Ia mengatakan, kompensasi tersebut atas dimenangkannya class action yang diajukan pengadu bernama Daniel Sanda, seorang petani rumput laut dari Pulau Rote mewakili lebih dari 15 ribu petani rumput laut yang menjadi korban pencemaran minyak tersebut.
Insiden tersebut bermula dari tumpahan minyak yang bersumber dari PTTEP yang menyebabkan kerugian material dan rusaknya pencaharian petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Ini kasus sudah lebih 13 tahun. Kita berupaya menangani ini dan perusahaan Thailand memberikan (komitmen) pembayaran 192,5 juta dolar Australia atau setara USD129 juta untuk class action," kata Luhut saat Konferensi Pers Kasus Tumpahan Minyak Montara 2009, Kamis, 24 November 2022.
Menko Marves mengatakan tumpahan minyak tersebut mengakibatkan dampak serius terhadap lingkungan, ekologikal, kesehatan di wilayah pesisir dan laut Timor. Estimasi kerugian mencapai Rp23 triliun dan untuk biaya pemulihan lingkungan sendiri sekitar Rp4 triliun lebih.
Tumpahan minyak ini, menyebabkan 90 ribu kilometer persegi telah mencemari Laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. "Orang luar suka melihat orang Indonesia bisa dibodoh-bodohin. Kita enggak boleh dimain-mainkan. Menurut saya pembelajaran buat seluruh dunia masalah lingkungan tidak bisa main-main," tegas Luhut.
Baca juga: Limbah Pabrik Baja Rusak Puluhan Hektare Padi di Lamongan |
Ia menambahkan, nantinya kompensasi USD129 juta akan diterima nelayan yang terdampak pencemaran minyak di Laut Timor tersebut. Luhut pun mengusulkan adanya koperasi nelayan agar uang kompensasi tersebut bisa dikelola dengan benar.
"Dana USD129 juta ini akan sampai ke nelayan langsung, nanti ditransfer ke akun (rekening) masing-masing. Saya usul buat koperasi nelayan dikelola profesional agar uangnya tidak hilang," ucapnya.
Pemerintah Indonesia pun berencana mengajukan gugatan perdata atas insiden tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara milik PTTTEP. Gugatan itu akan diajukan pada semester awal 2023. Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong
"Tahun depan kita ajukan gugatan perdata akibat tumpahan minyak dulu. Kami akan ajukan ke pengadilan di Jakarta. Kami masih proses verifikasi, ini sempat tertunda karena kendala pandemi," terangnya.
Ada dua petitum yang akan dituangkan dalam gugatan, yakni mengenai kerusakan perairan laut dan kerugian akibat kerusakan ekosistem seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang. Petitum kedua soal biaya kerugian atas pemulihan kerusakan lingkungan dengan estimasi Rp4,4 triliun.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News