Aksi itu sebagai bentuk protes masyarakat pada wali kota yang dianggap gagal mengatasi persoalan sampah. Massa sengaja memaksa hidung sang pejabat juga ikut menghirup bau sampah yang busuk.
Pasalnya di berbagai sudut kota, pemandangan tumpukan sampah jamak terlihat. Terkesan ada pembiaran sehingga sampah itu terus menumpuk dan nyaris menutup jalan raya.
Pertengahan 2016, horor sampah sempat mencekam masyarakat Pekanbaru. Dalih pemerintah setempat saat itu karena petugas kebersihan dari pihak ketiga mogok kerja lantaran terlambat mendapatkan gajinya. Saking jengkelnya, masyarakat Pekanbaru sampai senekat itu memprotes pemerintahnya yang dinilai tidak cakap.

Pengendara roda dua melintas di dekat tumpukan sampah yang memadati badan jalan di Pekanbaru, Riau, Selasa (27/12/2016). (ANTARA FOTO/Rony Muharrman).
Baru-baru ini, persoalan sampah juga mengemuka hingga skala nasional. Terjadi perdebatan tidak langsung antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Berawal dari kunjungan kerja Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta ke Surabaya, Senin 29 Juli 2019. Tim DPRD DKI Jakarta yang diwakili Bestari Barus itu menemui Risma. Bestari menyampaikan soal anggaran pengelolaan sampah di Jakarta yang mencapai Rp3,7 triliun.
Risma saat itu kaget mendengar anggaran sefantastis itu. Risma membayangkan anggaran sebesar itu dapat maksimal mengatasi persoalan sampah di Ibu Kota. Sementara di Surabaya, anggarannya jauh lebih kecil. Namun persoalan sampah di Surabaya relatif lebih sukses.
Risma berinisiatif siap membantu Jakarta jika diminta. Terlebih jika TempatPengelolaan SampahTerpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, akan ditutup pada 2021.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kiri) membersihkan jalan dari sampah di kawasan Jembatan Merah, Surabaya Jawa Timur, Senin (18/7). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono).
TPST Bantargebang selama ini menjadi tempat pembuangan akhir sampah dari Ibu Kota. Rata-rata sampah yang diangkut mencapai 7.500 ton perhari.
Namun TPST Bantargebang seluas 108 hektare hanya mampu menampung volume sampah sebanyak 49 juta ton. Sementara hingga saat ini diperkirakan sampah yang tertampung sudah mencapai 40 juta ton.
Alhasil kapasitas TPST Bantargebang hanya menyisakan kurang lebih 9 juta ton. Sehingga dalam beberapa tahun lagi, TPST Bantargebang tidak lagi mampu menerima sampah ibu kota.
"Ini kan menakutkan (jika Bantargebang sampai tutup). 7.500 ton itu enggak sedikit loh sampah itu," kata Risma.

Sejumlah truk pengangkut sampah DKI Jakarta melintas di area Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, di Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto).
Risma mengaku dalam posisi diminta kesediaan oleh Tim DPRD DKI untuk membantu mengurusi persoalan sampah Ibu Kota. Tapi dia tak mau jika kesediaannya itu dianggap cawe-cawe kerjaan orang lain.
"Ditanya, 'Bu bagaimana kalau bantu?' Saya bilang, 'enggak apa-apa bantu'. Tapi jangan dipikir terus aku kepengin loh. Saya bilang begitu, karena ini menyedihkan betul kalau itu (masalah darurat sampah) terjadi," ujar Risma.
Saat kesediaan Risma ini sampai ke telinga Anies, secara tidak langsung Anies menolak pelibatan Risma dalam mengatasi sampah di Jakarta. Menurut Anies, urusan sampah di Jakarta, tanggung jawabnya.
Anies bilang, mengatasi persoalan sampah selama ini di Jakarta salah kaprah. Pasalnya paradigma yang dibangun sekadar memungut sampah, bukan mengelola sampah dari sumbernya langsung.
"Nanti ada pengurangan di sumber. Kami mau mengelola. Mengelola itu dari mulai sumbernya, sudah mulai ditata," kata Anies, Rabu 31 Juli 2019.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (MI/Rommy Pujianto).
Kamis 20 Desember 2018, Anies meresmikan pembangunan pengolah sampahintermediate treatment facility(ITF) di Sunter, Jakarta Utara. ITF ini didesain bisa mengolah sampah hingga 2.200 ton per hari.
Anies menargetkan ITF Sunter bisa digunakan pada 2022. Dia berharap pengolah sampah dapat efektif mengolah sampah di Jakarta. Apalagi TPST Bantargebang diprediksi kelebihan kapasitas pada 2021.
Pemprov DKItelah menganggarkan Rp750 miliar dalam APBDDKI2019 untuk pembangunan ITF. Tidak hanya di Sunter, Pemprov DKI juga akan membangun ITF di tiga lokasi lainnya. Rencananya di wilayah Cilincing, Jakarta Utara; Rawa Buaya, Jakarta Barat; dan wilayah Jakarta Selatan.
"Pesannya Pak Gubernur ke kami juga kalau bisa ITF kedua sampai empat itu bisa juga beroperasi di 2022," ujar Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswantosaat dihubungi, Rabu 31 Juli 2019.
Peran Masyarakat
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga pesimis persoalan sampah di Jakarta dapat tuntas dengan mengandalkan ITF saja. Menurut dia, persoalan sampah ampuh teratasi jika peran masyarakat tinggi.Artinya, masyarakat bisa dilibatkan dalam memilah sampah organik dan anorganik secara berjenjang. Mulai dari tingkat rumah tangga, RT/RW, kelurahan, kecamatan hingga kota dan provinsi.
Nirwono hakul yakin, sampah organik yang telah dipilah itu dapat langsung dijadikan kompos. Sampah organik itu tidak perlu repot-repot dibawa ke TPST Bantargebang atau ITF tersebut.
Kemudian sampah anorganik bisa disalurkan ke bank sampah. Syukur-syukur dapat didaur ulang dan menjadi barang yang bernilai ekonomis.
"Dan yang akan tersisa adalah sampah yang benar-benar tidak bisa diolah. Kira-kira sekitar 10 hingga 25 persen dan itulah yang diangkut secara berjenjang ke tempat pembuangan akhir," kata Nirwono kepada Medcom Files, Kamis 1 Agustus 2019.
.jpg)
Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga - foto: MI
Risma sendiri pernah mengatakan terkadang masyarakat tidak sadar bahwa permasalahan sampah ituselesai, hanya sekadar dibuang. Padahal tidak sesederhana itu.
"Kalau (sampah) tidak dikelola dengan benar, mohon maaf ya saya sampaikan, itu sangat berbahaya sekali. Bukan hanya kotor, tapi dampak besarnya adalah menimbulkan penyakit dan banjir," ujar Risma.
Nirwono mendesak pemerintah untuk menggerakkan masyarakat di setiap daerah dalam meningkatkan kesadaran memilah-milah sejak dari sumbernya. Bagi masyarakat atau daerah yang mau melakukannya dengan konsisten, akan dapat bonus atau insentif.
"Jika berhasil diberi bonus lagi. Sehingga ke depan, ada harapan Jakarta akan berkurang sampahnya secara signifikan," tandas Nirwono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News