Ilustrasi: Medcom
Ilustrasi: Medcom

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri

Medcom Files quo vadis 212
M Rodhi Aulia • 25 Januari 2018 19:47

Siapa tak mengenal ‘212’, simbol gerakan massa yang sangat fenomenal di Jakarta pada 2 Desember 2016. Kini, 212 bak identitas kelompok yang semakin diperhitungkan di gelanggang politik Indonesia.


Jakarta: Dari unjuk rasa yang melibatkan jutaan orang di kawasan Monas itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) akhirnya diadili dan dipenjara.
 
Ahok dianggap telah melontarkan sepotong kalimat yang menistakan Islam di Kepulauan Seribu. Saat itu, jelang Pilkada DKI 2017, sang gubernur berupaya mengampanyekan dirinya. Ya. Ahok akan maju kembali sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
 
Alhasil, Ahok yang disebut-sebut sebagai calon terkuat dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, kalah. Pesaingnya, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, mendulang untung dari isu penistaan agama yang menjerat si petahana. Anies-Sandi pun memenangkan pemilu yang berlangsung dua putaran itu.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Sejak itulah 212 diperhitungkan di gelanggang politik. Para aktivisnya, yang hampir semua pemuka agama Islam, terbukti mampu memobilisasi jutaan massa. Bahkan berhasil mengubah suhu politik dalam sekejap, meski terkadang mendapat kritik; dianggap kendaraan politik, pula ‘menyenggol’ politik identitas. Kini, dengan pengaruhnya yang besar, 212 muncul bak identitas baru. Sejumlah organisasi mendadak bermunculan, mengatasnamakan gerakan massa terbesar di sepanjang sejarah Indonesia itu. Di antaranya ada Presidium Alumni (PA) 212, Garda 212, Koperasi Syariah 212, Partai Syariah 212, dan lain-lain.
 
Banyak harapan dari penyertaan identitas 212 itu. Paling tidak, bisa menanamkan semangat ‘bela Islam’ itu sendiri, dan sudah tentu melekatkan pengaruh besar dari aksi jutaan orang dua tahun silam. Ya. Jutaan orang yang terlibat secara langsung dalam demonstrasi tersebut, yang karib disebut ‘Alumni 212’.
 

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri
Aksi Bela Islam, 2 Desember 2016. (MI)
 

Eksis di tahun politik
 
Ahok sudah meringkuk di balik jeruji besi. Dia harus membayar lunas ucapannya yang dinilai 'sembrono'. Kendati demikian, tokoh-tokoh 212 tetap eksis. Bahkan mereka menginisiasi reuni alumni 212 pada 2 Desember 2017 lalu.
 
Reuni 212 itu sempat dipertanyakan sejumlah kalangan. Yang paling santer, Kapolri Tito Karnavian, yang menduga acara tersebut sarat kepentingan politik menjelang Pilkada 2018, juga Pileg dan Pilpres 2019.
 
Saat itu, massa dengan pakaian putih-putih kembali menyemut di Monas dan sekitarnya. Meski jumlahnya tidak sebanyak unjuk rasa di tahun 2016. Hitungan Polda Metro Jaya sekitar 30 ribu orang. Namun, Presidium Alumni 212 mengklaim reuni itu diikuti tiga juta orang.
 
Dalam waktu dekat, Presidium Alumni 212 akan menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas). "25-27 Januari 2018 di Cidurian, Puncak, Bogor, Jawa Barat," ucap anggota Dewan Pembina Presidium Alumni 212 Kapitra Ampera kepada Medcom.id, Kamis, 18 Januari 2018.
 
Mukernas tersebut, kata Kapitra, akan membahas sikap politik para ulama dan tokoh-tokoh alumni 212, serta simpatisannya. Sikap politik itu terkait Pilkada 2018, Pileg serta Pilpres 2019.
 
"Nanti akan diputuskan apa sikap politik para ulama," ujar Kapitra.
 

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri
Ketua Dewan Penasehat Presidium Alumni 212 Amien Rais berbicara dalam Kongres Nasional Alumni 212 di Wisma PHI, Cempaka Putih, Jakarta, 30 November 2017. (ANTARA)
 

Jalan sendiri-sendiri
 
Silang pendapat muncul di tengah tokoh-tokoh 212. Terutama saat mantan Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo mendirikan Garda 212.
 
Ihwal kemunculan Garda 212 ini, Kapitra mengatakan akan dibahas juga. Yang pasti, dia menegaskan Garda 212 bukan bagian dari Presidium Alumni 212.
 
"Garda ini siapa sih? Dulu tidak ada itu. Nanti kita lihat. Mungkin dibahas soal ini," ujarnya.
 
Pada sisi lain, Sambo pun membenarkan, organisasi barunya memang terpisah dari Presidium Alumni 212. Pula, Garda 212 menjadi cermin sikapnya beserta beberapa tokoh 212 lainnya dalam menghadapi tahun politik.
 
"Ini tidak ada urusannya dengan Presidium. Ini urusannya kerja 212 dan simpatisan 212. Semua berhak. Presidium urusannya lain, kita juga urusannya lain. Tidak ada hubungan," kata Sambo saat berbincang dengan kami, Jumat, 19 Januari 2018.
 
Garda 212, sambungnya, dibentuk sebagai wadah alumni dan simpatisan 212 yang ingin terjun ke dunia politik praktis. Garda 212 akan menghimpun sosok andal, lantas disalurkan ke partai politik yang selama ini dianggap sejalan dengan gerakan 212, yakni, Gerindra, PKS, PAN, dan PBB.
 
"Orang Presidium (Presidium Alumni 212) boleh saja mengajukan nama (caleg). Kalau dia memenuhi syarat kita terima. Tapi kalau dia enggak memenuhi syarat, kita tolak juga. Tidak ada urusan," tandas dia.
 

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri
Ansufri Idrus Sambo (Kanan) bersama Sekjen Garda 212 Hasri Sorimuda Harahap. (Medcom/Arga Sumantri)
 

Al-Khaththath dan La Nyalla
 
Belum lama, anggota Presidium Alumni 212 Muhammad Al-Khaththath mengutarakan kekecewaannya terhadap Partai Gerindra.
 
Partai besutan Prabowo Subianto itu dinilai tidak lagi sejalan dengan semangat 212 lantaran menolak mengusung La Nyalla Mattalitti sebagai calon Gubernur Jawa Timur di Pilkada mendatang.
 
Padahal, menurut Sekjen Forum Umat Islam (FUI) itu, La Nyalla adalah sosok yang direkomendasikan para ulama di jajaran alumni 212 kepada koalisi Partai Gerindra.
 
Surat rekomendasi dukungan kepada mantan Ketua Umum PSSI itu ditandatangani Muhammad Al Khaththath, Abdul Rasyid, dan Aru Seif Asadullah.
 

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri
Muhammad Al Khaththath, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) yang juga tokoh 212. (ANTARA)
 

Sayangnya Presidium Alumni 212 membantah klaim Al Khaththath melalui sebuah pernyataan resmi. Organisasi yang kini diketuai Slamet Maarif itu menyatakan tidak pernah menyodorkan nama tertentu kepada partai politik.
 
Tapi, Presidium Alumni 212 mengakui, organisasi tersebut sekadar mengimbau agar partai yang selama ini dianggap sejalan dengan gerakan 212, tidak berkoalisi dengan partai pendukung penoda agama. Tentu yang dimaksud adalah partai pendukung Ahok di masa Pilkada DKI Jakarta lalu.
 
Pernyataan resmi itu disampaikan Humas Presidium Alumni 212 Novel Bamukmin pada 13 januari 2018. Tertanda; Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif, Ketua Dewan Pembina Rizieq Shihab, juga Ketua Dewan Penasihat Amien Rais.
 

Saat Tokoh ‘212’ Jalan Sendiri-sendiri
La Nyalla Mattalitti. (ANTARA)
 

Demikian pula Sambo, dia menyayangkan sikap La Nyalla dan Al-Khaththath yang membawa-bawa nama alumni 212 dalam pernyataan kekecewaannya terhadap Gerindra.
 
Menurutnya, meski La Nyalla adalah alumni 212, kekecewaan itu adalah urusan pribadinya dengan Partai Gerindra atau Prabowo. Tidak ada kaitannya dengan 212.
 
Namun, Sambo membenarkan ihwal adanya rekomendasi untuk La Nyalla. “Itu kan tokoh 212 yang representatif. Kiai Rasyid, Khaththat, Pak Aru, itu mereka tokoh yang cukup terkenal,” ucapnya.
 
Soal ditolaknya La Nyalla oleh Gerindra, meski ada rekomendasi, kata Sambo, adalah wajar. “Saya pikir orang yang dicalonkan (La Nyalla) tidak sesuai kebutuhan, yang dinginkan partai.”

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(COK)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan