AVISI menyatakan rencana larangan penayangan konten tersebut berpotensi membawa dampak negatif tidak hanya terhadap industri video streaming, tapi juga industri perfilman nasional secara keseluruhan, yang turut mencakup sutradara, aktor, produser, dan kru produksi yang merupakan tulang punggung komunitas kreatif perfilman nasional.
Apabila rencana larangan tersebut diterapkan, maka tidak akan ada lagi penayangan konten, judul film, dan serial yang menampilkan atau berhubungan dengan produk tembakau atau rokok elektronik. Padahal dalam praktiknya, AVISI menyoroti sudah banyak film, serial, maupun karya seni Indonesia, seperti Gadis Kretek, yang telah mendapat pengakuan global.
“Hal ini sangat kontraproduktif di tengah upaya pemerintah untuk peningkatan nilai investasi, pengembangan ekonomi kreatif, dan mendorong pelaku industri film nasional untuk dapat berkembang dan go international,” tulis AVISI dalam keterangan resminya, Jumat, 4 Oktober 2024.
Melihat dampak kerugian yang akan ditimbulkan, AVISI meminta kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memfasilitasi pelaku industri video streaming dan industri film secara menyeluruh agar dapat dilibatkan secara aktif dalam pembahasan Rancangan Permenkes, khususnya terkait pasal-pasal yang memberatkan.
“Kami juga meminta Kemenkes dapat mempertimbangkan untuk memberikan pengecualian dari ketentuan Pasal 24 terhadap produk film dan produk seni agar industri film di Indonesia dapat terus berkembang,” ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Baru Prabowo-Gibran Diyakini Punya Keberpihakan Terhadap Sektor Tembakau |
AVISI juga berharap proses pembahasan Rancangan Permenkes dapat dilakukan secara transparan, terbuka, serta inklusif agar pembahasan aturan dapat dijelaskan lebih jelas dan matang. Pihaknya ingin memberikan masukan untuk menghasilkan regulasi yang dapat bermanfaat dan mendukung keberlangsungan industri film dan ekonomi kreatif.
Berdasarkan hasil studi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) merilis dampak penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok, yaitu kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan dalam radius 200 meter, serta pembatasan iklan rokok, kebijakan tersebut berpotensi menghilangkan dampak ekonomi yang signifikan.
Jika ketiga skenario ini diterapkan secara bersamaan, dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun dan penerimaan perpajakan diperkirakan menurun hingga Rp160,6 triliun. Banyaknya rokok ilegal juga akan berdampak pada kinerja ekonomi, mengingat cukai rokok berkontribusi sebesar 10 persen dari penerimaan pajak negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News