Tim peneliti ini fokus pada dua aspek utama: "loss aversion" (kecenderungan untuk menghindari kerugian daripada mendapatkan keuntungan) dan "evidence accumulation" (pengumpulan bukti sebelum membuat keputusan). Mereka menggunakan kombinasi metode perilaku dan neuroimaging (pemindaian otak) untuk memahami bagaimana otak orang yang kecanduan video pendek merespons pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Tianjin Normal University, China, dan diterbitkan di jurnal NeuroImage pada Mei 2025 ini memberikan pemahaman mendalam tentang dampak neurologis dari konsumsi konten digital yang berlebihan.
Studi ini memiliki dua tujuan utama: pertama, untuk melihat apakah individu dengan gejala kecanduan video pendek (Short-Video Addiction/SVA) menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap kerugian dan cenderung lebih impulsif dalam mengambil keputusan. Kedua, untuk memahami mekanisme kognitif dan neural di balik fenomena ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, para peneliti menggunakan pendekatan komprehensif. Drift Diffusion Model (DDM) digunakan dalam analisis perilaku untuk mengukur proses pengambilan keputusan, termasuk kecepatan akumulasi bukti (drift rate) dan ambang keputusan. Ini membantu membedakan antara keputusan yang cepat dan impulsif dengan keputusan yang lebih hati-hati.
Sementara itu, fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging) digunakan untuk neuroimaging guna mengamati aktivitas otak partisipan saat melakukan tugas pengambilan keputusan berisiko. Selain itu, Inter-Subject Representational Similarity Analysis (IS-RSA) dipakai untuk menganalisis pola aktivasi otak yang serupa antar individu dengan gejala SVA. Partisipan studi ini adalah mahasiswa berusia 17-30 tahun yang merupakan pengguna aktif platform video pendek.
Pengambilan Keputusan yang Berbeda
Studi ini menunjukkan bahwa individu yang kecanduan scrolling video pendek memiliki pola pengambilan keputusan yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang tidak kecanduan. Mereka cenderung lebih cepat dalam mengambil keputusan, bahkan dengan informasi yang kurang.Rasa Takut Ketinggalan (FOMO) dan Loss Aversion
Salah satu penjelasan untuk perilaku ini adalah rasa takut ketinggalan (Fear of Missing Out - FOMO) terhadap konten baru. Ini memicu loss aversion yang lebih tinggi. Mereka merasa "rugi" jika tidak terus scroll karena khawatir melewatkan video yang menarik, yang pada akhirnya mendorong perilaku impulsif untuk terus mencari reward instan.Akumulasi Bukti yang Kurang
Otak mereka yang kecanduan video pendek tampak menunjukkan bahwa mereka membutuhkan akumulasi bukti (informasi) yang lebih sedikit sebelum membuat keputusan. Ini berarti mereka tidak memproses informasi secara mendalam atau mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang, melainkan cepat beralih ke opsi berikutnya. Hal ini sejalan dengan sifat feed video pendek yang serba cepat dan terus-menerus menyajikan konten baru.Perubahan pada Aktivitas Otak
Melalui neuroimaging, peneliti mengidentifikasi perbedaan dalam aktivitas area otak yang terkait dengan kontrol kognitif dan pengambilan keputusan pada individu yang kecanduan. Area yang berhubungan dengan impulsivitas mungkin menjadi lebih dominan, sementara area yang bertanggung jawab atas perencanaan dan kontrol diri mungkin kurang aktif.Mengapa Ini Penting?
Temuan ini memberikan wawasan penting tentang mekanisme neurologis di balik kecanduan scrolling video pendek dan dampaknya pada fungsi kognitif. Ini menunjukkan bahwa paparan terus-menerus terhadap konten yang sangat rewarding dan cepat berubah dapat membentuk kembali cara otak memproses informasi dan membuat keputusan, mendorong ke arah perilaku yang lebih impulsif.Studi ini juga membuka jalan bagi pengembangan intervensi yang lebih efektif untuk membantu individu yang berjuang dengan kecanduan scrolling video pendek, dengan fokus pada pelatihan kontrol impuls dan strategi pengambilan keputusan yang lebih sehat.
Penelitian ini memiliki implikasi besar. Ia menunjukkan kecanduan video pendek tidak hanya memengaruhi perhatian, tidur, atau kesehatan mental seperti depresi, tetapi juga secara fundamental mengubah cara otak mengevaluasi risiko dan imbalan. Perubahan ini dapat memperburuk perilaku adiktif dan menyoroti perlunya intervensi yang menargetkan jaringan kognitif dan motorik untuk mengurangi impulsivitas pada individu dengan SVA.
Penelitian ini sangat relevan mengingat popularitas masif platform seperti TikTok dan Instagram Reels, yang menawarkan konten singkat, menarik, dan dipersonalisasi oleh algoritma.
Konsumsi berlebihan konten semacam ini telah dikaitkan dengan gangguan perhatian dan penurunan performa akademik.
Menurut Qiang Wang, profesor psikologi di Tianjin Normal University, studi ini juga memperkuat pemahaman bahwa kecanduan digital, khususnya video pendek, memiliki kesamaan dengan kecanduan lain (misalnya, judi atau alkohol) dalam hal penurunan sensitivitas terhadap kerugian.
Meskipun demikian, studi ini memiliki keterbatasan karena bersifat cross-sectional, sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat. Diperlukan penelitian longitudinal untuk memahami perkembangan kecanduan dari waktu ke waktu.
Sampel yang terbatas pada mahasiswa juga berarti hasil ini mungkin tidak sepenuhnya mewakili populasi lain. Penelitian di masa depan diharapkan dapat mengeksplorasi intervensi berbasis neuroimaging atau pelatihan kognitif untuk mengurangi impulsivitas dan meningkatkan pengendalian diri pada individu dengan SVA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id