Dampak dari kebijakan lockdown tersebut telah terlihat dari perkembangan indikator-indikator ekonomi Tiongkok di April yang mencatatkan penurunan. Misalnya saja produksi industri Tiongkok yang mengalami kontraksi 7,08 persen secara bulanan pada April 2022. Kontraksi tersebut adalah yang terdalam sejak Februari 2020 (lebih dari 20 persen) ketika Tiongkok pertama kali menerapkan kebijakan lockdown sebagai respons terhadap pandemi covid.
Selain penurunan produksi, lockdown di Tiongkok juga berdampak terhadap optimisme pelaku bisnis yang menurun drastis di Maret dan April 2022. Hal tersebut terlihat dari level Purchasing Manager Index (PMI) sektor jasa dan manufaktur yang berada di level 36,20 (-5,80 poin MoM) dan 46,00 (-2,10 poin MoM) pada April 2022. Catatan tersebut adalah yang terendah sejak Februari 2020.
Dari sisi logistik, kebijakan lockdown di Tiongkok membuat tingkat efisiensi logistik Tiongkok menurun. Penurunan tingkat efisiensi tersebut misalnya terjadi pada aktivitas trucking. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Financial Times dengan salah satu Pejabat Eksekutif perusahaan pelayaran di Shanghai (nama responden dirahasiakan), aktivitas trucking sulit dilakukan di Tiongkok pada masa lockdown karena pengemudi truk memerlukan izin masuk dan keluar untuk setiap wilayah yang mereka kunjungi. Akibatnya banyak pengemudi truk yang menolak untuk mengangkut barang karena takut tidak bisa mendapatkan izin keluar saat memasuki area yang sedang lockdown.

Global Transportation Price & Supply Pressures. Sumber: S&P Global
Fenomena tersebut pada akhirnya menyebabkan terjadinya kelangkaan pengemudi truk di Tiongkok yang berakibat pada meningkatnya tingkat kemacetan kargo di pelabuhan. Berdasarkan laporan Project 44, perusahaan penyedia jasa shipment tracking, rata-rata lama tunggu pengeluaran kontainer dari Pelabuhan Shanghai telah meningkat hampir dua kali lipat (12,9 hari) pada 12 Mei dibandingkan dengan 28 Maret 2022.
Sedangkan untuk lama tunggu pengiriman kontainer telah meningkat 22 persen pada awal Mei dibandingkan dengan 12 Maret 2022. Besarnya kontribusi Tiongkok terhadap perdagangan dan logistik dunia juga membuat kenaikan lama tunggu pengeluaran dan pengiriman kontainer di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok berdampak negatif dan signifikan terhadap supply chain dunia. Berdasarkan laporan S&P Global, kebijakan lockdown di Tiongkok telah membuat kapasitas logistik dunia turun 32 kali dan harga pengapalan naik 11 kali dibandingkan dengan periode normal.
Dari sisi perdagangan, disrupsi rantai pasok di Tiongkok telah membuat pertumbuhan ekspor dan impor Tiongkok melambat. Pada April 2022 ekspor dan impor Tiongkok tercatat hanya tumbuh sebesar 0,01 persen dan 3,90 persen secara tahunan. Mengingat kontribusi ekspor dan impor Tiongkok yang sebesar 11,34 persen dan 13,83 persen terhadap total ekspor dan impor dunia, maka perlambatan yang terjadi pada ekspor dan impor Tiongkok tentu akan menjadi sentimen negatif untuk pertumbuhan perdagangan dan ekonomi dunia.