Hal itu disebabkan berbagai ketidakpastian yang saat ini tengah menimpa dunia seperti perang Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat yang semakin hawkish, serta kebijakan menahan ekspor yang dilakukan banyak negara.
CEO Strategic ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC) Shanti Shamdasani mengatakan, pada masa resesi global yang menimbulkan ketidakpastian, tidak ada negara yang mampu menghindari dampaknya. Dampak itu terasa sangat dalam bagi negara yang bergantung kepada negara lain. Sebaliknya, negara yang mengandalkan ekonomi domestik mereka tidak akan merasakan dampak yang terlalu dalam.
"Dalam hal ini, Indonesia tidak akan terlalu dalam mengalami dampaknya karena Indonesia memiliki fondasi yang kukuh dan ditopang UMKM," ungkapnya dalam sebuah diskusi pekan lalu.
Baca juga: Sandiaga Minta UMKM Lebih Kuat via Digitalisasi di Tengah Inflasi |
Dalam menyikapi optimisme itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan masa depan UMKM masih bergantung pada daya beli masyarakat atau konsumsi. Menurutnya, selama konsumsi dapat dijaga dengan baik, UMKM akan tetap tumbuh.
"Ini sejauh daya beli masyarakat tetap ada dengan jaminan sosial dan lainnya. Saya kira permintaan produk UMKM akan tetap ada. Jadi, yang diperlukan sebenarnya bagaimana pasar dalam negeri ini daya belinya masih kuat. Kalau banyak orang kehilangan pekerjaan, ada jaminan sosial untuk memperkuat belanja atau konsumsi," kata Teten.
Ia menambahkan, ketika resesi dunia benar-benar terjadi, UMKM akan mengandalkan konsumsi dalam negeri sebagai pasar mereka. Karena itu, pemerintah akan mengambil berbagai kebijakan supaya UMKM dapat tahan banting di masa resesi, salah satunya dengan memperpanjang masa restrukturisasi kredit.
"Kami sedang siapkan, termasuk kemungkinan kalau diperlukan restrukturisasi pinjaman karena cash flow pasti akan terganggu," kata Teten.
Pelibatan swasta
Upaya penguatan UMKM menghadapi resesi global juga dilakukan kelompok pengusaha kakap. Baru-baru ini, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meluncurkan Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas."Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat tahun ini. Tantangan ini akan berdampak pada kelangsungan dunia usaha, terutama pada UMKM yang masih rentan pada gejolak pertumbuhan ekonomi," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasyid.
Menurutnya, gerakan itu jadi permulaan bagi perusahaan untuk menjalin kemitraan inklusif atau kemitraan melekat pada UMKM, termasuk petani dan nelayan di seluruh Indonesia.
"Dengan demikian, peran perusahaan akan terlihat, yakni transfer teknologi, membuat akses pembiayaan, memberi bantuan distribusi hasil pertanian, dan membuka akses pasar baik nasional maupun ekspor," tegasnya.
Harapannya, upaya itu dapat mendorong UMKM menjadi sebuah badan usaha sehingga mudah mendapat akses pembiayaan. "Ujungnya akan mengembangkan UMKM dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tutur Arsjad.
Baca juga: Kadin-Pemerintah Bersatu Perkuat UMKM, Semoga Kuat Hadapi Gejolak Global.. |
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Sunarso mengatakan penguatan UMKM untuk menjadi penopang ekonomi Indonesia sama saja dengan menyejahterakan masyarakat. Pasalnya, porsi usaha di Indonesia 99,9 persen berasal dari UMKM yang berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai 61 persen. Selain itu, kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen.
"Tugas negara itu menyejahterakan rakyat dan cara terbaik adalah dengan memberi pekerjaan. Penyerapan tenaga kerja ini banyak di UMKM. Jadi, kalau mau sejahterakan masyarakat, fokusnya harus ke UMKM," tegas Sunarso.
Ia memaparkan, untuk memperkuat UMKM agar memiliki daya tahan yang cukup sebagai penopang ekonomi, pelaku UMKM tidak hanya memerlukan modal, tapi juga edukasi. Dengan dilakukan pendampingan secara terus-menerus, UMKM dapat memperoleh nilai tambah.
Sunarso menilai pendampingan bagi UMKM bukan hanya persoalan digitalisasi. Semangat berwirausaha juga menjadi hal penting untuk ditumbuhkan di diri para pelaku UMKM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News