Suasana pengunjung di arena Sepekan Festival film Amerika di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. (foto: MI/Usman)
Suasana pengunjung di arena Sepekan Festival film Amerika di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. (foto: MI/Usman)

Seni dan Selera Pasar

Medcom Files telusur seni
Surya Perkasa • 21 Desember 2015 19:40
medcom.id, Jakarta: Minat masyarakat ibu kota terhadap seni terus meningkat. Namun sepertinya ketertarikan masyarakat yang meningkat tidak serta merta memberikan tempat bagi seni. Baik secara fisik atau non fisik.
 
Sekretaris Yayasan Seni Jakarta Bambang Subekti menilai saat ini seni cenderung dilihat dalam fungsinya sebatas hiburan. Buktinya, masyarakat di Jakarta lebih banyak mencari kesenian yang sifatnya hiburan dan mudah dinikmati.
 
“Untuk pertunjukan seni yang mengajak berpikir, peminatnya agak kurang. Tapi, Kalau pertunjukan yang bisa bikin tertawa-tawa, rileks, dan semacamnya itu biasanya tiketnya mengantri. Bahkan banyak calonya,” ujar Bambang kepada medcom.id, Jumat (18/12/2015).

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Seni pertunjukan kontemporer yang bersifat hiburan akibatnya lebih cepat berkembang dan lebih mudah diterima masyarakat. Contohnya pertunjukan komik, atau stand-up comedy, yang kian digandrungi beberapa tahun belakangan di Indonesia. Sayangnya, Bambang melanjutkan, kesenian yang notabene dianggap sebagai hiburan itu pun akhirnya hanya dibiarkan tumbuh secara mandiri di masyarakat. Ketiadaan program yang berkesinambungan untuk pengembangan kesenian membuat seni ini tidak berkembang secara maksimal.
 
Ujungnya, kesenian tetap berorientasi kepada keinginan pasar. Baik itu musik, teater, sastra, dan lain sebagainya. Saat muncul pakem atau tren tertentu yang sedang laris, seniman seolah dipaksa untuk membuat karya serupa.
 
Fenomena yang dapat menjadi contoh yakni saat musik dengan aliran pop berlirik romansa banyak diminati, akhirnya banyak band-band dengan aliran tersebut bermunculan dan naik pamor. Namun tidak banyak yang bertahan lama.
 
Masih ingat ketika demam novel cinta islami seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih digandrungi banyak kalangan? Tak lama setelah novel itu diangkat menjadi karya film dan tayang di berbagai jaringan bioskop di kota-kota besar Indonesia, beragam novel dan film dengan nafas dan tema islami banyak terbit di pasaran.
 
Gejala latah semacam ini didasari keberhasilan dua film tersebut di atas dalam menyedot penonton dalam jumlah besar. Bahkan, kedua film yang diadopsi dari novel karangan Habiburrahman El-Shirazy itu masuk dalam daftar lima besar film Indonesia paling laris. Film Ayat-ayat Cinta yang disutradarai Hanung Bramantyo pada 2008 menduduki posisi peringkat ketiga film Indonesia terlaris dengan mencatat jumlah 3,5 juta penonton. Sedangkan film Ketika Cinta Bertasbih yang disutradarai Chaerul Umam pada 2009 di peringkat keempat dengan 3,1 juta penonton.
 
Predikat film Indonesia paling laris hingga saat ini masih dinobatkan kepada Laskar Pelangi yang diproduksi tahun 2008 dibawah pimpinan sutradara Riri Riza. Film yang diangkat dari novel dengan judul sama karangan Andrea Hirata ini mampu meraup 4,6 juta penonton. Sedangkan film terlaris nomor dua adalah Habibie & Ainun yang digarap sutradara Faozan Rizal pada tahun 2012 meraih 4,4 juta penonton.
 
Adapun posisi kelima ditempati oleh film 5 cm yang diproduksi tahun 2012 oleh sutradara Rizal Mantovani tercatat memperoleh 2,3 juta penonton.
 
Untuk menghindari tren musiman ini, Bambang menilai perlu ada peran dari lembaga dan kelompok terkait untuk duduk bersama untuk membuat desain besar pengembangan seni. Terutama untuk kesenian ibu kota. Karena Jakarta merupakan wadah sekaligus titik sentral bagi pertemuan seluruh golongan di Indonesia.
 
Pusat kesenian juga memiliki peran penting. Banyak pusat kesenian bermunculan karena minat masyarakat terus berkembang. Nah, sayangnya, masing-masing pusat kesenian berjalan sendiri.
 
“Salihara muncul dengan programnya, Indonesia Kaya muncul dengan programnya. Akhirnya berjalan sendiri. Akhirnya kesenian ini menggelinding saja. Apa yang muncul di masyarakat saja yang tumbuh,” kata Bambang.
 
