East Ventures, perusahaan venture capital (VC), yang terbuka pada seluruh sektor (sector-agnostic) dan pelopor investasi startup Indonesia dan Asia Tenggara bersama Katadata Insight Center meluncurkan East Ventures-Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024. Laporan riset EV-DCI 2024 merupakan pemetaan daya saing digital Indonesia dengan tema, Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan laporan East Ventures-igital Competitiveness Index 2024 ini bentuk komitmen mendorong semangat inklusi, serta kolaborasi mewujudkan keadilan dan kedaulatan digital bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih atas kontribusi seluruh pemangku kepentingan yang telah berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang berkelanjutan dan inklusif,” kata Willson Cuaca, di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2024.
Dia berharap laporan ini dapat menjadi bahan acuan dan fondasi bagi setiap pihak terkait dalam membangun ekosistem digital Indonesia. "Kami percaya laporan ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami dalam mempersiapkan Indonesia dalam memasuki era dividen demografi dini, terutama dalam membangun ekonomi digital yang lebih kuat dan mencetak Generasi Emas 2045,” ujar Willson.
EV-DCI 2024 menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia. Daya saing digital di Indonesia terus menunjukkan tren positif, terlihat dengan skor EV-DCI 2024 sebesar 38,1.
Skor ini meningkat dari skor tahun-tahun sebelumnya, yaitu 37,8 pada 2023, dan 35,2 pada 2022.
Pada EV-DCI 2024, 10 provinsi dengan skor tertinggi masih didominasi provinsi di Pulau Jawa. Secara berurutan, 10 provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sumatra Utara, dan Jawa Tengah.
Keempat provinsi di luar Pulau Jawa yang berada di 10 besar ini konsisten dapat bersaing dengan provinsi di Pulau Jawa.
"Untuk melihat perkembangan pembangunan daya saing digital Indonesia secara keseluruhan, kita dapat mengamati pergerakan nilai median atau nilai tengah indeks dari tahun ke tahun. Nilai median yang terus mengalami perbaikan selama lima tahun secara berturut-turut menggambarkan peningkatan daya saing digital secara keseluruhan di seluruh provinsi, khususnya pada provinsi peringkat menengah dan bawah," beber dia.
Baca Juga: 3 Fenomena Affilate Marketing dalam Pemasaran Digital |
Nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta - 78,2) dan terendah (Papua Pegunungan - 17,8) untuk EV-DCI 2024, 60,4, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, 52,4 pada 2023.
Melebarnya nilai spread dipengaruhi berbagai faktor, antara lain perbedaan laju pembangunan digital masing-masing provinsi, serta perlambatan pembangunan yang dipengaruhi faktor ekonomi makro yang memengaruhi daya beli masyarakat.
Misalnya, pengaruh perbedaan laju pembangunan, di Kalimantan Barat dan Gorontalo sama-sama menunjukkan peningkatan di berbagai indikator. Namun pembangunan di Gorontalo relatif jauh lebih pesat daripada Kalimantan Barat. Sehingga ketika dibandingkan dalam penghitungan indeks, skor Gorontalo naik 3.0 poin, sementara skor Kalimantan Barat menurun 3.0 poin.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Adek Media Roza, menambahkan adanya hubungan timbal balik antara ekonomi makro dan daya saing digital menyebabkan pemerintah perlu memandang isu ini secara holistik.
“Penurunan pilar penggunaan TIK dan pengeluaran TIK yang dipicu melemahnya daya beli akibat inflasi, serta tekanan eksternal lainnya menjadi salah satu contoh bagaimana situasi ekonomi makro memengaruhi upaya penguatan daya saing digital Indonesia. Sehingga, pemerintah tetap perlu memperhitungkan berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan daya saing digital Indonesia,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News