"Mungkin saya akan istirahat sejenak dan tidak mau langsung mencari pekerjaan baru. Tapi, jika ada kesempatan, saya akan melihat kemungkinannya"
Kalimat di atas merupakan pernyataan Alfred Riedl usai membawa Indonesia menang atas Laos pada fase grup AFF 2014 di Hanoi, Vietnam. Tak lama setelah itu, PSSI langsung memutus kontrak Riedl.
Sebelumnya sempat ada perjanjian jika Riedl gagal membawa Indonesia juara AFF, kontrak tiga tahun otomatis terputus. Namun, 'kemesraan' PSSI dengan Riedl kembali terjalin pada 2016. Tepatnya seusai sanksi FIFA dicabut dan Indonesia bisa kembali eksis di pentas internasional.
Penunjukkan Riedl memang mengundang tanya. Sebab, nama pelatih 67 tahun itu jauh dari prediksi. Akan tetapi, PSSI tetap pada pendiriannya untuk memakai jasa Riedl untuk melakoni AFF 2016.
Melihat pencapaian ini, mungkin PSSI bisa sedikit tersenyum. Sebab, Riedl kembali meloloskan skuat Garuda dari grup 'neraka' dan tampil pada babak final. Kini, tantangan juara kembali dihadapkan pada Riedl.
Riedl memang bukan pelatih sembarangan. Tetapi, jika berbicara prestasi, ia masih kesulitan untuk mempersembahkan gelar juara. Khusus untuk turnamen AFF, ini merupakan ketiga kalinya ia menembus final. Dua final sebelumnya, ia selalu gagal.
Entah mitos atau faktor lain, Riedl faktanya sulit untuk menang jika melaju ke final. Pertama kalinya ia gagal di final AFF terjadi pada 18 tahun yang lalu. Ketika masih bernama Piala Tiger, Riedl lansgung membawa Vietnam ke final. Prestasi itu cukup membanggakan. Pasalnya, Riedl baru pertama kali melatih Negeri Paman Ho.
Tampil menggigit sejak awal turnamen Vietnam mulus ke babak final. Laos, Malaysia, Thailand mampu dibekap Vietnam. Akan tetapi, Vietnam malah tampil antiklimaks pada babak final ketika bersua Singapura. Sengatan Vietnam seakan sirna usai menyerah 1-0 dari Singapura.
Riedl kembali keok pada babak final saat membesut Indonesia pada 2010. Banyak yang bilang, AFF 2010 merupakan timnas terbaik Indonesia. Selain dihuni pemain naturalisasi macam Christian Gonzalez dan Irfan Bachdim, ketika itu masih ada gelandang Firman Utina, Bambang Pamungkas, dan Ahmad Bustomi. Tetapi, lagi-lagi Riedl gagal mempersembahkan gelar AFF.
Indonesia Bernasib Mirip Riedl
Selain Riedl, timnas Indonesia juga kerap tersandung pada babak final. Tidak main-main, Indonesia sudah empat kali menembus babak final sejak 1996. Tetapi, belum sekali pun gelar diraih tim Garuda.
Pertama kalinya Indonesia menembus final terjadi pada 2000. Ketika itu, Indonesia gagal juara setelah takluk dari Thailand. Dua tahun selanjutnya, Indonesia kembali tampil pada babak final. Namun, lagi-lagi Thailand yang menjadi tembok penghalang. Indonesia kalah lewat adu penalti.
Pada 2004, Indonesia masuk final untuk ketiga kalinya. Tetapi lagi-lagi dewi fortuna belum berpihak kepada Indonesia dan harus kandas di tangan Singapura. Indonesia kalah agregat gol 5-2.
'Kesialan' nampaknya belum mau pergi dari Indonesia. Pada 2010, Indonesia kembali lolos ke final. Bermodalkan produktivitas yang tinggi, Indonesia dianggap bakal juara. Apalagi, Malaysia sempat dirontokkan pada penyisihan grup. Tetapi, fakta di lapangan berkata lain. Indonesia di luar dugaan menyerah 3-0 dari Malaysia. Sementara pada leg kedua di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), tim Garuda hanya menang tipis 2-1. Lagi, penggawa timnas harus rela melihat Malaysia berpesta di SUGBK.
Saat ini, situasi tidak jauh berbeda dihadapi Riedl dan Indonesia. Namun yang membedakan dengan AFF saat ini, Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan. Ya, Indonesia tampil menawan usai menang pada laga pamungkas grup menghadapi Singapura.
Mental bertanding Andik Vermansyah dkk juga acap dipuji karena mampu keluar dari tekanan. Hal itu terlihat saat menghadapi Singapura. Saat posisi tertinggal, mereka mampu berbalik menang.
Kini, tidak ada pilihan lain bagi Riedl dan Indonsia. Menjadi juara atau memperpanjang label runner up? Jawabannya akan kita dapatkan pada 14 dan 17 Desember nanti.
Video: Sukacita Kemenangan Indonesia Terasa di Makassar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ASM)