Bukit Jamur Bengkayang berada di wilayah Desa Belangko. Jarak desa dari kota Bengkayang sekitar enam kilometer, yang menghabiskan waktu 15 menit perjalanan berkendaraan bermotor.
Penitipan kendaraan di rumah-rumah penduduk setempat.
Sebelum masuk kampung, traveler akan melewati jembatan cinta, satu jembatang gantung yang
membelah Sungai Sebalo yang penuh bebatuan. Sore hari, sekitar jembatan menjadi tempat nongkrong muda-mudi. Ada yang sekedar bermain air sungai atau pun mencuci kendaraan.
500 mdpl
Ketinggian Bukit Jamur Bengkayang hanya 500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Waktu yang dihabiskan untuk sampai ke puncak bukit paling lama dua hingga tiga jam. Jalur mendaki kebanyakan landai, hanya beberapa titik yang menanjak.Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Perjalanan mendaki pun tak membosankan. Traveler akan melewati rerimbunan hutan, menyeberangi aliran sungai kecil dan perkebunan penduduk. Bahkan, bila musim durian, traveler bisa berhenti sejenak melepas lelah di tengah perjalanan, sambil mencicip manisnya durian yang dijual oleh penduduk.
Karena, ada pondok-pondok kayu yang dibuat penduduk untuk tempat bermalam menunggu durian jatuh, sekaligus tempat menjajakan durian yang diperoleh kepada para traveler yang lewat.
Selimut kabut
Berdiri di atas awan. Para pendaki pasti sering merasakan kondisi seperti itu. Ketika berada di puncak di pagi hari, kabut tebal menggumpal yang menyelimuti perbukitan dan pegunungan, seperti awan lembut yang menyentuh kaki pendaki di luar tendanya.Seperti suguhan pemandangan di bukit jamur, ketika puncak bukit di sekitar menyembul sedikit
dikelilingi kabut pagi. Bahkan, tersemat julukan “negeri di atas awan” untuk Bukit Jamur Bengkayang.
Tak berlebihan memang. Saat pagi tiba, traveler akan melihat pemandangan menakjubkan dari pesona kabut, bak selimut putih yang menutupi permukaan bumi. Menikmati pagi di puncak bukit atau pegunungan merupakan ‘santapan’ jiwa yang mengenyangkan raga.

Bukit Jamur Bengkayang berada di wilayah Desa Belangko. (Foto:Arthurio Oktavianus Arthadiputra/Medcom.id)
Aroma pagi yang basah dari tanah dan pepohonan, ditambah sinar mentari yang menunjukkan diri secara perlahan dari balik bukit, bak menu termahal suguhan chef handal restoran ternama.
Pagi di bukit jamur yang sunyi itu ibarat mendengarkan nyanyian alam yang asri tentang suburnya pepohonan, lembutnya dekapan dingin kabut pagi, merdunya suara burung yang bernyanyi riang, ramahnya mentari yang memantul di permukaan bumi, dan hangatnya kebersamaan dalam secangkir kopi panas.
Letih, terjatuh di jalan, merayap di tanjakan, kedinginan dan tubuh tergores ranting pohon, semua terbayar dengan tawa saat pemandangan menakjubkan muncul di pagi hari. Pemandangan yang ‘mahal’ dan jarang ditemukan selain oleh para pendaki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)