Sesi pertama ini menampilkan Pandu Truhandito (Founder Madya.id), William Jakfar (Founder BelajarGPT), dan Andin Rahmana (Academic & Community Manager Purwadhika) sebagai narasumber utama.
Diskusi ini menyoroti bagaimana teknologi Kecerdasan Buatan (AI) menimbulkan dua sisi reaksi di masyarakat, antara kekhawatiran digantikan dan optimisme akan peluang baru, serta keterampilan yang wajib dimiliki agar tetap relevan.
Kunci Sukses di Era AI: Kolaborasi dan Problem-Solving
Para pembicara sepakat bahwa AI bukan hanya tentang penggunaan tools, tetapi tentang perubahan pola pikir dan pendekatan terhadap pekerjaan.Pandu Truhandito, Founder Madya.id, menyoroti pentingnya kemampuan dalam memberikan arahan yang tepat kepada AI. Ia menyebut AI sebagai situasi "treat or treat" yang membutuhkan pola pikir yang benar dari penggunanya.
"AI itu sebenarnya di treat or treat. Kita berasumsi bahwa AI mengerti maksud kita, padahal kita perlu ada berpikir lebih kritis. Apakah ini memang yang saya maksudkan, ataukah ini sebenarnya pengertian yang berbeda?"
Ia juga menekankan bahwa perusahaan saat ini tidak lagi melihat portfolio tanpa kaitan bisnis yang jelas.
"Perusahaan mencari portofolio yang bisa membuktikan bahwa kita bisa memakai (AI) dengan tepat dan hasilnya nyata. Karena kamu akan dibayar sebagai problem solver sendiri. Jangan jadi pengguna AI biasa, harus mengerti problem-nya yang bisa menghasilkan multiply effect, harus bisa mengimbangi AI ini agar hasilnya terlihat nyata," ujar Pandu.
William Jakfar, Founder BelajarGPT, menyarankan agar individu melihat AI sebagai kolaborasi, bukan delegasi. "Kita tuh suka menganggap AI kayak 'e-ball'. Kita kayak delegasi, kerjain ya, kerjain. Sedangkan menurut kami, kita harus pakai tuh kolaborasi. Kita harus lebih pintar dari AI. Karena kalau kita ngambil kita di atas AI, kitanya juga lebih terbaik dari AI," jelas William.
| Baca juga: AiDEA Weeks 2025: Dorong Pemahaman dan Kolaborasi di Era Baru Kecerdasan Buatan |
William juga menyebutkan bahwa kemampuan untuk menyusun pemikiran secara sistematis dan terstruktur (structuring thinking) adalah keahlian yang paling dibutuhkan di era AI, karena ini memungkinkan seseorang menyelesaikan masalah yang lebih besar.
Andin Rahmana, Academic & Community Manager Purwadhika, menyoroti rendahnya adopsi AI di industri umum Indonesia dan menekankan pentingnya beranjak dari real problem.
"Adopsi AI malah justru rendah banget di industri umumnya. PR kita adalah mengidentifikasi dulu nih, AI ini bisa masuk di mana dan bisa mempercepat proses apa. Jangan AI-nya dulu, tapi berangkat dulu dari real problem-nya dulu yang itu bisa dipercepatkan dengan AI sebagai multi player," kata Andin.
Ia menambahkan bahwa peran karyawan di masa depan tidak akan banyak berubah, namun harus mampu mengoptimalkan AI.
"Role-role (pekerjaan) ini harus bisa utilize AI sebagai advantage mereka, sehingga pekerjaan mereka jadi jauh lebih efisien. Cuman memang tadi jangan hanya ada di tataran penggunaan tools AI, tapi critical thinking with AI, strategic thinking with AI sampai problem solving," tegasnya.
Peluang Karir dan Skill Stacking
AI dianggap membuka peluang besar bagi mereka yang siap beradaptasi dan terus meningkatkan kompetensi.
Andin menjelaskan, future job yang dicari perusahaan adalah peran-peran yang sudah ada, namun enhanced dengan AI.
"Kalau saya digital marketer, misalnya ini ground-nya, terus saya tiba-tiba mau jadi engineer ya pasti agak jauh. Ya mungkin yang sekarang digital marketing aja, tapi gimana nih semua proses digital marketing-nya bisa enhance lebih advance dengan AI. Industri itu tetap membutuhkan role-role yang sama, belum ada yang role AI khusus, tapi role-role ini harus bisa utilize AI," jelas Andin.
William Jakfar menawarkan pendekatan "skill stacking” bagi para profesional yang ingin sukses.
"Lu gak harus jadi top 1%, lu bisa jadi top 24% aja. Jadi tumpuk, tumpuk aja skill stackers di situ. Misalnya ada orang yang bisa videografi, terus dia bisa belajar bisnis, bisa jualan, lalu bisa nambah investasi. Itu kan stackings skill yang orang lain buat jadi lebih unik," saran William.
Mengatasi Ketakutan dan Menarik Peluang
Pandu Truhandito juga membahas kesulitan yang dihadapi oleh freelancer dan UMKM. Menurutnya, masalah utama mereka adalah kurangnya pendalaman bisnis. Ia menyarankan agar mereka memanfaatkan AI untuk menemukan ide-ide peningkatan revenue.
"Tantangan kita kan sekarang semua orang pakai sama-sama AI. Cuma pakai AI-nya untuk apa? Kalau saya punya bisnis kayak gini, market saya kayak gini, give me 10 ideas how to generate more revenue," pungkas Pandu, seraya menyarankan untuk membiarkan AI memberikan ide-ide kreatif dan bisnis yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Sesi pertama AiDEA Weeks ini memberikan insight yang jelas bahwa di tengah disrupsi, adaptasi dan pengembangan critical thinking dengan bantuan AI adalah kunci untuk membuka sumber penghasilan dan peluang karir baru di masa depan.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id