(Foto: Dokumentasi)
(Foto: Dokumentasi)

Hamil Anggur yang Berujung Tumor Ganas

Rona true life story
Yatin Suleha • 07 Desember 2016 12:25
medcom.id, Jakarta: Febria Barita Silaen,  harus kehilangan rahimnya setelah dinyatakan menderita tumor ganas. Perempuan 35 tahun ini menuturkan kisahnya kepada Metrotvnews.com.
 
April lalu, tepatnya setelah pulang dari Lombok, ada yang berbeda dengan tubuh saya. Bagian perut terlihat sedikit menonjol. Rasanya, seperti hamil lagi.
 
Saya memeriksakan diri ke dokter fetomaternal, tempat saya rutin memeriksakan miom saya selama 2 tahun ini. Saat itu dokter menjelaskan bahwa kehamilan sudah memasuki usia 6 minggu. Sepintas, saya bahagia bukan kepalang karena Janet (7) akan memiliki adik. Berkah yang memang kami tunggu-tunggu.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Hamil Anggur yang Berujung Tumor GanasNamun, kebahagiaan itu tak lama. Beberapa detik kemudian dokter berkata bahwa, terlihat kondisi janin tidak
berkembang, bentuknya tidak bulat, tidak pula ditemukan denyut nadi. Kecewa dengan hasilnya, saya mencoba mencari pendapat dokter lainnya.
 
Mulai Perdarahan
 
Pemeriksaan transvaginal dilakukan lagi kali ini dengan dokter spesialis kandungan yang berbeda. Kesimpulannya sama, janin saya tidak berkembang. Karena masih terlalu dini untu mendiagnosa secara pasti kondisi saya, dokter hanya memberikan beberapa obat.
 
Tak lama sejak pemeriksaan, saya mulai mengalami perdarahan. Sarannya saya harus istirahat total. Jelang minggu ke-8, sepulang dari gereja ketika sedang bersantai, tiba-tiba terjadi perdarahan.
 
Saya tetap mencoba tenang mencoba tenang walaupun di dalam hati saya merasa sangat panik. Sambil membersihkan semua darah yang ada, saya cuma berpikir apakah ini yang namanya keguguran.
 
Namun, sedikit heran, kenapa tidak ada rasa sakit sama sekali. Saya mencoba menghubungi dokter yang ke-2. Sarannya, saya harus segera diperiksa.
 
Ternyata hasilnya bersih dan sudah tidak ada darah sama sekali. Walau begitu, tindakan kuret tetap dilaksanakan.
 
Kondisi Mulai Memburuk
 
Hamil Anggur yang Berujung Tumor GanasMemasuki bulan baru, saya menaruh harapan yang baru juga untuk memiliki anak ke-2 lagi. Mungkin saja kejadian kemarin itu belum rejeki saya. Saya menjalani hari-hari seperti biasa, dan tetap optimis. Tetapi harapan indah itu ternyata tidak bertahan lama setelah perdarahan terjadi lagi. Kali ini lebih hebat. Tiba-tiba darah keluar sebesar kepalan tangan orang dewasa sampai beberapa kali. Sebelumnya diawali dengan sakit yang luar biasa.
 
Bingung bukan kepalang, saya berkeras tetap menguatkan hati. Tidak terpintas hal negatif apa pun saat itu. Langkah saya, cuma 1 yaitu secepatnya menghubungi dokter. Karena harus menunggu waktu dokter tersebut praktik, saya harus menahan sakit sampai keesokan hari.
 
Saya pantang mengeluh di depan anak serta suami saya, Yulius Kristanto, 35. Saya berkata, "besok mau diperiksa lagi jadi jangan khawatir."
 
Setelah pemeriksaan transvaginal dilakukan, wajah dokter berubah jadi panik. "Ada jaringan lagi,” kata dokter. Saat itu juga dia menyarankan bahwa saya harus ke bagian onkologi-tempat perawatan kanker. Di tangannya terdapat hasil patologi terakhir. Ternyata saya mengalami Mola hidatidosa, hamil anggur yang mengarah ke tumor. Seperti tersambar petir di siang hari.
 
Rasanya saya tidak percaya. Perlahan dokter memberikan keterangan, bahwa akar tumornya tumbuh lagi setelah kuret dilakukan. Itu yang menyebabkan saya perdarahan lagi. Dokter
mengatakan bahwa kuret tidak bisa mencapai bagian bawah. Tatapan saya kosong, pikiran saya terbang ke mana-mana. Seketika itu juga dokter memberikan bantuan untuk mencarikan dokter onkologi, sekaligus membuatkan janji untuk saya.
 
Pengangkatan Rahim
 
Saat bertemu dengan dokter onkologi, dia menyarankan untuk melakukan kemoterapi, karena dikhawatirkan akan mengarah ke kanker. Saya mencoba menerima keadaan yang ada. Saat pulang, saya meyakinkan anak serta suami bahwa, tiada yang tidak mungkin di dunia ini.
 
