Area pertambangan dan pemrosesan nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. (Foto: Dok.)
Area pertambangan dan pemrosesan nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. (Foto: Dok.)

Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi

Patrick Pinaria • 16 April 2025 11:47
Halmahera Selatan: Di tengah derasnya arus transisi energi global, Pulau Obi di Maluku Utara menjadi saksi bagaimana aktivitas pertambangan dapat dijalankan berdampingan dengan upaya pelestarian lingkungan. Di pulau ini, nikel, salah satu mineral penting dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik-diproses tidak hanya untuk memenuhi permintaan industri global, tetapi juga dengan komitmen terhadap keberlanjutan.
 
Aktivitas pertambangan dan pengolahan nikel di wilayah ini dilakukan dengan pendekatan yang mengedepankan pengelolaan lingkungan. Harita Nickel, perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel di wilayah ini memiliki fasilitas refinery High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang mengolah bijih nikel berkadar rendah atau limonit, yang sebelumnya dianggap tidak bernilai ekonomis menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
 
Seiring meningkatnya kebutuhan akan baterai kendaraan listrik, teknologi ini menjadi semakin relevan. "Sekarang dengan booming-nya baterai, otomatis permintaan terhadap MHP (mixed hydroxide precipitate) akan semakin besar," ujar Head of Technical Support Harita Nickel, Rico Windy Albert di Kawasan Industri Obi beberapa waktu lalu.

Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi
 
Selain teknologi HPAL, di kawasan ini beroperasi smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memproduksi ferronickel, bahan baku untuk memproduksi stainless steel. Dua pendekatan ini menunjukkan bagaimana sektor industri mineral di Indonesia mulai bertransformasi ke arah pemanfaatan sumber daya secara lebih menyeluruh.
 
Namun, di samping menambang dan melakukan pengolahan bijih nikel, aspek lingkungan tak dikesampingkan. Contohnya adalah reklamasi lahan pascatambang menjadi salah satu fokus utama. Menurut Direktur Health, Safety, and Environment (HSE) Harita Nickel, Tonny H Gultom, sekitar 236 hektare lahan telah direklamasi. Menariknya, proses reklamasi ini bahkan dilakukan sebelum seluruh areal tambang selesai dikelola. 
 
Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi
Pepohonan yang rimbun di area reklamasi dan revegetasi Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. (Foto: Dok.)
 
Lahan yang telah direklamasi ditanami kembali dengan vegetasi lokal, menciptakan lanskap hijau yang secara bertahap akan memulihkan ekosistem daratan. Hasilnya memang tidak instan, tapi dalam beberapa tahun ke depan, kawasan ini diproyeksikan akan kembali hijau dan produktif. 
 
Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi
Tim Environmental Marine Harita Nickel memantau kubus berongga sebagai wadah pertumbuhan terumbu karang di perairan Kawasi, Pulau Obi. (Foto: Dok)
 
 
Baca: Semester I, Harita Nickel Cetak Pendapatan Rp12,80 Triliun

 
Tidak hanya di darat, laut pun mendapat perhatian. Sisa hasil pengolahan dari smelter RKEF berupa slag nikel dimanfaatkan sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular untuk bahan konstruksi. Sisa hasil pengolahan yang berbentuk butiran pasir halus hingga kasar diolah lebih lanjut menjadi batako hingga reef cube (kubus berongga) yang diletakkan di dasar laut untuk wadah pertumbuhan terumbu karang. 
 
Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi
 
Menurut Environmental Marine Manager Harita Nickel, Windy Prayogo, sejak program terumbu karang buatan dimulai pada Oktober 2022, pertumbuhan karang alami mulai terlihat. Dalam kurun waktu dua tahun, karang-karang tersebut sudah mencapai ukuran hampir 12,9 sentimeter.
 
Sementara itu, untuk mencegah limpasan sedimen dari kawasan tambang mencemari perairan, dibangun kolam endapan atau sediment pond. Dengan metode pengendapan menggunakan bahan khusus, lumpur dipisahkan dari air sebelum dirilis ke perairan. Pemantauan rutin menunjukkan bahwa kualitas air laut di sekitar tambang tetap dalam ambang baku mutu lingkungan.
 
Menambang Sambil Menjaga Alam: Cerita dari Pulau Obi
Gambar aerial perairan Kawasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. (Foto: Dok.)
 
Cerita dari Pulau Obi ini memperlihatkan bahwa industri ekstraktif tidak harus meninggalkan jejak kerusakan. Dengan pendekatan yang tepat, kolaborasi antara teknologi dan kepedulian lingkungan bisa menghadirkan dampak yang positif—bukan hanya bagi industri, tetapi juga bagi alam dan masyarakat yang hidup di sekitarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan