Reynhard Sinaga didakwa tindakan pemerkosaan sebanyak 136 kali. Foto: BBC/Facebook
Reynhard Sinaga didakwa tindakan pemerkosaan sebanyak 136 kali. Foto: BBC/Facebook

Psikolog: Perasaan Tak Bersalah Reynhard Sinaga Perlu Digali

Rona Reynhard Sinaga
Sunnaholomi Halakrispen • 07 Januari 2020 15:27
Jakarta: Reynhard Sinaga, salah satu Warga Negara Indonesia yang tengah tinggal di Inggris, divonis hukuman seumur hidup di Inggris, usai memperkosa sekitar 190 pria.
 
Pihak kepolisian setempat menyatakan bahwa Reynhard terobsesi diri sendiri, angkuh, dan delusional.
 
Pernyataan tersebut diyakini sebagai sifat-sifat yang mendefinisikan pemerkosa berantai. Berdasarkan psikologi, diperhatikan dari berita yang tersebar bahwa Reynhard mengakui preferensi sexualnya terhadap sesama jenis atau yang biasa disebut dengan istilah gay.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Perlu diperiksa lebih lanjut mengenai hal ini. Apakah ada gangguan psikologis yang menyertai?" ujar Jane Cindy, M.Psi, Psi. selaku psikolog di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya kepada Medcom.id, Selasa, 7 Januari 2020.
 
Fakta bahwa Reynhard melakukan pemerkosaan terhadap laki-laki tanpa merasa bersalah, psikologinya tidak bisa diprediksi. Sebab, kata Jane, untuk menegakkan suatu diagnosa adanya gangguan perlu dilakukan pemeriksaan psikologis secara langsung.
 
"Perasaan tidak bersalah ini yang perlu digali lebih lanjut. Apakah sudah mengarah pada suatu gangguan psikologi atau tidak. Perlu assessment langsung secara psikologi," paparnya.
 
Sementara itu, pria berusia 36 tahun yang tengah menjadi perbincangan dunia saat ini merupakan mahasiswa untuk gelar PhD di bidang Geografi Manusia di Universitas Leed. Jane menyatakan, pendidikan yang tinggi memang tak menjadi jaminan seseorang berperilaku baik.
 
"Betul. Tidak ada jaminan. Pendidikan tinggi bukan berarti orang tersebut akan berperilaku baik. Demikian pula sebaliknya," jelasnya.
 
Namun, jika dipaparkan secara umum, orang yang memiliki preferensi seksual sesama jenis bahkan dengan banyaknya jumlah korban, memiliki sejumlah faktor psikologi. Salah satunya, dipengaruhi oleh kadar hormon.
 
"Kedekatan anak dan kualitas hubungan dengan sosok ayah dan apakah ada trauma masa lalu. Misal pernah jadi korban pelecehan seksual sesama jenis saat kecil," tuturnya.
 
Kemudian, ketika ada perencanaan, seperti membius dan memperkosa korban selama berulang kali, tetapi tidak merasa bersalah, umumnya memiliki kadar empati yang kurang. Lebih jelasnya lagi, perlu dilakukan pemeriksaan psikologi secara langsung kepada masing-masing pelaku.
 
"Lalu harus dilihat lagi apakah ini sudah masuk suatu gangguan atau tidak? Karena mirip seperti serial killer ya, hanya saja ini rape. Serial killer umumnya ada gangguan kepribadian antisosial atau yang umum dikenal sebagai psikopat," pungkas Jane.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(YDH)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif