Polisi menjaga aksi teatrikal dari berbagai kelompok masyarakat yang mewarnai gedung KPK seiring kasus yang menjerat pimpinan lembaga Polri dan KPK. (ANTARA/Fanny Octavianus).
Polisi menjaga aksi teatrikal dari berbagai kelompok masyarakat yang mewarnai gedung KPK seiring kasus yang menjerat pimpinan lembaga Polri dan KPK. (ANTARA/Fanny Octavianus).

Lika-liku Penetapan Tersangka Korupsi di Kepolisian

Medcom Files
M Rodhi Aulia • 23 Juli 2019 16:19
AWAL Februari lalu, Staf Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menyoroti tren penindakan kasus korupsi yang menurun pada 2018. Termasuk di tubuh kepolisian.
 
ICW mencatat pada 2018, kepolisian mengusut sebanyak 162 kasus dengan jumlah tersangka 337 orang. Sementara pada tahun sebelumnya, terdapat 216 kasus dengan 436 tersangka.
 
"Rata-rata kasus korupsi yang ditangani oleh kepolisian per bulan yakni 14 kasus," kata Wana di Jakarta, Kamis 7 Februari 2019.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Menurut Wana, penindakan kasus korupsi di tubuh kepolisian sangat jomplang dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya di tahun yang sama, pada 2018, KPK mengusut sebanyak 57 kasus dengan 261 tersangka. KPK hanya memiliki satu kantor di seluruh wilayah Indonesia. Sementara total kantor kepolisian yang tersebar di seluruh wilayah sebanyak 535 unit kantor.
 
"Artinya ada sejumlah (kantor) kepolisian yang diduga tidak menangani kasus korupsi," ujar Wana.
 
Kala itu Wana menduga terbatasnya jumlah anggaran dan faktor sumber daya manusia (SDM) penyidik. Para penyidik tertentu dinilai kesulitan dalam membuktikan tindak pidana korupsi sehingga berdampak pada jumlah kasus dan tersangka yang diungkap.
 

Lika-liku Penetapan Tersangka Korupsi di Kepolisian
Staf Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah . (MI/Adam Dwi).
 

Pengakuan

Dugaan Wana awal Februari lalu lambat laun menemukan titik terang. Di samping jumlah kasus dan pengungkapan tersangka yang belum maksimal, juga terkendala soal pelaku kajahatan korupsi yang memiliki jabatan stategis.
 
Kepolisian dinilai masih minim menindak aktor kelas atas. Seperti kepala daerah atau anggota legislatif. Hal itu tampak dari komposisi aktor yang disidik kepolisian sepanjang 2018.
 
Mereka terdiri dari aparatur sipil negara (ASN) sebanyak 127 orang, kepala desa 55 orang dan pihak swasta 62 orang. Fokus penindakan kepolisian masih sebatas tataran aktor tingkat pelaksana di proyek pemerintahan.
 
Sementara aktor utama kasus korupsi belum dapat dibongkar. ICW mendesak kepolisian lebih giat menggali barang bukti guna membongkar sebuah kasus. Apabila terdapat kesulitan maka langkah untuk menawarkan justice collaborator kepada tersangka dapat menjadi opsi.
 
Kasubdit II Dittipidkor Bareskrim Polri Kombes Pol Sigit Widodo mengakui pihaknya mengalami kendala terkait kemampuan penyidiknya dalam mengusut kasus korupsi. Terutama penyidik di tingkat wilayah.
 
"Kami sampaikan sangat banyak. 'Pak kami mau menetapkan tersangka bupati, Pak kami mau menetapkan tersangka dirut BUMN ini'. Eh gelar (perkara) dulu. Ternyata salah. Karena mereka tidak memahami ruh sesungguhnya persoalan itu (kasus)," kata Sigit dalam paparannya di seminar dengan tema "Memetakan Makna Risiko Bisnis dan Risiko Kerugian Negara di Bidang Migas di Kantor BPK, Jakarta, Senin 22 Juli 2019.
 

Lika-liku Penetapan Tersangka Korupsi di Kepolisian
Kasubdit II Dittipidkor Bareskrim Polri Kombes Pol Sigit Widodo dalam paparannya di seminar dengan tema "Memetakan Makna Risiko Bisnis dan Risiko Kerugian Negara di Bidang Migas di Kantor BPK, Jakarta, Senin 22 Juli 2019. (Medcom/M Rodhi Aulia).
 

Menurut Sigit, pihaknya tidak ingin gegabah dalam mengusut kasus korupsi. Setiap penyidik, kata dia, harus mampu mengumpulkan semua keterangan, alat bukti baik materiil maupun formil dalam menilai suatu kasus yang terindikasi pidana korupsi.
 
Dari semua itu, akan dinilai apakah ada niat jahat dan sekaligus kesengajaan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Keterangan ahli pun, menjadi salah satu pertimbangan sangat penting, sebelum penyidik mengambil kesimpulan atas kasus tersebut.
 
Sigit mencontohkan seorang pejabat tinggi ketika meneken dokumen, yang belakangan ternyata bermasalah secara hukum. Pihaknya tidak bisa serta-merta menetapkan pejabat tinggi itu terlibat.
 
Rangkaian kegiatan demi kegiatan dalam satu peristiwa akan diteliti lebih serius. Apakah tindak pidana korupsi itu sengaja dilakukan oleh orang-orang di level tertentu saja, atau semua pihak terkait peristiwa itu. Atau malah peristiwa itu murni kelalaian belaka tanpa ada unsur korupsi sama sekali.
 
"Hanya saja, kami mengakui tidak memiliki kemampuan seperti itu. Terutama di wilayah. Kita sangat terbuka sekali, apabila bapak dan ibu sekalian bermasalah di wilayah, ditangani oleh Polda dan sebagainya, ada yang tidak pas, silakan komplain langsung ke Dittipikor Bareskrim," terang dia.
 
Sigit tidak sedang berbasa-basi. Dia menjanjikan jika ada aduan dari pihak terkait, maka pihaknya akan memanggil penyidik tersebut. Pihaknya akan menggelar perkara itu dan menilainya, apakah penetapan tersangka itu layak atau tidak.
 
"Makanya bapak dan ibu kalau dipanggil terkait kasus korupsi, jangan takut. Tapi kalau emang salah, ya perlu takut juga. Kalau salah, tidak ngaku pun tidak apa-apa. Kami malah berterima kasih karena tidak perlu lama-lama memeriksanya," tandas dia.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(WAN)
TERKAIT
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan