Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mengatakan dalam UU ini, MUI tetap berperan aktif sebagai pemegang otoritas mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk. Untuk pemeriksaan dan penyelidikan suatu produk diberikan kesempatan bagi organisasi keislaman yang memang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
"Ini dilakukan agar dunia usaha di berbagai wilayah Indonesia memiliki kemudahan untuk mendapatkan akses mengurus sertifikasi halal," kata melalui keterangan tertulisnya, Senin, 5 Oktober 2020.
Ace menekankan UU Cipta Kerja hal yang sangat strategis dan memiliki manfaat yang besar untuk dunia usaha, terutama UMKM. Untuk sertifikasi halal dalam RUU Cipta Kerja ini adalah adanya keberpihakan terhadap UMKM yang biayanya ditanggung Pemerintah.
Hal itu kata Ace, sangat menggembirakan bagi dunia usaha terutama usaha kecil menengah. Selain bahwa hal ini memberikan jaminan bagi masyarakat muslim untuk mengonsumsi kehalalan produk.
"Saya sangat optimistis dengan disahkannya RUU Cipta Kerja ini akan memberikan jaminan kepastian sertifikasi halal yang selama ini dalam implementasinya masih ditemukan berbagai masalah. Kita harapkan tentu ke depan Indonesia menjadi pusat industri halal dunia," pungkas politikus Golkar ini.
Baca: Kelanjutan RUU Ciptaker di Tangan Bamus DPR
Sebelumnya, RUU Cipta Kerja yang juga sering disebut Omnibus Law diajukan pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan investasi yang selama ini masih menghambat kinerja perekonomian nasional.
Untuk itu, pembahasan RUU yang diajukan kepada DPR sejak 7 Februari 2020 dilakukan secara serius hingga melibatkan 10 menteri terkait, pengusaha maupun serikat pekerja. Rapat pembahasan juga tercatat meliputi 63 rapat kerja maupun rapat panitia kerja.
Meski demikian, RUU ini sempat mendapatkan pertentangan dari masyarakat maupun buruh, karena dianggap hanya menguntungkan para pengusaha, dapat menggusur masyarakat adat dan berpotensi mengganggu lingkungan dan kelestarian alam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News