Membangun fondasi sepak bola Indonesia dengan sekolah sepakbola (SSB) merupakan hal yang tidak terelakkan lagi jika Indonesia ingin berbicara banyak di kasta sepakbola Asia maupun dunia. SSB sebagai motor produsen pemain-pemain usia muda sudah sepatutnya mendapatkan prioritas dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Federasi PSSI baik tingkatan nasional ataupun tingkatan daerah.
Menjamurnya SSB menjadi sebuah perkembangan yang patut diapresiasi, karena hal ini menunjukkan bahwa, masyarakat telah menyadari ujung tombak kebangkitan sepakbola Indonesia. Dalam upaya membangun SSB perlu adanya dukungan dari berbagai pihak untuk bangkitnya sepakbola Indonesia.
Ada tiga stakeholder menjadi faktor kebangkitan yakni - Federasi Sepakbola (PSSI ) - Pemerintah - dan Swasta, plus media. PSSI saat ini telah memiliki strategi jitu dalam menggaet sponsor, hal tersebut menjadi jadi "darah" segar dalam upaya memutar roda organisasi. Kepiawaian tim marketing PSSI mengemas ISL kita perlu acungi jempol dan berikan apresiasi.
Saat ini tercatat 1.978 SSB yang tersebar di 33 provinsi (data ASSBI-2010 ) aktif dan memiliki Organisasi yang mendekati sempurna ( ada lapangan latihan dengan jadwal tetap - memiliki pelatih dengan licensi D - 3 orang - ada jadwal pertemuan dengan orang tua, dan ikut pada kejuaraan tingkat kelompok umur di U-12 sd U-16 dengan potensi murid - 1.978.000 anak.
Diprediksi pada 2015, SSB akan tumbuh 3 kali lipat. Hal ini merupakan angin segar bagi sepakbola Indonesia. Lambat laun sepakbola Indonesia mempunyai sistem yang terintegrasi.
Melihat perkembangan sepakbola Indonesia pada era 90-an, SSB masih belum sebanyak saat ini. Perkembangan sepakbola usia dini kian lama kian meningkat bahkan mencapai angka yang cukup signifikan. Tumbuhnya SSB di berbagai ujung tombak sepakbola Indonesia, berbanding lurus dengan kompetisi yang diadakan oleh berbagai sektor baik dari sektor swasta maupun pemerintah.
Makin terbukanya sistem seleksi pemain usia muda semakin menunjukkan bahwa sepakbola indonesia akan menuju masa depan yang gemilang. Jika hal ini terus dipertahankan dan senantiasa diperbaiki setiap tahunnya.
Mengahadapi perkembangan yang semakin pesat, SSB pun dituntut untuk dapat mampu menjadi bagian bagi perkembangan sepakbola Indonesia. SSB saat ini bukan lagi dilihat dari banyaknya anak murid atau banyaknya menjuarai kompetisi, melainkan dilihat dari bagaimana membangun sebuah sistem tata kepelatihan yang sinergis dan terintegrasi.
Hal ini merupakan sebuah landasan dasar untuk terciptanya SSB sehat. Perlu diingat orientasi juara dan pemain bintang tidak berlaku untuk pembinaan usia muda karena usia muda merupakan masa transfer pengetahuan dan pembentukan karakter. Inilah yang harus disadari oleh SSB saat ini.
Terjebaknya konsep pendidikan pada winner and star oriented secara tidak sadar sebenarnya mematikan potensi SSB. Potensi besar anak-anak daerah seharusnya mampu dijembatani oleh SSB sebagai sebuah fungsi pembinaan yang dilakukan SSB. Ketika SSB berorientasi kepada juara dan pemain bintang bisa dipastikan bahwa SSB tidak melakukan pembinaan. Bisa kita lihat dengan bukti otentik sejarah pemain yang berada dalam tim tersebut.
Pemahanan tentang SSB dan akademi saat ini masih dalam pemahaman yang tumpang tindih. Terkadang pemahanan dari sebuah akademi sejatinya menjadi sebagai sebuah pusat latihan yang sudah mengacu kepada orientasi prestasi dan bisnis. Jika kita melihat akademi Manchaster United, sudah pasti para peserta didik adalah anak-anak terpilih dan tidak lagi dipungut bayaran.
Orientasi akademi MU sudah jelas menjadi sarana pembinaan calon pemain MU di masa depan. Tidak jarang ketika mereka di akademi statusnya sudah menjadi pemain profesional, maka dari itu ketika berpindah dari MU pemain akademi berstatus dipinjamkan atau dijual dengan harga yang relatif rendah.
SSB merupakkan produsen pemain untuk masa depan Indonesia. Dalam membangun hal tersebut dukungan swasta dan pemerintah sangat diharapkan. Ketika kita berkaca kepada Inggris sebagai sebuah kiblat sepakbola modern, dukungan yang luar biasa kite temukan. Contohnya, dukungan 50 juta poundsterling diberikan oleh pemerintah untuk membangun pembinaan sepakbola Inggris. Dukungan tersebut diberikan oleh Menteri Keuangan Britania Raya George Osborne, pada pembukaan akademi Manchaster City 2014 lalu.
Dana tersebut akan mendukung rencana Asosiasi Sepakbola untuk meningkatkan fasilitas pembinaan di seluruh negeri dan akan membantu menciptakan 150 hub multi-olahraga di 30 kota. 8 juta poundsterling per tahun akan masuk ke fasilitas, membantu membangun lebih dari 400 lapangan 3G baru, sementara 2 juta poundsterling per tahun akan masuk ke pelatihan.
Ini akan mendukung 25 'pelatih pendidik baru yang dapat meningkatkan tiga kali lipat jumlah pelatih tingkat nasional dan skema beasiswa yang juga akan membantu lebih banyak perempuan dan orang-orang dari latar belakang tidak mampu menjadi pelatih.
Skema yang cukup baik dilakukan oleh Inggris dalam membuat sebuah sinergisitas bagi pemerintahan untuk membangun sepakbola sebagai salah satu sumber devisa bagi Inggris. Wajar jika liga Inggris merupakan liga terpanas dan penghasil devisa terbesar di dunia.
Hal ini merupakan upaya dari seluruh elemen kenegaraan dalam membangun sepakbola sebagai sebuah kekuatan ekonomi Inggris. Nampaknya bukan mustahil jika integrasi sistem yang tertata rapi dapat menjadikan sepakbola sebagai sebuah penopang ekonomi yang cukup signifikan bagi Indonesia.
Sebagai ujung tombak, pembinaan SSB menjadi sebuah harapan bagi kebangkitan sepak bola Indonesia. Dukungan dari berbagai elemen sangat dibutuhkan agar terciptanya sinergisitas dalam membangun sepakbola indonesia.
Kompetisi yang diadakan oleh swasta maupun pemerintah sebagai sebuah sarana untuk mengasah bakat dan kemampuan yang dimilki oleh SSB, bukan sebagai ajang mendapatkan piala dan mencari pemain bintang. Konsepsi pendidikan dan pembinaan serta pembentukan mental sangat ditekankan dalam sebuah kompetisi sepakbola usia muda.
Harapan besar ketika sinergisitas dan orientasi yang jelas bagi konsep pembinaan SSB, menjadi negara yang disegani di tataran Asia dan dunia bukan lagi sekedar mimpi.
Taufik Jursal Effendy
Penulis adalah Ketua Umum Asosiasi Sekolah Sepakbola Indonesia (ASSBI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(FIT)