Hal ini terbukti saat salah satu merek mi instan Tanah Air unjuk gigi dalam ajang Korea International Ramyeon Fair 2025 di Seoul pada April lalu.
Keikutsertaan mi instan Indonesia dalam pameran ini langsung menarik perhatian pengunjung. Bahkan, turis Korea yang pernah mencicipi mi goreng saat liburan ke Indonesia, mulai mencari produk serupa di negaranya.
Rasa gurih-pedas jadi andalan
Apa sih yang bikin mi instan kita digemari warga Korea?“Belakangan ini, banyak turis asal Korea yang menikmati kelezatan mi goreng saat berwisata ke Indonesia. Popularitas mi goreng di kalangan masyarakat Korea pun meningkat,” ungkap Direktur Korean Cultural Center Indonesia, Kim Yong Woon, dilansir Antara, Sabtu, 14 Juni 2025.
Mi goreng Indonesia berbeda dari ramyeon Korea yang berkuah. Rasa gurih dengan sentuhan manis dan pedas ternyata cocok dengan lidah masyarakat Korea yang mulai mengeksplorasi cita rasa baru.
Baca juga: Kopi vs Matcha, Mana yang Lebih Pas untuk Tingkatkan Energimu? |
Porsi mi Indonesia bikin kaget, tapi disukai!
Menariknya, ukuran porsi mi Indonesia yang awalnya dianggap kecil, lama-lama justru dinikmati. Kim Yong Woon juga membagikan pengalamannya secara personal.“Secara pribadi, saya sempat merasa kurang puas dengan porsi mi instan Indonesia yang lebih kecil dibandingkan ramyeon Korea. Namun kini, saya lebih menikmati mi instan Indonesia karena porsinya yang lebih besar dan rasa pedasnya yang lebih menonjol,” jelas Kim.
Bersaing lewat strategi cerdas
Bukan cuma soal rasa, mi instan Indonesia juga rajin tampil di media Korea. Banyak produsen menggandeng artis Korea sebagai brand ambassador, membuat nama mi Indonesia makin dikenal dan digemari.Nggak heran, mengingat Korea adalah negara konsumen mi instan terbesar kedua di dunia, berdasarkan data World Instant Noodles Association 2023.
Sejarah ramyeon Korea
Kecintaan Korea terhadap mi instan bukan hal baru. Ramyeon diperkenalkan pada tahun 1963 sebagai solusi menghadapi kekurangan pangan.Dulu satu bungkus ramyeon hanya seharga 10 won, kini rata-rata 1.000 won atau sekitar Rp11.800.
Awalnya ramyeon kurang diminati karena masyarakat belum terbiasa makan olahan tepung. Tapi semuanya berubah sejak varian rasa pedas diperkenalkan di era 1980-an.
Mulai dari ramyeon saus kedelai hitam (1970-an), kemasan cup (1973), bibim ramyeon (1983), hingga ramyeon goreng pedas (2012), semua varian terus berinovasi mengikuti selera pasar.
Tren budaya mi instan pun ikut menyebar ke Indonesia. Di Jakarta, kini ada “ramyeon library”, tempat di mana kamu bisa memilih dan memasak berbagai varian ramyeon seperti yang biasa dilakukan masyarakat Korea di tepi Sungai Han.
“Budaya ramyeon Korea juga semakin populer di kalangan generasi muda Indonesia. Di Jakarta, hadir ramyeon library yang menyerupai perpustakaan, berisi berbagai varian rasa dan merek ramyeon,” kata Kim.
Fenomena memasak dan makan ramyeon di Sungai Han pun disebut "Ramyeon Sungai Han", jadi pengalaman unik sekaligus budaya yang menyenangkan.
Mi instan bukan cuma soal makanan cepat saji, tapi sudah menjadi bagian dari budaya dan identitas dua negara. Indonesia dan Korea kini terhubung lewat kecintaan yang sama pada mi instan.
“Saya berharap, dua negara pencinta mi instan ini dapat terus mempererat persahabatan melalui pertukaran budaya yang aktif,” ucap Kim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News