PERKEMBANGAN sepakbola tanah air seolah meredup saat ini, pascakekalahan beruntun Indonesia di berbagai ajang kompetisi. Sempat mempunyai harapan di level U-19 namun, sayangnya tim gagal di penyisihan Piala Asia. Pupus harapan Indonesia untuk mengirim tim ke Piala Dunia U-20 2015.
Wacana pembinaan usia muda dan integrasi pembinaan sepakbola usia dini hanya isapan jempol semata. Pemain naturalisasi pernah menjadi solusi kebuntuan sayangnya tidak mampu berperan banyak mengangkat harkat martabat sepakbola indonesia.
Egoisme sektoral kapitalis membuat sepakbola Indonesia seperti sapi perah yang mandul akan prestasi. Diisap keuntungannya tanpa pernah berpikir prestasi. Gambaran sepakbola Indonesia tanpa harapan dan tujuan. Negara terkuat di Asia pada tahun 1972 hanya menjadi goresan sejarah tanpa tahu sampai kapan sejarah akan terukir kembali.
Serentak publik pesimistis dengan semua dinamika yang terjadi melihat wajah sepakbola Indonesia yang kian terpuruk tanpa semangat.
Keterpurukkan di masa lalu seyogyanya menjadi pelecut semangat di masa datang. Saatnya kita berpikir untuk menjadi bagian dari sebuah perbaikan sepakbola Indonesia, bukan saling menghujat dan menjatuhkan.
Pembinaan usia muda menjadi sebuah konstruksi awal pembangunan sepakbola Indonesia. Usia muda merupakan sebuah harapan baru bangsa indonesia. Pelatih Indra Syafri pernah mendulang masa keemasan itu, ketika U-19 merajai ASEAN. Walaupun pupus namun, di sana terletak sebuah harapan anak bangsa sendiri bisa membuat bangga negeri.
Membangun fondasi sepakbola Indonesia merupakan pekerjaan rumah yang saat ini harus diselesaikan. PSSI tidak bisa menyelesaikan sendiri. Memang PSSI sebagai organisasi tertinggi dalam sepakbola Indoensia, namun butuh peran masyarakat dalam upaya memajukan sepakbola nasional.
Pembinaan usia muda merupakan fondasi kebangkitan sepakbola tanah air, jika benar-benar indonesia ingin kembali menjadi kekuatan sepakbola Asia.
Pembinaan sepakbola usia muda yang berintegritas, bermoral, dan bermartabat, inilah sebuah rekonstruksi awal pembinaan sepakbola usia muda. Jauh dari bisnis dan kepentingan sektoral.
Masyarakat Indonesia hanya ingin Indonesia menjadi juara tingkat internasional -- Melihat bendera Merah Putih berkibar di puncak tertinggi. Mendengar lagu "Indonesia Raya" dikumandangkan sebagai lagu kemenangan. Harapan itu menjadi mimpi masyarakat Indonesia di berbagai lapisan elemen.
Guna mewujudkan hal tersebut pembinaan sepakbola usia muda harus mempunyai sistem yang terintegrasi. Memilki rekam jejak yang jelas tentang jenjang karier seorang pemain.
Jika kita melihat bagaimana perkembangan sepakbola Eropa mampu menyedot perhatian dunia ternyata pembinaan usia muda menjadi pondasi dalam hal tersebut. Hampir rata-rata pemain dunia yang saat ini bersinar memiliki rekam jejak yang jelas.
Mulai dari pertama kali memasuki dunia sepakbola, ajang kompetisi regional yang dilakukan, sampai ajang kompetisi internasional. Sistem inilah yang coba diterapkan oleh ASSBI dengan merilis Pasport Player.
Menjadi juara bukan lah hal mudah kita harus menikmati proses yang berlangsung. Bukan kompetisi besok kemudian kita akan juara besok.
Jepang pada 1959 menjadi bulan-bulanan Indonesia, dibantai 13-1 dalam ajang internasional oleh indonesia ketika diperkuat oleh Soetjipto Soentoro “Gareng” dan kawan-kawan. Namun saat ini situasi berbalik, Jepang menjadi kekuatan dunia sepakbola mewakili Asia.