Kondisi ini tidak bertambah baik karena beberapa tempat pertunjukan dan kesenian yang ada juga masih terus berusaha menyesuaikan diri. Salah satunya Taman Ismail Marzuki yang menjadi Pusat Kesenian utama di Jakarta.
 
Pertunjukan yang diadakan oleh Taman Ismail Marzuki jumlahnya berkurang karena perubahan manajemen. Bambang meyakini kondisi ini akan membuat Taman Ismail Marzuki belum bisa memberi panggung bagi seniman dan pendidikan seni bagi masyarakat secara optimal. Bahkan dia belum yakin Taman Ismail Marzuki bisa menyamai kinerja tahun-tahun sebelumnya.
 
“Karena diserahkan kepada unit pengelola yang tidak punya program. Akhirnya memang terjadi jumlah pertunjukan yang merosot. Mudah-mudahan di tahun 2016 ada peningkatan. Tapi, untuk mengejar tahun sebelumnya agak susah karena pengelola yang sekarang masih belajar,” terang Bambang.
 
Mencoba berbeda
 
Beberapa pusat kesenian juga berusaha mengembangkan diri ke arah yang berbeda dalam memberikan kontribusi dalam kesenian. Baik dengan lebih banyak mengembangkan atau memunculkan seniman-seniman baru, maupun dengan manajemen kelola yang berbeda.
 
Salah satunya adalah Pusat Kesenian Komunitas Salihara sebagai pusat kesenian yang cukup memiliki nama di Jakarta. Pusat kesenian yang berawal dari Komunitas Teater Utan Kayu ini mencoba mengubah gaya manajemennya.
 
“Kalau untuk Salihara sendiri dulu memang semua kegiatan di Teater Utan Kayu. Tapi itu sangat terbatas. hanya teater diskusi. Sekarang Salihara ini adalah pusat kegiatan seni,” kata Communication Executive Fini Rubianti kepada medcom.id, Rabu (16/12/2015).
 
Salihara mengklaim dirinya berbeda dengan pusat kesenian lain terutama Taman Ismail Marzuki. Taman Ismail Marzuki kini hanya menjadi tempat mengadakan kegiatan kesenian yang dirancang oleh event organizer lain. Salihara sendiri secara mandiri mengelola seluruh kegiatannya.
 
“Fokus kami karena juga mengelola, juga punya dewan kurator sendiri. Ada kurator sastra, tari, musik, gagasan. Mereka itu yang merancang program dan kemudian diimplementasikan selama satu tahun,” terang Fini.
 
Salihara banyak mengadakan pertunjukan kesenian yang “berbobot” dan tidak hanya bersifat menghibur. Selain itu mereka juga secara reguler mengadakan kelas-kelas seni secara tahunan.
 
Mereka setiap tahunnya membuat program kelas-kelas seni seperti kelas melukis, tari, filsafat dan beragam kelas lain. Biasanya Salihara mendatangkan pembicara atau orang yang sudah lama berkecimpung di bidang seni terkait. Bahkan mereka menyediakan kelas lanjutan bagi orang yang telah menyelesaikan kelas seni tertentu.
 
“Tapi biasanya kelas itu berbayar, untuk mengganti materi, publikasi, konsumsi. Itu dikenakan biaya. Terus nanti mereka mendapat sertifikat,” kata Fini.
 
Salihara yang memiliki fasilitas cukup banyak juga kadang mengundang seniman muda untuk tampil di pertunjukan. Seniman muda tersebut disandingkan dengan seniman yang lebih senior untuk menarik minat pengunjung.
 
“Jadi bisa mix. Seniman muda dan senior. Misalnya Jazz Buzz yang kita adakan kemarin, di akhir kita hadirkan Indra Lesmana dan Dewa Budjana. Lewat Salihara ini, jadi bisa belajar dan cukup dikenal. Jadi salihara bisa menjadi gerbang untuk seniman baru, tapi di sisi lain bisa pertahankan cita rasa seninya masyarakat,” terang Fini.
 
Salihara juga tidak menutup peluang bagi seniman muda atau komunitas seni yang masih berkembang. Walau kurator sudah membuat program tahunan, ada peluang seniman untuk ikut ambil andil tampil di Salihara.
 
Walau telah lama mencurahkan sumber dayanya untuk pengembangan seni di Ibu Kota, Salihara masih mengaku khawatir. Apalagi dengan kondisi Salihara yang cenderung sepi saat tidak ada pertunjukan.
 
“Kalau komunitas yang sekedar duduk untuk menggunakan tempat-tempat di Salihara itu ada, tapi tidak terlalu banyak. Salihara sendiri kalau semisalnya tidak ada event itu sepi,” kata Fini.
 
Masyarakat ibu kota tampaknya memang hanya menjadi penikmat seni.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan