Ilustrasi tambang nikel. Foto: MI
Ilustrasi tambang nikel. Foto: MI

Perusahaan Tambang Nikel Mulai Jalankan Praktik Berkelanjutan

Annisa ayu artanti • 16 Mei 2025 17:23
Jakarta: Industri pertambangan, khususnya nikel, selama ini dikenal sebagai sektor yang sarat kritik soal dampak lingkungan. 
 
Tapi kini, tren itu mulai bergeser. Sejumlah perusahaan tambang di Indonesia mulai menapaki jalur keberlanjutan alias praktik tambang hijau.
 
Langkah ini bukan cuma sekadar pencitraan. Di tengah tekanan global dan tuntutan pasar internasional yang makin ketat, penerapan praktik berkelanjutan menjadi syarat mutlak agar produk Indonesia tetap kompetitif, terutama di Eropa dan Amerika.

Sustainability bukan tren, tapi kebutuhan pasar

"Kalau produk kita tidak sustainable, kita akan terinklusi dari pasar. Kita nggak bisa masuk. Jadi ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal daya saing," kata Peneliti Senior The Prakarsa, Setyo Budiantoro dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 Mei 2025.

Ia menyebut standar internasional seperti UN Global Compact, IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance), dan pelaporan ESG lewat OJK maupun Bursa Efek Indonesia, wajib jadi perhatian serius para pelaku usaha.
 
Baca juga: Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi

Tambang Nikel mulai diaudit

Tak sekadar wacana, perusahaan tambang seperti Harita Nickel dan Vale Indonesia kini bersedia menjalani audit IRMA. 
 
Audit ini tak main-main prosesnya ketat, rigid, dan diawasi langsung oleh dewan dari lembaga-lembaga masyarakat sipil paling kritis di dunia.
 
Harita bahkan tak hanya mengaudit area penambangan, tapi juga smelter dan refinery-nya. Langkah ini dianggap sebagai bukti nyata menjawab kritik soal "dirty nickel" yang kerap diarahkan ke Indonesia.

Bukan hanya tambang, sektor lain pun bergerak

Contoh baik juga datang dari sektor pertanian dan industri daur ulang. Great Giant Pineapple di Lampung, misalnya, mampu mengolah limbah kulit nanas menjadi pakan ternak, biogas, hingga budidaya maggot sebagai sumber protein.
 
Sementara itu, Daya Selaras, perusahaan daur ulang kertas yang sudah lebih dari 30 tahun beroperasi, menunjukkan efisiensi logistik dan proses produksi yang ramah lingkungan.
 
Setyo mengingatkan, di tengah tingginya kesadaran global, praktik greenwashing alias pencitraan palsu tak lagi bisa ditoleransi. 
 
"Kalau hanya janji surga, nggak ada komitmen soal waktu atau jumlah, maka kredibilitas perusahaan yang jadi taruhannya," tegasnya.
 
Maka dari itu, transparansi, bukti konkret, dan komitmen jangka panjang menjadi kunci. "Ini bukan hanya soal reputasi, tapi juga tentang masa depan kita bersama," ucap Setyo.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan