Simbol "@" yang sederhana ini memiliki kisah panjang, penuh liku, yang membentang dari naskah-naskah biara abad pertengahan hingga gemerlap era digital.
Simbol @ diyakini berasal dari ligatur tulisan tangan yang menggabungkan huruf "a" dan "d" dalam bahasa Latin (ad, yang berarti "menuju" atau "pada").
Ligatur ini umum digunakan oleh para juru tulis (scribe) di Eropa pada abad pertengahan, termasuk oleh para biarawan yang sering bertugas menyalin naskah-naskah keagamaan, ilmiah, atau administratif di biara-biara.
Para biarawan, sebagai penutur bahasa Latin dan penyalin naskah, mungkin menggunakan ligatur ini dalam dokumen tertulis, terutama untuk keperluan akuntansi atau perdagangan, seperti mencatat jumlah barang (misalnya, "10 buah @ harga tertentu").
Namun, ini bukanlah praktik eksklusif biarawan, melainkan kebiasaan umum di antara para juru tulis pada masa itu.
Waktu berlalu, dan simbol "@" melangkah keluar dari biara menuju pasar-pasar ramai Eropa pada abad ke-15. Pedagang Spanyol dan Portugis, dengan buku catatan mereka, memakainya untuk urusan dagang.
"Lima apel @ dua koin," tulis mereka, artinya setiap apel dihargai dua koin. Simbol ini menjadi sahabat setia para pedagang, membantu mereka mencatat dengan cepat dan rapi.
Pada 1536, di pelabuhan Venesia yang sibuk, simbol "@" muncul dalam dokumen perdagangan.
Di sini, ia mewakili amphora, sebuah wadah besar untuk anggur atau minyak. Bentuknya yang unik membuatnya mudah dikenali, dan para pedagang dengan cepat mengadopsinya sebagai alat praktis untuk menghitung volume dan nilai.
Simbol "@" terus berkelana, melintasi batas-batas budaya dan bahasa. Di setiap negeri, ia mendapat nama baru: apestaart (ekor monyet) di Belanda, Klammeraffe (monyet klem) di Jerman, dan di Indonesia, kita menyebutnya "a keong" atau "a kring" karena bentuknya yang melingkar. Nama-nama ini mencerminkan pesona universal simbol ini, yang seolah menari-nari di antara budaya.
Masuk ke era modern, simbol "@" menemukan rumah baru di papan ketik mesin tik. Pada 1885, mesin tik Amerika pertama kali memasukkannya, sebuah anggukan pada kegunaannya dalam akuntansi dan perdagangan.
Simbol @ masuk ke dunia teknologi
Siapa sangka bahwa simbol kecil ini, yang awalnya membantu menghitung apel dan anggur, akan segera mengubah dunia teknologi?Pada tahun 1971, di sebuah ruangan penuh dengan komputer raksasa, seorang insinyur bernama Ray Tomlinson sedang merenung.
Ia bekerja pada ARPANET, jaringan komputer awal yang menjadi cikal bakal internet. Dia berusaha menciptakan cara agar pesan elektronik bisa dikirim dari satu pengguna ke pengguna lain di mesin yang berbeda.
Pada awalnya Tomlinson mencari simbol yang bisa memisahkan nama pengguna dari nama mesin. Ia kemudian tertarik dengan simbol "@" di papan ketik.
Simbol ini jarang digunakan, sudah ada di setiap papan ketik, dan memiliki makna "di" yang pas untuk menunjukkan lokasi pengguna di suatu mesin.
Dengan satu keputusan sederhana, Tomlinson menulis alamat email pertama: user@host.
Kata "user" adalah nama individu. Sedangkan kata"host" adalah komputer tempat mereka berada. Nah, simbol "@" menjadi jembatan yang menghubungkan keduanya, seperti kunci kecil yang membuka pintu komunikasi digital.
Di ruangan yang sama, Tomlinson mengirim email pertama menggunakan "@". Pesannya sederhana, mungkin hanya "QWERTYUIOP", rangkaian karakter acak yang diketik untuk menguji sistem.
Tapi momen itu magis seperti percikan api yang menyulut revolusi komunikasi.
ARPANET dengan cepat merangkul simbol "@". Para pengguna jaringan ini, yang sebagian besar adalah ilmuwan dan insinyur, melihat kejeniusan dalam kesederhanaan simbol itu.
Alamat email seperti tom@machine menjadi standar, dan "@" pun menjadi fondasi protokol email awal.
Ketika internet mulai tumbuh pada 1980-an, simbol "@" melaju bersama gelombang digital.
Era internet mendorong email menjadi alat komunikasi utama, menghubungkan orang-orang di seluruh dunia. Simbol "@" kini bukan lagi sekadar tanda dagang, melainkan lambang konektivitas global.
Pada 1990-an, ketika World Wide Web meledak, email menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital.
Alamat seperti nama@domain.com menjadi identitas virtual setiap orang, dan "@" adalah jantungnya. Simbol kecil ini, yang pernah menghiasi naskah biara, kini menghubungkan miliaran pesan setiap hari.
Namun, perjalanan "@" tidak berhenti di email. Di era media sosial, simbol ini menemukan kehidupan baru.
Semakin Berkembang di era media sosial
Di platform seperti Twitter (kini X), "@" digunakan untuk memanggil atau menyebut pengguna lain, seperti "@nama" untuk menarik perhatian seseorang. Logika yang sama, menunjukkan lokasi atau identitas, tetap hidup.Pada 2006, pengguna Twitter mulai menggunakan @ diikuti nama pengguna (misalnya, @username) untuk menyebut atau membalas seseorang secara langsung. Konvensi ini, yang dikenal sebagai "mention," diadopsi secara organik oleh komunitas pengguna sebelum menjadi fitur resmi platform.
Di Instagram simbol @ juga dipakai untuk simbol untuk memanggil teman ketika mengomentari sebuah status atau ketika melakukan posting di beranda. Cara ini dilakukan untuk melibatkan percakapan.
Penggunaannya di media sosial memperkuat posisi @ sebagai simbol interaktivitas, menghubungkan individu dengan audiens global dalam hitungan detik.
Simbol ini muncul dari naskah biara hingga layar ponsel, "@" telah menempuh perjalanan panjang, membuktikan bahwa hal-hal kecil bisa meninggalkan jejak besar. Simbol "@" terus hidup, menghubungkan kita semua dalam jaringan tak terlihat.
Dari pedagang Venesia hingga pengguna internet modern, simbol ini adalah pengingat bahwa bahkan goresan sederhana bisa mengubah dunia, satu pesan pada satu waktu.
Meski sederhana, pilihan Tomlinson akan "@" adalah keputusan monumental. Simbol ini memungkinkan sistem alamat yang universal, mudah dipahami, dan bebas dari batasan bahasa.
Tanpa "@", dunia email mungkin tidak akan seseragam dan seefisien sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News