Sayangnya di perkotaan besar -bahkan hingga kota-kota satelitnya- yang ketersediaan lahannya sangat terbatas, rumah berhalaman luas merupakan 'barang mewah'. Sudah pasti harga jualnya tergolong di luar jangkauan rata-rata keluarga muda dan firt jobber.
"Sekarang ini mencari rumah dengan halaman luas di perkotaan susah, kalau ada harganya mahal," ungkap Sekjen Dirjen Penyediaan Perumahan Dadang Rukmana dalam talkshow bertajuk "Spirit of KPR -Growing with Millenials" di Hotel Kempinski Indonesia, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Tingginya harga lahan 'memaksa' warga perkotaan berkompromi dengan kriteria rumah idaman. Tinggal di hunian vertikal yang halamannya merupakan milik bersama, adalah pilihan paling realitis.
Memang rumah susun di kota besar, harganya relatif setara dengan rumah tapak berhalaman kecil di luar kota. Namun bila faktor jarak dan waktu tempuh juga dipertimbangkan, maka rumah tapak berhalaman kecil di luar kota terhitung lebih berbiaya tinggi.
Maka bila bertempat tinggal jauh di pinggiran kota-kota satelit bukan pilihan, maka rumah susun adalah pilihan masuk akal. Terutama rumah susun berkonsep transit oriented development (TOD) yang terintegrasi dengan sarana transportasi umum.
"Kita harus mengubah mindset dari hunia horizontal ke vertikal," sambung Dadang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News