Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kebijakan untuk tidak menaikkan CHT 2025 akan menjaga stabilitas HT. Namun, kebijakan ini perlu diikuti dengan kepastian kebijakan CHT pada tahun berikutnya guna mempertahankan stabilitas industri.
Pada 2019, pemerintah tidak menaikan cukai, namun terjadi lonjakan kenaikan cukai lebih dari 20 persen di 2020 dengan alasan kompensasi cukai tidak mengalami kenaikan tahun sebelumnya. Dampaknya, industri tembakau mengalami penurunan kinerja secara drastis yang menjadi beban bagi IHT.
“Sebanyak 10 persen dari penerimaan pajak itu berasal dari cukai tembakau. Jadi, memang seharusnya diberikan kepastian karena industri ini sangat highly regulated sehingga sangat bergantung terhadap arah kebijakan pemerintah,” kata dia dilansir, Senin, 14 Oktober 2024.
Dengan adanya kepastian tersebut, Heri mengungkapkan, IHT dapat merencanakan langkah-langkah produksinya dalam jangka panjang. Menurut Heri, ketidakpastian mengenai kebijakan cukai turut berpotensi menciptakan dampak negatif yang lebih besar bagi industri tembakau seperti yang terjadi pada 2020 lalu.
Baca juga: IHT Ditekan Banyak Aturan, HKTI Minta Perlindungan Prabowo-Gibran |
Selain kebijakan cukai, industri tembakau kini tengah menghadapi rencana kemasan polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Permenkes yang berpotensi mengganggu ekonomi dan mendorong pengurangan tenaga kerja. Jika IHT terdampak, maka tenaga kerja berkurang sehingga ancaman PHK meningkat.
Rencana kemasan rokok polos tanpa merek juga membuka peluang lebih lebar bagi peredaran rokok ilegal karena pengawasannya menjadi sulit. Berdasarkan hasil studi Indef, aturan ini dapat mengurangi penerimaan perpajakan hingga Rp95,6 triliun dan dampak ekonomi hilang sebesar Rp182,2 triliun.
Senada, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), AB Widyanta menyoroti tentang penerapan kebijakan terhadap IHT yang sering menimbulkan ketidakpastian. Widyanta menekankan kebijakan cukai yang tidak pasti akan menimbulkan kecemasan pada industri yang sejatinya merupakan industri padat karya.
“Seharusnya ada kebijakan yang jelas dan terukur untuk industri padat karya ini. IHT membutuhkan jaminan kebijakan cukai yang jelas sebagai rujukan. Pemerintah juga sebaiknya tidak mengambil kebijakan tanpa melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam industri tembakau,” ujarnya.
Lebih jauh, Widyanta turut mengkritik rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek pada Rancangan Permenkes yang diinisiasi Kementerian Kesehatan. Menurutnya, aturan tersebut akan membuat peredaran rokok ilegal semakin tidak terkontrol dan menambah kompleksitas aturan yang ada.
“Ini adalah peraturan kementerian yang tidak didasarkan pada riset ilmiah. Mestinya Kementerian Kesehatan ini berbicara dengan Kementerian-Kementerian lain untuk membicarakan yang terbaik bagi industri ini,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News