Mengutip PPATK, Kamis, 30 Maret 2023, berdasarkan UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, transaksi keuangan merupakan transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan uang.
Dalam penerapannya, tidak dipungkiri terdapat pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang kemudian memicu adanya transaksi keuangan mencurigakan. Berdasarkan penjelasan Rezim Anti Pencucian Uang, lembaga keuangan atau penyedia jasa keuangan memiliki peran penting untuk mendeteksi secara dini adanya transaksi keuangan mencurigakan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Bentuk deteksi transaksi keuangan tersebut dapat diwujudkan secara nyata melalui laporan transaksi keuangan mencurigakan yang selanjutnya diberikan kepada lembaga intelijen keuangan terkait.
Baca: Dibenturkan dengan Budi Gunawan, Arteria Dahlan Tak Terima |
Laporan atas transaksi keuangan yang mencurigakan, dapat diawali dengan praduga jika sebuah lembaga keuangan mencurigai atau memiliki alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa dana yang ada, berasal dari kegiatan kriminal, atau terkait dengan pendanaan teroris.
Melalui interpretasi lebih lanjut, FATF menjelaskan rujukan terhadap praduga laporan transaksi keuangan mencurigakan dijelaskan dalam Rekomendasi 20 yang mengacu pada semua tindakan kriminal yang merupakan tindak pidana asal untuk pencucian uang.
Kemudian, referensi untuk pendanaan teroris dalam Rekomendasi 20 mengacu pada pendanaan aksi teroris dan juga organisasi teroris atau teroris individual, bahkan tanpa adanya kaitan dengan tindakan atau tindakan teroris tertentu.
FATF menekankan, transaksi dan interpretasi lembaga yang telah disebutkan di atas, termasuk transaksi percobaan, harus dilaporkan terlepas dari besarnya jumlah transaksi.
4 penjelasan transaksi keuangan mencurigakan
Merujuk pada FATF, dalam konteks Indonesia terdapat Undang Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU) yang menjelaskan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) meliputi:
- Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan.
- Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
- Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
- Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Selain itu, terdapat beberapa indikator umum yang termasuk dalam Transaksi Keuangan Mencurigakan, antara lain:
- Tidak memiliki tujuan ekonomi dan bisnis yang jelas.
- Menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relatif besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran.
- Aktivitas Transaksi nasabah di luar kebiasaan dan kewajaran.
Dengan demikian, pemeriksaan pada setiap transaksi keuangan mencurigakan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hal ini karena apabila terdapat oknum pelaku yang melakukan pencucian uang, biasanya pelaku tersebut tidak menghabiskan atau menggunakan properti yang diperoleh dari tindakan kriminalnya secara langsung.
Akan tetapi oknum akan terlebih dahulu memasukkan properti tersebut ke dalam sistem keuangan melalui fase penempatan, pelapisan atau integrasi. Upaya itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menutupi asal-usul properti sehingga tampak menjadi legal. Selanjutnya, pelaku tindak pidana tersebut dapat menggunakan hasil tindak pidananya dengan aman.
Sehubungan dengan hal tersebut, identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Tindakan tersebut diperlukan untuk mendukung upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Namun, bukan berarti setiap transaksi keuangan mencurigakan merupakan hasil dari tindak pidana, melainkan transaksi legal yang berasal dari penjualan aset saat waktu tertentu. Maka, transaksi keuangan mencurigakan perlu untuk dilaporkan karena merupakan kewajiban langsung, dan kewajiban tidak langsung bagi sebuah lembaga penyedia jasa keuangan.
Hal ini terkait dengan dapat diterima atau tidaknya penuntutan atas transaksi keuangan mencurigakan.
Akan tetapi oknum akan terlebih dahulu memasukkan properti tersebut ke dalam sistem keuangan melalui fase penempatan, pelapisan atau integrasi. Upaya itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menutupi asal-usul properti sehingga tampak menjadi legal. Selanjutnya, pelaku tindak pidana tersebut dapat menggunakan hasil tindak pidananya dengan aman.
Baca: Tentukan Nasib Polemik Rp349 Triliun, DPR Bakal Konfrontasi Mahfud dan Sri Mulyani |
Sehubungan dengan hal tersebut, identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Tindakan tersebut diperlukan untuk mendukung upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Namun, bukan berarti setiap transaksi keuangan mencurigakan merupakan hasil dari tindak pidana, melainkan transaksi legal yang berasal dari penjualan aset saat waktu tertentu. Maka, transaksi keuangan mencurigakan perlu untuk dilaporkan karena merupakan kewajiban langsung, dan kewajiban tidak langsung bagi sebuah lembaga penyedia jasa keuangan.
Hal ini terkait dengan dapat diterima atau tidaknya penuntutan atas transaksi keuangan mencurigakan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id