Topik ini menjadi fokus dalam sesi kedua AiDEA Weeks 2025 bertajuk “How AI Impacts & Supercharge Creative Production”, yang digelar di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat, 7 November 2025.
Sesi tersebut menghadirkan Kevin Mahesa, Sr. Art Director Dentsu Creative, dan Brilian Fairiandi, CEO sekaligus Founder ImajiK, dengan Daniel Riswandi, fotografer dan pemilik Rizvisual Shutterstock ID, sebagai moderator.
AI Sebagai Partner untuk Memvalidasi Ide
Menurut Kevin Mahesa, AI telah menjadi alat bantu penting dalam mempercepat proses berpikir kreatif, khususnya di tahap eksplorasi ide dan validasi fakta. Ia menuturkan bahwa dalam praktiknya, AI bisa membantu memastikan gagasan yang muncul tetap relevan dan berdasar data.“Ketika membuat storytelling, kita bisa memanfaatkan dukungan AI. Misalnya dengan membawa ide atau data ke ChatGPT untuk menanyakan apakah fakta tersebut sudah benar atau belum. Itu sangat membantu saat menyusun sebuah campaign,” ujar Kevin.
Kevin mencontohkan proyek CSR yang pernah ia tangani di Dentsu Creative, yaitu mengubah koper bekas menjadi peredam suara untuk sekolah di Semarang. Dalam proses kreatifnya, AI digunakan untuk memvalidasi ide sebelum dipresentasikan ke klien.
"Identify problem itu memang harus berangkat dari manusianya dulu. Karena tanpa ada humannya, kita nggak tahu apa yang mau kita solve. Dari hal-hal yang kita nggak tahu, kita validate dan kita sharpen dengan menggunakan AI,” jelas Kevin.
Ia menegaskan, AI tidak bisa berdiri sendiri tanpa arahan yang jelas dari manusia.
“Yang punya ide, konsep, dan moodboard itu tetap orangnya. Tanpa manusia, AI nggak akan tahu harus bikin apa. AI cuma bisa menghasilkan sesuatu kalau kita tahu apa yang mau dibuat,” tambahnya.
AI Mempercepat Proses, Tapi Rasa Tetap dari Manusia
Sementara itu, Brilian Fairiandi, CEO ImajiK, menilai bahwa AI memang mempercepat workflow kreatif, tetapi hasil akhirnya tetap ditentukan oleh taste dan intuisi pembuatnya.
Ia mengungkapkan, karya yang dibuat dengan AI tetap membutuhkan visi dan alasan di balik penciptaannya.
“AI itu nggak mungkin sekali jadi, pun bisa standarnya tidak sesuai dengan standar kita,” ujar Brilian.
“Taste dan ilmu pengetahuan juga memengaruhi hasil. Kita perlu tetap being control dia (AI),” imbuhnya.
Brilian mencontohkan karya viralnya yang menggambarkan “Jakarta bersalju”. Ia menuturkan, ide itu berangkat dari keinginan pribadi untuk menghadirkan sensasi visual yang belum pernah ada di kota tersebut.
“Pengetahuan taste itu yang paling penting. Sekarang banyak yang bikin pakai AI tapi cuma kejar efeknya aja. Padahal ada ceritanya kenapa waktu itu bikin salju, karena aku pengen lihat salju tapi belum bisa,” ujarnya.
| Baca juga: AI Tidak Gantikan Manusia, Tapi Buka Peluang dan Cara Kerja Baru |
Kreativitas Tetap Dimulai dari Manusia
Sesi ini menutup dengan satu kesimpulan besar: AI hanyalah alat bantu, sedangkan ide, empati, dan visi tetap dimulai dari manusia. Moderator Daniel Riswandi menegaskan, AI adalah katalis untuk proses kreatif, bukan pengganti imajinasi manusia.“AI mempercepat proses kreatif kita, tapi tetap manusia yang jadi inisiator dan penentu arah ide,” ujar Daniel.
Melalui sesi ini, AiDEA Weeks 2025 menegaskan bahwa masa depan industri kreatif akan bergantung pada kemampuan manusia untuk berkolaborasi dengan teknologi, tanpa kehilangan sentuhan personal dan nilai kemanusiaannya.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id