Jepang menikmati proses yang berlangsung untuk membangun sepakbola, yang memilki integritas. Inilah yang sedang dirancang melalui Pasport Player.
Pasport Player merupakan sebuah identitas pemain usia muda yang merekam seluruh aktifitas individu pemain dalam mengikuti berbagai ajang kompetisi. Perlu kita sadari bersama, pencurian umur diberbagai ajang kompetisi seolah menjadi hal lumrah saat ini.
Ini merupakan aib besar usia muda, tanpa disadari dengan melakukan pencurian umur sebuah tim sedang menggali kuburan bagi para generasi penerus sepakbola indonesia. Pencurian umur merupakan upaya pengkebirian pemain dan tim. Perlu dipahami bersama bahwa usia muda harus memegang prinsip No Star, No Win. Bagian terpenting dalam pembinaan usia muda adalah Education and Transfer Knowladge.
Persepsi yang saat ini muncul dalam pembinaan usia muda adalah menjadikan bintang instan dan juara kompetisi dengan berbagai trik yang dilakukan. Target juara dalam usia muda diterapkan oleh para pelatih sehingga pembinaan usia muda sepak bola Indonesia mati sebelum tumbuh.
Amat disayangkan jika substansi pembinaan usia muda diletakkan pada fondasi hasil oleh para pelatih dan tataran klub SSB. Koreksi besar yang seharusnya dilakukan adalah membuat fondasi tim dengan karakter juara sebagai bekal individu pemain di masa datang.
Masa pembinaan sepakbola usia muda bukan saatnya untuk mengejar deretan gelar yang akan menghiasi ruangan SSB. Namun, sebuah proses membina generasi penerus sepakbola indonesia.
Pemikiran pendek yang sering kita lihat adalah mengumpulkan pemain yang sudah memilki kapasitas kemudian berpartisipasi dalam kompetisi usia muda, berharap melambungkan nama SSB. Tanpa disadari SSB sebenarnya sedang membangun sebuah fondasi rapuh bagi persepakbolaan nasional.
SSB seharusnya hadir sebagai sebuah elemen grassroot yang harus memiliki fondasi yang kuat. Bukan hadir sebagai sebuah tim bintang, usia muda belum saatnya meraup keuntungan finansial, namun, usia muda merupakan ajang menumbuhkan karakter pemain sepakbola yang mempunyai mental juara. Yakni mempunyai integritas yang kuat, bermoral dan bermartabat.
Membangun sepakbola berintegritas menjadi hal penting yang harus kita pahami bersama. Bicara kemampuan teknik, fisik, dan skill individu pemain indonesia tidak kalah dengan Negara-negara lainnnya. Namun, sayangnya selama ini integritas, moral dan martabat individu menjadi hal yang perlu banyak dikoreksi.
Banyak pemain hebat jatuh bukan karena kemampuan tekniknya namun, jatuh karena sikap dan prilakunya. Tidak mampu mengatur diri dan menanamkan sikap seorang juara. Pukulan telak sepakbola Indonesia ketika sebuah kompetisi resmi tingkat nasional memainkan “sepakbola gajah”.
Wajah Indonesia di mata Asia dan dunia tercoreng karena hilangnya integritas pemain. Sebuah harapan besar bahwa sistem Passport Player yang digagas oleh ASSBI mampu menjadi sebuah filter dalam meminimalisir kecurangan yang terjadi dalam berbagai ajang kompetisi usia muda.
Upaya yang dilakukan untuk menanmkan sebuah proses menciptakan pemain sepakbola yang berintegritas, mempunyai mental juara dan mempunyai kemampuan teknik yang baik. Sebuah harapan dan cita-cita besar sepakbola indonesia mampu bicara banyak dalam berbagai event internasional.
Penulis: Taufik Jursal Effendi
Ketua Umum Asosiasi Sekolah Sepakbola Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(FIT)