Ada kebanggaan ketika tahun 1996 mendapat kesempatan meliput putaran final Piala Asia di Uni Emirat Arab. Saya hadir bukan hanya sekadar menjadi wartawan peliput, tetapi wartawan peliput Tim Nasional Indonesia.
Ketika itu PSSI berhasil merebut salah satu tempat di putaran final. Tim asuhan Danurwindo mendapat kesempatan bertarung bersama sembilan tim terbaik Asia lainnya untuk menjadi kesebelasan terbaik di Asia.
Masih teringat bagaimana Tim Nasional Indonesia harus berhadapan dengan Kuwait di pertandingan pertama. Sebagai underdog, ternyata para pemain Indonesia mampu menggebrak.
Widodo Cahyono Putra membuat kejutan dengan gol indah di awal pertandingan. Tidak hanya itu, tim asuhan Danurwindo sempat unggul 2-0 melalui gol tambahan dari kaki Ronny Wabia. Bersama almarhum Ronny Pattinasarany, saya ikut larut dalam kegembiraan melihat kegemilangan Tim Merah-Putih. Kuwait benar-benar dipaksa bekerja keras sebelum bisa menyamakan kedudukan menjadi 2-2 mendekati waktu akhir pertandingan.
Tim nasional Indonesia yang sebelumnya dipandang sebelah mata, tiba-tiba dianggap sebagai ancaman. Sayang penampilan gemilang tidak berlanjut dan Tim Nasional Indonesia harus tersingkir setelah dipaksa menyerah oleh Korea Selatan dan tuan rumah UEA.
Setelahnya Timnas Indonesia juga lolos pada tahun 2000, 2004 dan 2007, namun belum mampu berbicara banyak di ajang Piala Asia. Meski jumlah tim yang tampil di putaran final kini ditambah menjadi 16 kesebelasan, timnas sepertinya kesulitan meloloskan tim untuk bisa tampil lagi di putaran final.
Sekarang ketika putaran final Piala Asia tengah bergulir di Australia, kita hanya bisa menjadi penonton. Tim Nasional indonesia harus tersingkir di babak penyisihan karena kalah bersaing dengan raksasa sepak bola Asia, Arab Saudi, Irak, dan China.
Setelah empat hari kejuaraan Piala Asia 2015 bergulir, kita harus mengakui, kualitas sepak bola memang semakin tertinggal jauh. Bahkan dibandingkan dengan negara yang sedang dilanda perang yaitu Palestina, kualitas sepak bola kita kalah kelas.
Ukuran itu bisa dilihat dari perbandingan dengan penampilan tim asuhan Alfred Riedl di ajang Piala AFF yang baru lalu. Kegagalan untuk menembus empat besar pada kejuaraan di kawasan Asia Tenggara lebih banyak disebabkan oleh kesalahan mendasar yang dilakukan para pemain Indonesia.
Para pemain Indonesia belum juga memahami bahwa tendangan dari lini kedua sekarang ini justru sangat berbahaya. Masih sering para pemain belakang kita menghalau bola ke lini kedua, daripada membuangnya keluar lapangan. Akibatnya saat menghadapi Vietnam dan Filipina, gawang Indonesia harus kebobolan akibat tendangan lawan dari lini kedua itu.
Kesalahan elementer juga diperlihatkan pemain belakang Supardi saat menghadapi Laos. Dalam posisi tertinggal dari penyerang Laos, Supardi bukan mencoba membayang-bayangi gerakan pemain lawan, tetapi justru menabraknya. Akibatnya, Indonesia bukan hanya dijatuhi hukuman penalti, tetapi Supardi harus diganjar kartu merah.
Dalam tingkat sepak bola dunia, setiap pemain tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apa pun. Dengan teknik bola yang semakin tinggi, maka pemain lawan akan memanfaatkan setiap kelengahan kita guna meraih kemenangan.
Semua itu hanya bisa dicapai melalui latihan yang keras dan teratur. Bahkan teknik bermain sepak bola diajarkan sedini mungkin agar tidak ada kesalahan elementer yang dilakukan di lapangan.
Kompetisi merupakan ajang untuk mengasah kemampuan dan ketajaman dari setiap pemain. Banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan, apabila kita memimpikan kembali tim nasional tampil di putaran final Piala Asia. Itu harus dimulai dengan membangun organisasi PSSI yang kuat, karena hanya dengan organisasi yang baiklah akan bisa disusun arah pembinaan yang benar.
Pembinaan itu harus ditopang oleh kompetisi yang sehat agar keterampilan sepak bola terasah dalam pertandingan. Dengan itulah kita baru akan bisa membentuk kesebelasan nasional yang bisa diandalkan.
Tidak ada jalan pintas untuk menjadi juara. Semua harus dilakukan melalui kerja keras dan kerja sama dari semua pihak. Kita harus bahu membahu untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia yang pernah begitu disegani di Asia. (Suryopratomo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RIZ)