Meski sama-sama produk perbankan, namun keduanya sangat berbeda. Perbedaan paling signifikan adalah transaksinya.
KPR Syariah menerapkan prinsip/akad (murabahah) atau dengan akad lainnya. Pembiayaan rumah dengan metode syariah kian digemari saat ini.
Pasalnya, metode ini memberikan solusi pinjaman dana untuk membeli atau melakukan renovasi rumah dengan mengikuti syariat Islam sehingga menjadikannya bebas riba.
Salah satu keunggulannya adalah tidak ada pengenaan bunga sehingga cicilannya tetap sampai dengan berakhirnya masa angsuran KPR.
Dalam proses pengajuannya, KPR Syariah bisa didapatkan melalui bank syariah atau langsung melalui pengembang.
Sistem KPR Syariah
Hal utama yang menjadi aturan KPR Syariah adalah tidak ada perhitungan bunga dalam pembiayaan kredit rumah, melainkan skema jual beli dan bagi hasil.Selain itu, sesuai namanya, KPR Syariah juga tidak boleh ada unsur-unsur yang dilarang dalam agama Islam.
Kemudian, tambahan pada pengembalian (cicilan) dari dana pinjaman yang dikucurkan oleh bank tidak berupa atau berasal dari bunga pinjaman, namun berupa
1. Profit margin, ialah dalam hal akad yang dipakai adalah murabahah atau jual beli, di mana bank membeli rumah dari developer dan kemudian dijual kembali ke nasabah.
2. Jasa (ujrah/fee) membuatkan rumah, dalam jual beli ishtishna’ di mana nasabah minta dibuatkan rumah yang kemudian nasabah akan membayar fee untuk itu.
3. Biaya sewa, dalam akad Ijarah Muntahiyah bi Tamlik (sewa beli), di mana nasabah menyewa rumah dari bank dan kemudian di akhir masa sewa bank akan menjual atau menghibahkan rumah itu kepada nasabah.
4. Bagi hasil keuntungan, dalam akad Musyarakah Mutanaqishah di mana nasabah dan bank sharing modal untuk membeli rumah, namun sejalan dengan waktu, porsi kepemilikan bank diambil alih oleh nasabah, sehingga pada akhirnya kepemilikan penuh ada pada nasabah.