"Kenapa kami sebut terindikasi, karena seiring dengan waktu, karena ini data 2019, di 2020 ini sebagian ada yang inaktif dan sebagian ada yang aktif. Itu nanti akan menjadi bagian dari konfirmasi kami ke Kementerian BUMN," kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih saat konferensi pers virtual, Minggu, 28 Juni 2020.
Ia menambahkan, para komisaris yang terindikasi rangkap jabatan itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, akademisi, hingga simpatisan partai politik.
Baca: Deretan Milenial Duduki Kursi Panas Perusahaan BUMN
Padahal, ia mengatakan, bila melihat dari regulasi yang ada, maka praktik rangkap jabatan tersebut tidak dibenarkan dan justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian di dalam proses rekruitmen, pengabaian etika, dan konflik kepentingan.
"Rangkap jabatan komisaris di BUMN ini akan memperburuk tata kelola dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh BUMN, kalau hal yang sifatnya etik, akuntabilitas, double payment ini dibiarkan," tambahnya.
Alamsyah juga menyebut, ada beberapa perkembangan terakhir yang disorotinya pula dalam menentukan komisaris seperti isu kompetensi komisris yang berasal dari relawan politik, isu dominasi jajaran direksi dan komisaris yang berasal dari Bank BUMN tertentu.
Kemudian isu penempatan anggota TNI atau Polri aktif, isu penempatan ASN aktif sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN, serta isu pengurus parpol diangkat menjadi komisaris BUMN. (Suryani Wandari Putri Pertiwi/MI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News