Technopreneur Erlan Primansyah menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital untuk segmen pendidikan, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat di Kabupaten Mamuju Tengah.
Erlan mengatakan, para pengguna digital mestinya selalu memelihara rasa curiga dan berpikir kritis dengan apa yang dibaca dan didengar dari media sosial atau internet. Apalagi, untuk sesuatu yang belum diketahui dan berasal dari sebuah akun media sosial yang tidak jelas dan dikenal.
"Lawan hoaks di media sosial dengan saring sebelum sharing. Selalu hati-hati dan waspada terhadap informasi yang tidak kita tahu kebenarannya, dan kedepankan sikap kritis," jelas Erlan dalam sebuah diskusi yang dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 3 Mei 2024.
Adapun cara untuk mengidentifikasi hoaks, menurut Erlan, ialah berhati-hati dengan judul provokatif. Karena hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif.
Misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. "Lalu, cermati alamat situs periksa fakta, cek keaslian foto dan video, serta ikuti grup diskusi anti-hoaks," tegas dia.
Dalam diskusi daring bertajuk 'Lawan Hoaks di Media Sosial' itu, Erlan mengajak para siswa peserta diskusi untuk memberantas hoaks di media sosial dengan cara tidak sembarangan meneruskan sebuah pesan atau postingan. Konfirmasi kepada orang yang lebih paham bisa dilakukan, jika merasa tidak tahu dengan informasi tersebut.
"Lakukan konfirmasi jika tak paham, selalu cek dengan 'Googling' dan searching ke mesin pencarian. Imbangi berita hoaks dengan selalu sharing berita yang benar dan terpercaya bila kita menemukan hoaks," rinci Erlan.
Baca juga: Duh! Orang Indonesia Main Medsos Lebih dari 3 Jam, Tapi Literasi Digitalnya Rendah |
Galakkan kecakapan digital
Dari perspektif lain, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mamuju Tengah Busdir mengatakan, kecakapan dalam menggunakan media digital (gadget) dengan beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi perlu digalakkan kepada para siswa.
"Era digital ditandai dengan maraknya penggunaan gadget oleh siswa. Agar generasi muda tidak makin bergantung pada alat dan merasa seperti tidak bisa berbuat banyak serta gelisah tanpa kehadiran gadget, literasi digital perlu terus diajarkan," jelas Busdir.
Sementara menurut Mom Influencer Ana Livian, siswa perlu belajar mengenal berita hoaks di media sosial yang biasanya memiliki ciri kalimat bombastis, kata permintaan 'viralkan', dan foto atau video hasil editan.
"Ingat, menyiarkan berita bohong dengan sengaja hingga memunculkan keonaran di masyarakat akan dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," jelas Ana.
Untuk diketahui, gelaran webinar di Mamuju Tengah ini merupakan bagian dari program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD). GNLD digelar sebagai salah satu upaya untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan hingga kelompok masyarakat menuju Indonesia yang makin cakap digital.
Hingga akhir 2023, tercatat sebanyak 24,6 juta orang telah mengikuti program peningkatan literasi digital yang dimulai sejak 2017. Kegiatan ini diharapkan mampu menaikkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia sampai dengan akhir 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News