"Tahun 2050 akan menjadi momentum ketika Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-4 dunia," kata Sean dalam keterangan tertulis, Senin, 19 Desember 2022.
Optimisme proyeksi ekonomi Indonesia ini muncul dalam riset terbaru Global Economics Paper yang dirilis Goldman Sachs baru-baru ini. Proyeksi ini memperkuat riset beberapa institusi global lainnya. Misalnya, PricewaterhouseCoopers (PwC) dan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang juga memproyeksi Indonesia akan menjadi pemain kunci dalam perekonomian global dan menduduki peringkat empat ekonomi terbesar dunia pada 2050 mendatang.
Hingga 2021, Amerika Serikat (AS) masih ada di puncak daftar perekonomian terbesar dunia dengan Gross Domestic Product (GDP) sebesar USD22.996 miliar. Tiongkok menempel ketat di posisi dua dengan GDP senilai USD17.734 miliar. Dengan GDP sebesar USD1.186 miliar, Indonesia saat ini masih ada di ranking 16 dunia.
Menurut Sean, cerahnya potensi ekonomi Indonesia tak boleh lengah. Sebab, proyeksi ekonomi disusun atas berbagai asumsi yang melibatkan begitu banyak komponen yang terkait dengan daya saing suatu negara. Salah satunya adalah transformasi di bidang infrastruktur yang sudah mendapat perhatian serius pemerintah saat ini.
"Namun, ini harus dibarengi dengan transformasi di berbagai bidang lain, agar titik-titik lemah dalam struktur daya saing Indonesia bisa terus diperkuat. Salah satu yang harus serius diperhatikan adalah transformasi sektor pendidikan," sebutnya.
Pasalnya, kualitas sektor pendidikan di negara-negara maju menjadi bukti empiris pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa. Investasi pada pendidikan berkorelasi erat dengan tingkat kenaikan income penduduk yang selanjutnya memperkuat daya beli dan menjadi mesin pendorong ekonomi.
Baca juga: Layanan Digital Bantu Mempermudah Proses Rekrutmen Karyawan di Perusahaan |
Namun, meningkatkan kualitas pendidikan bukan perkara mudah. Mismatch antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja sudah menjadi isu krusial dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Selain itu, gap antara kualitas institusi pendidikan di Jawa dan luar Jawa juga masih menjadi tantangan.
Direktur Utama PT IndoSterling Technomedia Tbk (TECH) Billy Andrian menambahkan, berbagai tantangan dalam sektor pendidikan itu tak bisa diselesaikan secara business as usual. Harus ada terobosan dan inovasi agar gelombang transformasi pendidikan bisa melaju lebih cepat dan menjangkau lebih luas.
"Pengembangan education technology (edutech) bisa menjadi game changer dalam proses transformasi pendidikan di Indonesia," ujarnya.
Satu hal yang mesti diingat, jelas dia, edutech tidak hanya sebatas konsep e-learning atau meng-online-kan proses belajar mengajar, tapi lebih luas dari itu, karena mencakup skema Learning Management System (LMS). Skema inilah yang dikembangan TECH melalui platform Edufecta.
CEO PT Technomedia Interkom Cemerlang (Edufecta) Ucu Komarudin menyebut, melalui kolaborasi dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), tidak kurang dari 1.000 kampus di Indonesia telah merasakan manfaat dari hibah optimalisasi pemanfaatan Edufecta.
Selain itu, 800 perguruan tinggi yang tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) juga masuk dalam ekosistem besar Edufecta. "Dengan konsep one stop solution, Edufecta kini menjadi bagian penting dari gerakan besar transformasi pendidikan tinggi di Indonesia. Transformasi ini krusial dalam peningkatan daya saing untuk membawa Indonesia tumbuh menjadi raksasa ekonomi dunia di masa depan," pungkasnya.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News