?TikTop Shop diklaim mampu melahirkan dan membesarkan 2 juta bisnis lokal. Metro TV
?TikTop Shop diklaim mampu melahirkan dan membesarkan 2 juta bisnis lokal. Metro TV

Polemik TikTok Shop, Harus Dilarang atau Diregulasi?

MetroTV • 18 September 2023 17:14
Jakart: Pemerintah berencana melarang TikTok Shop di Indonesia. Hal ini sebagai tindak lanjut revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang ketentuan perizinan usaha periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
 
Larangan ini diajukan sebagai respons terhadap keluhan dari UMKM yang tidak mampu bersaing dengan serbuan barang murah dari luar negeri melalui platform TikTok Shop. Kelompok usaha seperti industri kecantikan hingga fashion domestik juga merasakan dampak negatif dari serbuan produk murah tersebut.
 
Selain itu, izin operasional media sosial dan e-commerce juga berbeda. Perizinan sosial media diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, sementara izin e-commerce diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan.
 
Baca juga: Monopoli, TikTok Dilarang Jalankan Bisnis Medsos dan E-commerce Barengan

Head of Communication TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengeklaim bahwa hampir 2 juta bisnis lokal tumbuh dan berkembang berkat social commerce. Ia berpendapat bahwa memisahkan media sosial dan e-commerce akan menghambat inovasi serta merugikan pedagang dan konsumen Indonesia.

Perlu diregulasi, bukan dilarang

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memiliki pandangan yang berbeda. Dia menilai TikTok Shop seharusnya tak ditutup total.
“Sebenarnya tidak masalah selama memang menguntungkan dari sisi produsen UMKM lokal. jadi saya pribadi itu tidak akan dilarang. Saya tidak mendukung apabila sosial e-commerce ini dilarang sepenuhnya gitu,” ucap Nailul Huda dalam Zona Bisnis di Metro TV, Senin, 18 September 2023.
 
Nailul mendorong pemerintah untuk meregulasi agar aturan yang diterapkan di social commerce setara dengan aturan yang diterapkan di e-commerce. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap barang-barang impor yang dijual oleh penjual lokal.
 
Nailul mengestimasi bahwa sekitar 90 persen barang yang dijual adalah barang buatan luar negeri yang dijual dengan standar lokal. Hal ini dapat menggerus pendapatan dari produsen UMKM lokal.
 
Ia menyebut barang impor tersebut dikenakan biaya administrasi yang lebih tinggi atau tidak mendapatkan cashback, diskon, dan promo yang biasanya diberikan kepada barang buatan dalam negeri.
 
Saat ini, Indonesia belum memiliki aturan resmi yang mengatur penjualan barang produksi luar negeri di platform e-commerce. Sebagai akibatnya, banyak barang buatan China dan Vietnam dijual oleh penjual lokal tanpa terdeteksi di e-commerce. Situasi ini sangat merugikan bagi industri lokal di Jakarta karena harga produk impor sangat murah. (Atika Pusagawanti)
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(SUR)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif