Topik ini menjadi pembahasan yang menarik dalam sesi ketiga AIDEA WEEKS pekan kedua bertajuk “Music Meets Machine: AI in Music Industry”. Dalam sesi diskusi yang dipandu Shindu Alpito (Senior Music Journalist, Medcom) ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Noor Kamil (Musician Manager, A&R) dan Tuan Tigabelas (Hip Hop Artist & Producer).
Keduanya berbagi pandangan tentang bagaimana AI membantu, menantang, sekaligus memaksa musisi untuk menemukan kembali esensi kreatifitas mereka.
AI Mempercepat Produksi, Tapi ‘Rasa’ Tetap Harus Datang dari Artis
Sebagai manajer dan A&R yang terlibat langsung dalam proses kreatif musisi, Noor Kamil menilai AI sebagai alat yang mampu mempercepat workflow, khususnya dalam tahap awal produksi seperti songwriting dan demo.
“Produksi musik dengan AI itu seru dan sangat membantu. Tapi tetap ada sisi positif dan negatifnya. Dari proses kreatif terutama untuk demo, rasa dan pengalaman tetap harus datang dari artisnya sendiri,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa AI hanya berfungsi sebagai alat bantu, musisi tetap memegang kendali dalam penentuan kualitas karya.
“Harus ada critical thinking dari kita. Mau membuat lirik dengan prompt seperti apa pun, pada akhirnya kembali pada critical thinking kita, karena AI itu hanya asisten,” Tegas Noor Kamil.
Menurut Noor Kamil, AI dapat membantu merapikan notasi, memberikan referensi instrumen, hingga mempercepat tempo penggarapan demo yang sebelumnya bisa memakan waktu berhari-hari. Namun elemen artistik tidak boleh hilang.
| Baca juga: 6 Musik AI Ini Berhasil Menembus Tangga Lagu Billboard |
AI Membantu Kerangka Lagu, Tetapi Esensi Lagu Tetap dari Manusia
Senada dengan Noor Kamil, Tuan Tigabelas melihat AI sebagai alat yang bermanfaat untuk merancang struktur awal lagu.
“AI sangat membantu membentuk kerangka lagu, mulai dari tema hingga cerita. Tapi soal rasa, itu tetap berasal dari manusia. Karya itu pada dasarnya adalah transaksi rasa.”
Tuan Tigabelas menjelaskan bahwa dalam genre hip hop, penggunaan teknologi sebenarnya bukan hal baru. Sampling, DAW yang otomatis membuat ritme, hingga looping adalah bentuk awal dari AI.
Karena itu, ia menganggap AI bukan ancaman, selama AI diposisikan dengan benar.
“Manusia dan kebudayaannya akan selalu berjalan berbarengan. Sampai kapan pun manusia membutuhkan rasa itu. Kalau rasanya hilang, itu bukan musik namanya,” tambahnya.
Menurutnya, yang membuat lagu bisa menyentuh pendengar bukan sekadar struktur dan teknis, tetapi pengalaman personal yang ditanamkan musisi ke dalam karya.
AI sebagai Asisten, Bukan Pengganti Identitas Musik
Dalam diskusi, keduanya sepakat bahwa penggunaan AI tidak boleh menghilangkan identitas musisi. Noor Kamil menyoroti bahwa artisnya membutuhkan ruang kreativitas otentik yang tidak dapat digantikan mesin.
Sementara Tuan Tigabelas mengaku menggunakan AI untuk latihan atau kebutuhan kerja sama dengan brand, tetapi belum pernah memakainya untuk karya personal.
Baginya, AI terlalu “jelas” dan menghilangkan ruang interpretasi yang menjadi ciri khas seni.
“Akhirnya nanti di proses finalisasi, manusianya yang kasih rasa. Sampai hari ini, gue percaya bahwa karya adalah transaksi rasa,” tegasnya.
Tantangan Baru: Royalti, Hak Suara, dan Konten Musik Palsu
Diskusi juga menyinggung masalah baru yang timbul akibat kemudahan membuat musik menggunakan AI, misalnya konten musik palsu yang meniru suara serta gaya musisi tertentu.
Shindu menyoroti bahwa belum ada regulasi yang jelas terkait perlindungan suara artis di Indonesia. Hal ini membuat kasus pemalsuan suara semakin sulit dikontrol.
Noor Kamil menyebut fenomena ini sebagai sesuatu yang “menyesalkan”, terutama ketika suara dan gaya seorang artis bisa disalin tanpa izin.
Sementara Tuan Tigabelas menilai bahwa justru di era seperti ini, musisi harus semakin menonjolkan keotentikan.
“Authenticity itu yang nggak bisa direplikasi. AI nggak akan mikirin hal-hal kecil yang datang dari pengalaman hidup,” katanya.
Masa Depan: AI Hadir, Tapi Musik Tetap Butuh Manusia
Sesi ini menutup dengan satu kesimpulan kuat: AI dapat membantu proses kreatif, namun peran manusia tetap tak tergantikan.
AI mungkin mampu membuat beat, mengolah vokal, atau menulis lirik, tetapi hanya manusia yang dapat memberikan rasa, pengalaman, dan kejujuran emosional yang membuat musik menjadi berarti.
Di tengah kecepatan teknologi, kreativitas yang paling kuat tetap datang dari personalitas musisi itu sendiri.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id