Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, Theresia M. B. Saik mengungkapkan bahwa salah satu penyebab mengapa penyakit tersebut sulit diberantas adalah karena tingkat kekambuhan yang tinggi. Mengapa demikian?
"Malaria sering kambuh karena penderita kurang patuh pada aturan minum obat, mereka tidak mau menghabiskan semua obat yang diberikan," jawabnya dalam kunjungan media massa di Kabupaten Belu, Kamis 4 April 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

(Baca juga: Berantas Malaria, Pemakaian Kelambu Masal Dilakuakan Sejak 2014 di NTT)
Ia menjelaskan, kebanyakan masyarakat yang menderita malaria langsung menghentikan pemakaian obat jika salah satu gejala, terutama demam, sudah hilang.
"Biasanya kalau demam sudah hilang di hari pertama, mereka akan berhenti memakai obat. Jika demam lagi, baru minum obat lagi. Kalau begitu, malah terjadi resisitensi," tambah Sipri Mali selaku Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Kabupaten Belu pada kesempatan yang sama.
Padahal, jenis obat yang digunakan saat ini, yaitu D-Artepp juga memiliki tingkat kekambuhan cukup rendah, minimal enam bulan setelah sembuh. Namun, bila tidak dihabiskan, obat ini bisa menimbulkan resistensi dalam tubuh.
Persentase kekambuhan malaria di Kabupaten Belu sendiri mencapai tiga persen. Melihat hal tersebut, Theresia mengungkapkan bahwa ada beberapa program kesehatan yang perlu semakin digencarkan.
"Penyuluhan perlu terus dilakukan supaya masyarakat tahu pentingnya tubuh yang sehat. Program pemerintah pusat seperti Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) juga terus dilakukan," tukas Theresia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)