Tuhan memberikan cobaan yang pasti bisa ditangani. Saya tetap tabah dan berpikir positif. Kemoterapi bukan akhir dunia saya, walau dokter sudah mengatakan hal terburuk dari semua ini saya bisa kehilangan rahim. Saya siap dengan pilihan yang terbaik dari yang terburuk.
 
Jadwal kemoterapi tahap 1 yang harus 5 kali dilakukan tanpa putus pun saya lakukan. Hari pertama kemoterapi sukses dilakukan. Saya pulang dengan penuh harap, bahwa saya masih akan menemani anak saya hingga dia lulus kuliah dan memiliki anak, dan tua bersama dengan suami saya. Hari berikutnya terjadi perdarahan lagi. Kali ini seusai pemeriksaan, dokter yang biasa memeriksa saya tertegun lesu.
 
Tanpa berkata sedikit pun, saya sudah bisa mengetahui bahwa hal buruk terjadi. Tangannya mengusap lembut paha saya. Dia mengatakan suatu kegawatan sudah terjadi. “Tumor sudah menjalar ke mana?mana sampai ke rahim," kata dokter.
 
Pikiran positif yang selama ini menguatkan saya, tiba-tiba saja memudar. Saya mengambil napas panjang. Saya mencoba tetap tegar dan meneruskan kemoterapi yang tidak boleh putus.
 
Setelah kemoterapi dilakukan, saya mengikuti saran untuk memeriksa ke fetomaternal dan kembali lagi ke dokter onkologi. Hasil yang sama saya dapatkan, 5 mm lagi tumor akan menembus rahim saya. Saat itu ibu saya ikut mendampingi.
 
Saya ingat, hari itu adalah kemoterapi ke-5. Dan jadwal kemoterapi saya hampir selesai. Malam harinya, kembali lagi perdarahan hebat terjadi. Darah segar bercampur gumpalan darah sebesar kepala bayi 3 kali terjadi. Ibu saya yang kala itu melihat kejadian histeris. Mata saya hampir gelap.
 
Segera saya dilarikan ke UGD oleh suami saya dan keluarga yang saat itu masih ada di rumah. Sikap optimis dan kuat yang selama ini saya tanamkan hilang seketika. Tubuh saya lemas. Saya hanya berdoa, saya masih ingin hidup.
 
Keesokan paginya dokter memberikan keputusan harus dilakukan operasi pengangkatan rahim. Beberapa jam sebelum operasi, pihak rumah sakit kehabisan darah golongan AB yang saya butuhkan. Saya hanya meminta Tuhan, kali ini bantu saya karena saya selalu percaya akan kekuatan?Nya. Setelah beberapa jam puasa, operasi pengangkatan rahim pun akhirnya dilakukan.
 
Hasil patologi seusai operasi saya dapatkan, bahwa saya mengalami hamil anggur Mola hidatidosa yang menjadi PTG, yaitu penyakit trofoblas ganas yang jika tidak ditangani akan menjadi kanker. Saya juga disarankan untuk terus melakukan kemoterapi kembali untuk mencegah akan adanya pertumbuhan tumor lagi sampai paling tidak 6 bulan ke depan.
Dan sampai dapat dipastikan bahwa sudah tidak ada lagi sel kanker di dalam tubuh saya.
 
Dukungan Sesama Kanker
 
Belum lama ini, seorang teman memperkenalkan saya dengan Grup Pejuang Kanker, komunitas berbagai tumor serta kanker. Sebuah komunitas yang saling memberikan dukungan moral yang luar biasa. Kami bertukar pengalaman serta tip tentang apa yang sebaiknya kami lakukan. Di komunitas ini juga semua saling membukakan mata bahwa tetap kita harus bersyukur atas apa yang terjadi.
 
Bahwa saya juga tetap harus bersyukur karena telah dikaruniai Janet.
 
Mengenal Mola Hidatidosa
 
Mola hidatidosa atau hamil anggur adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang
 
terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin. Sedangkan PTG, atau penyakit trofoblas ganas adalah salah satu penyakit yang timbul pada wanita dan berhubungan erat dengan kehamilan.
 
Angkanya lebih tinggi terjadi pada wanita yang pernah mengalami hamil anggur, dan wanita diatas 35 tahun. PTG terjadi bila jaringan mola yang merupakan jaringan abnormal tetap berada dalam rahim dan tumbuh dalam badan rahim dan menyebar seperti sel kanker.
 
Beberapa risiko terjadinya PTG, antara lain usia diatas 35 tahun, memiliki riwayat hamil mola, riwayat hamil mola pada keluarga, kekurangan vitamin A, dan riwayat kehamilan yang sering.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(DEV)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif