sembilan juta hingga 2030melalui Program Siber Kreasi, Digital Talent Scholarship, dan Digital Leadership Academy, serta Program Kartu Prakerja. Selain itu, Pemerintah juga telah melakukan upaya pembangunan data center yang merupakan infrastruktur digital paling penting dalam jangka pendek.
“Berbagai tantangan dalam optimalisasi ekonomi digital dan AI harus diselesaikan, termasuk infrastruktur, SDM, literasi digital, regulasi yang harus menyesuaikan, dan iklim usaha yang lebih kondusif,” jelasnya.
Mengerek optimisme masa mendatang
Peran penting dan strategis Indonesia dalam kancah global juga menjadi determinan yang mampu mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia tercatat sebagai satu-satunya negara yang menjadi anggota dalam tiga fora kerja sama ekonomi utama global dan kawasan yaitu G20, APEC, dan ASEAN.Menurutnya, peran ini semakin menegaskan Indonesia sebagai global middle power yang secara substansial mampu mempengaruhi agenda global serta menjadi bagian dari solusi permasalahan global.
Indonesia juga sekaligus dapat menjadi jembatan komunikasi dan honest broker dari ketiga fora tersebut, mendorong agenda streamlining dari level global ke regional, serta mengartikulasikan agenda-agenda yang menjadi kepentingan kawasan ke level global.
Setelah sukses menyelenggarakan Presidensi G20 Indonesia 2022, pada tahun depan Indonesia kembali dipercaya untuk memegang tampuk Chairmanship ASEAN 2023. Dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN yang hampir selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan dunia, Indonesia akan mengusung tema “ASEAN Matter: Epicentrum of Growth”. Sekaligus meresonansi agenda Presidensi G20 Indonesia 2022, agenda prioritas yang diangkat yakni recovery-rebuilding, digital transformation, dan sustainability dengan deliverables berupa energy security, food security, dan financial stability.
“Nakhoda dan navigasi Presidensi G20 di tengah berbagai situasi tantangan global telah mendapatkan apresiasi dari banyak negara dan Indonesia saat ini mempunyai kepercayaan yang tertinggi dari berbagai negara. Pemerintah juga terus mendorong ASEAN menjadi kawasan yang stabil dan damai untuk menjadi jangkar stabilitas perekonomian global,” tuturnya.
Meski harus mewaspadai disrupsi rantai pasok dan volatilitas pasar keuangan global, prospek perekonomian nasional 2022 diyakini tetap memiliki resiliensi dengan dukungan signifikan dari upside risks.
Kinerja positif perekonomian nasional juga diprediksi akan memiliki prospek menjanjikan pada 2023 dengan konsumsi rumah tangga masih akan relatif stabil dengan tingkat upah yang terus membaik, reformasi perlinsos yang akan membantu perlindungan daya beli masyarakat miskin dan miskin ekstrem, alokasi belanja Pemerintah untuk PC-PEN yang akan beralih pada belanja dengan multiplier effect tinggi, kinerja ekspor yang tetap solid dengan didukung harga komoditas yang masih tinggi serta ditopang oleh indutri manufaktur yang masih ekspansif, serta investasi yang masih akan terus tumbuh walaupun belum optimal seiring dengan berlanjutnya proyek pembangunan infrastruktur prioritas, PSN, IKN, dan pengembangan industrialisasi.
Baca juga: Ini Prioritas dan Fokus Pemerintah Jangka Menengah |
Pengambilan respons berbagai kebijakan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan target outlook ke depan, dilakukan Pemerintah secara terukur dan penuh kehati-hatian.
Kebijakan tersebut termasuk dengan melanjutkan vaksinasi booster sebagai upaya pengendalian pandemi covid-19, mendorong pengembangan UMKM untuk naik kelas, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui Program Kartu Prakerja, mendorong kebijakan fiskal sebagai shock absorber, melanjutkan reformasi struktural, dan terus melakukan upaya stabilisasi harga.
Selain itu, penguatan sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk stabilitas ekonomi melalui koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil juga terus dilakukan secara rutin dan penuh kehati-hatian.
“Sejarah membuktikan, sejak dari krisis moneter 1998 dan resesi ekonomi 2008 hingga krisis pandemi covid-19 pada 2020, Indonesia selalu mampu bangkit menghadapi tantangan yang ada. Meski demikian, pemerintah selalu mewaspadai seluruh kondisi yang ada, terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan perekonomian global ke depan,” pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News