Tingkat suku bunga acuan yang tinggi turut mengerek biaya kredit atau pinjaman yang dilakukan MBR. Dengan adanya stimulus dari pemerintah, dampak kenaikan beban biaya diharapkan tak sepenuhnya merembes langsung ke kantong masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menuturkan keputusan pemerintah untuk menggulirkan beragam program bantuan kepada masyarakat menengah bawah patut diapresiasi. Menurutnya, itu dapat menjadi penahan dari potensi pelemahan daya beli masyarakat di segmen tersebut.
"Daya beli (mungkin) akan sedikit meningkat karena yang dijadikan sasaran adalah kelas menengah ke bawah. Bantuan sosial ini lebih respons kepada masyarakat menengah ke bawah. Jadi, ini untuk mempertahankan daya beli mereka," ujar dia.
Sebetulnya, imbuh Tauhid, tanpa adanya stimulus dari pemerintah tingkat konsumsi masyarakat akan tetap tumbuh positif. Namun, pertumbuhan itu diperkirakan akan melambat karena dampak rambatan dari tingkat bunga acuan yang tinggi dan mahalnya harga beras.
Karena itu, dengan pengguliran beragam bantuan sosial dan dukungan fiskal bagi masyarakat menengah ke bawah, pertumbuhan konsumsi yang melambat dapat dihindari. Tauhid juga menilai beragam bantuan tersebut tak akan signifikan memengaruhi pelebaran defisit anggaran negara.
Baca juga: Perang Hamas-Israel Membayangi Ekonomi Dunia |
"Sebenarnya tidak ada masalah dari sisi fiskal sendiri karena memang (defisit) masih di bawah target pemerintah, target tiga persen, sedangkan kemarin disampaikan defisitnya hanya di bawah 2,3 persen. Jadi, tidak berpengaruh signifikan," ujar dia.
Langkah yang diambil pemerintah juga dianggap tepat oleh anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komaruddin. Menurutnya, bantuan itu akan meringankan beban masyarakat di tengah impitan mahalnya harga beras dan beban biaya kredit pemilikan rumah.
"Dengan begitu, masyarakat, terutama kalangan bawah, masih tetap bisa menjaga konsumsi. Sekaligus sebagai upaya dalam menggenjot pertumbuhan sektor properti yang memiliki multiplier effect yang besar dalam perekonomian nasional," jelas dia.
Puteri juga mengapresiasi dorongan pemerintah untuk mempercepat realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada UMKM. Itu akan mendukung sektor usaha yang kerap disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional tetap bergeliat.
"Percepatan penyaluran KUR juga menjadi langkah yang patut diapresiasi mengingat peran KUR yang menopang permodalan bagi keberlangsungan UMKM yang selama ini menjadi penyangga utama bagi perekonomian kita," jelas dia.
Insentif properti
Ketika dihubungi pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhisthira mengatakan insentif yang diberikan pemerintah dalam bentuk penanggungan pajak pertambahan nilai (PPN) dan diskon biaya administratif pembelian rumah dianggap urgen saat ini.
"Terutama di tengah naiknya suku bunga acuan yang berdampak pada bunga KPR. Selama ini beban biaya administrasi dalam transaksi pembelian rumah masih dipandang cukup memberatkan debitur KPR, terutama segmen MBR," ujarnya, Jumat, 27 Oktober 2023.
Bhima menambahkan, tak cukup diskon biaya administrasi pembelian rumah, pemerintah mestinya juga memberi insentif bunga kredit konstruksi yang lebih rendah bagi pengembang perumahan MBR. Dengan begitu, beban biaya yang bakal ditanggung MBR berpeluang lebih besar untuk ditekan. Itu sekaligus akan membantu geliat sektor ekonomi properti yang saat ini tampak lesu.
"Dengan bauran kebijakan untuk bantu menjaga pertumbuhan KPR, diharapkan, segmen properti residensial masih solid di 2024. Kontribusi perumahan dalam PDB bisa terlihat dari sektor konstruksi dan realestat yang ditotal sekitar 11,8 persen," terang Bhima.
Kendati guyuran stimulus bagi MBR diperlukan, ia menekankan agar pengelola keuangan negara juga melihat dampak pemberian insentif terhadap defisit anggaran. Dukungan fiskal yang digelontorkan akan menambah realisasi belanja pajak negara.
Hal itu berpotensi mendorong rasio pajak menjadi lebih rendah, kecuali ada penerimaan baru yang menggantikan kehilangan potensi pajak dari sektor perumahan.
"Jadi, bantuan-bantuan yang digelontorkan pemerintah di satu sisi merupakan bantuan yang memang dibutuhkan masyarakat," kata Bhima.
Baca juga: Sandiaga Uno Incar Orang Kaya Inggris Liburan di Indonesia |
"Bantuan sosial, kemudian bantuan pangan, insentif perumahan, itu semua adalah bantuan yang memang urgen ketika kondisi perekonomian ke depan menghadapi banyak tantangan," lanjutnya.
Satu catatan penting yang perlu diperhatikan ialah ketepatan sasaran program dan tata kelola penyaluran bantuan. Hal itu menjadi penting lantaran guyuran stimulus diberikan berdekatan dengan momen Pemilu 2024.
Dikhawatirkan, dukungan pemerintah itu disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk memenuhi hasrat politik mereka. Karena itu, pengawasan secara menyeluruh diperlukan agar niat baik pembuat kebijakan dapat betul-betul dirasakan masyarakat.
"Ini semua harus transparan, harus mengusung aspek keterbukaan, sehingga publik bisa mengawasi bersama dan di situ ada pengawasan internal dari KPK, kejaksaan, BPK, BPKP. Semua instrumen pengawasan internal pemerintah saat ini wajib mengawasi," tutur Bhima.
"Mulai tahap perencanaan insentif, bantuan, sampai nanti realisasi, tidak segan menjatuhkan sanksi apabila ada yang memanfaatkan bantuan-bantuan ini untuk program politik praktis atau money politics, terutama di masa kampanye," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News