Penyidik KPK Novel Baswedan. (MI/Rommy Pujianto).
Penyidik KPK Novel Baswedan. (MI/Rommy Pujianto).

Novel Baswedan Menang Banyak

Medcom Files novel baswedan
M Rodhi Aulia • 29 Juli 2019 16:30
PRESIDEN Joko Widodo menginstruksikan pengusutan kasus penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan selama tiga bulan. Jokowi mengorting tiga bulan permintaan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
 
Instruksi Jokowi itu keluar pada Jumat 19 Juli 2019. Setelah enam bulan sebelumnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus terkait gagal menemukan pelaku. Sementara Polri mulai bekerja efektif per 1 Agustus 2019.
 
Novel mesti menunggu lagi hingga kasus ini benar-benar terungkap. Ia sejatinya sudah menunggu lebih dari dua tahun dengan kondisi mata kiri tidak lagi berfungsi normal.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Sejumlah pihak yang mendukung pengusutan kasus ini tidak pernah diam. Mereka terus mendesak pihak berwenang serius membongkar pelaku penyiraman. Bahkan akhir pekan lalu, Amnesti International Indonesia (AII) resmi membawa kasus ini ke kongres Amerika Serikat dan sejumlah badan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). AII berharap kongres AS dan sejumlah badan di PBB ini dapat ikut menekan Pemerintah Indonesia.
 
Penuntasan kasus Novel yang terus tertunda ini menimbulkan spekulasi. Pihak-pihak tertentu diduga menjadikan kasus Novel ini sebagai martir.
 
Maksudnya, Novel semacam menjadi 'tumbal' di tengah dugaan konflik antara penyidik dari Polri dan non-Polri di tubuh KPK. Apalagi Novel telah menyebut oknum jenderal kepolisian ada di balik kasus ini.
 
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai spekulasi itu tak beralasan. Menurut dia, hubungan penyidik dari Polri dan non-Polri itu saat ini semakin membaik. Boyamin memiliki pandangan lain soal ini.
 
Pengusutan kasus yang terus tertunda ini justru menguntungkan Novel sebagai korban. Lebih-lebih bila kasus Novel ini tak pernah tuntas.
 
"Justru jika tidak ketemu pelaku penyiraman, maka Novel dapat kapital politik yang tentunya akan berguna untuk karier Novel," kata Boyamin kepada Medcom Files, Senin 29 Juli 2019.
 

Novel Baswedan <i>Menang Banyak</i>
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa).
 

Novel merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1998. Dia ditugaskan di KPK hingga 2007. Karir Novel sebagai penyidik di KPK, moncer. Tujuh tahun kemudian, ia diangkat sebagai penyidik tetap KPK pada 2014.
 
Seiring berjalannya waktu, Novel banyak dikenal publik. Apalagi ia juga turut langsung menangani kasus yang membetot perhatian ramai orang. Macam kasus korupsi KTP elektronik, kasus Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus Bupati Buol, dan kasus Wisma Atlet Hambalang.
 
Di tengah popularitasnya itu, Novel mendapatkan musibah. Bahkan Novel banyak disebut-sebut sebagai penyidik senior.
 
"Dengan kasus ini, malah Novel dapat nilai tambah," ujarnya.
 
Boyamin menegaskan pihak berwenang perlu berhati-hati mengungkap kasus ini. Jangan sampai, dengan waktu tiga bulan yang diberikan Presiden RI dan desakan dari publik, justru yang terungkap pelakunya salah orang alias tumbal belaka.
 
Boyamin berharap aparat tidak memaksakan diri. Ia khawatir jika ada pemaksaan sebagai upaya memenuhi harapan publik, kasus Dwi Sumaji alias Iwik, terjadi lagi. Iwik yang merupakan sopir perusahaan iklan ini mengaku dikorbankan polisi untuk membuat pengakuan palsu.
 
Dia dipaksa mengaku membunuh wartawan Bernas Yogyakarta Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin. Padahal, bukan Iwik pelakunya, dia jadi tumbal. Akhirnya, pengadilan memutuskan Iwik tidak bersalah dan kepolisian setempat dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp16,2 juta.
 
"Yang penting Polisi jangan sampai mencari tumbal untuk sekadar dianggap telah bekerja. Jika mampu ungkap maka harus bekuk pelakunya dengan bukti-bukti yang sangat kuat," tandas Bonyamin.
 
Sementara itu, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo ogah menanggapi isu dugaan Novel dijadikan martir oleh kelompok tertentu. Yudi juga tak menjawab anggapan Novel yang akan diuntungkan alias menang-banyak jika kasus ini semakin lama atau bahkan tidak pernah terungkap.
 
"Santai saja. Enggak usah ditanggapi," kata Yudi saat dikonfirmasi Medcom.id.
 

Novel Baswedan <i>Menang Banyak</i>
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kanan) dan Novel Baswedan (kiri). (ANTARA/Dhemas Reviyanto)
 

Dihubungi terpisah, Novel mengatakan dirinya tidak mengetahui terkait isu tersebut. Pula, dia tak ingin ada spekulasi liar terkait kasus yang menimpa dirinya.
 
"Sama sekali tidak pernah terpikir oleh saya," kata Novel, Senin Juli 2019.
 
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengaku pihaknya sudah bekerja sejak 11 April 2017 atau saat penyiraman itu terjadi. Polri juga sudah membentuk TGPF dan kembali membentuk tim teknis yang dipimpin Kabareskrim Komjen Idham Azis.
 
"Pada prinsipnya semua ini sedang berproses. Pemerintah dalam hal ini juga sangat concern terhadap peristiwa tersebut," kata Asep di Mabes Polri, Jumat 26 Juli 2019.
 

Novel Baswedan <i>Menang Banyak</i>
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta).
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(WAN)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan