Suara penolakan disampaikan dari berbagai sentra-sentra tembakau di Indonesia salah satunya adalah dari petani tembakau Aceh. Adapun upaya penolakan yang dilakukan adalah ikut menyampaikan masukan melalui laman Partisipasi Sehat milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Kami tegas menolak karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia,” ujarnya Ketua DPD APTI Aceh Tengah Hasiun dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 19 September 2024.
Hasiun mengatakan, para petani tembakau di Aceh selama ini tidak pernah dilibatkan pemerintah dalam pembuatan regulasi. Untuk itu, para petani tembakau di Aceh menolak pasal-pasal pertembakauan di PP 28/2024 dan RPMK yang saat ini sedang didorong pengesahannya oleh Kemenkes.
"Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron,” sebutnya.
Padahal bagi masyarakat Aceh, menanam tembakau telah dilakukan secara turun temurun dan mereka memiliki kemampuan mengolah tanaman tembakau. Aceh memiliki lahan pertanian untuk pembudidayaan tembakau dengan keunikan cita rasanya yang mencakup 25 dari 75 jenis tembakau di dunia.
Baca juga: Ekosistem IHT Dirugikan, Aliansi Masyarakat Sipil Tolak RPMK dari Kemenkes |
Mengancam IHT
Senada, Ketua DPC APTI Pemakesan Samukrah bersama perwakilan petani di 13 kecamatan juga berpartisipasi memberikan suara penolakan atas RPMK di website Partipasi Sehat. Apalagi PP dan RPMK ini dinilai mengancam dan mematikan Industri Hasil Tembakau (IHT), khususnya di Madura.“Madura merupakan sentra terbesar untuk perkebunan tembakau. Kami terzalimi dengan pasal-pasal Pertembakauan di PP dan RPMK yang mau menghilangkan mata pencaharian kami. Kemenkes harus memberikan solusi kepada petani tembakau agar kami tak kehilangan mata pencaharian,” ujar dia.
Perwakilan petani tembakau dari DPD APTI Jabar, Undang Herman, juga turut memberikan masukan terkait penyusunan RPMK secara daring. Ia mempertanyakan, pasal-pasal pertembakauan di PP No.28 Tahun 2024 masih polemik, namun mengapa Kemenkes terkesan tancap gas merampungkan RPMK.
“Prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang-Undang. Maka, saat ini, dalam penyusunan RPMK, semua masukan petani harus didengarkan, dipertimbangkan, dan diakomodir,” kata Undang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News