Tantangan sektor properti tahun depan. Ilustrasi: Shutterstock
Tantangan sektor properti tahun depan. Ilustrasi: Shutterstock

Baru Pulih, Industri Properti Hadapi Tantangan Tahun Depan

Rizkie Fauzian • 15 Desember 2022 22:56
Jakarta: Setelah melewati masa pandemi selama lebih dari dua tahun, perekonomian Indonesia telah menunjukkan pemulihannya. Beberapa sektor mulai kembali pulih, salah satunya properti di Tanah Air.
 
Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan bahwa seiring dengan pulihnya perekonomian pascapandemi dan didukung oleh mobilitas masyarakat yang sudah kembali normal, maka tren pembelian properti kembali dilirik.
 
"Namun demikian, situasi pasar properti pada 2023 akan kembali menghadapi tantangan. Ancaman resesi dan kenaikan suku bunga global akan membuat penjual dan penyedia suplai hunian berhati-hati dalam membuat keputusan,” jelas Marine di Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022.
 
Penguatan dolar Amerika Serikat diperkirakan masih akan berlangsung lama karena kondisi makroekonomi masih dalam ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina serta kenaikan suku bunga federal Amerika Serikat.
 
Baca juga: Minat Masyarakat Beli Properti Naik Tahun Ini

"Dolar Amerika Serikat menguat tidak hanya terhadap Rupiah melainkan juga mata uang lainnya namun Rupiah jadi salah satu mata uang yang paling kuat bertahan dengan pelemahan yang relatif sedikit," ujarnya.
 
Menurut Marine, salah satu kunci kuatnya Rupiah adalah posisi Indonesia sebagai produsen komoditas khususnya terkait energi seperti batubara, gas, dan minyak nabati. Masalahnya, komoditas energi ini juga diperlukan dalam produksi bahan-bahan konstruksi bangunan seperti besi dan semen.
 
"Karena itu, para pengembang properti sudah mulai melaporkan dan mengeluhkan naiknya ongkos produksi yang berimbas pada kenaikan harga properti," ungkapnya.
 
Marine menambahkan bahwa kenaikan harga bahan konstruksi bangunan hanya salah satu faktor dalam kenaikan indeks harga properti. Setidaknya ada dua faktor lain yaitu pertama adalah permintaan terhadap properti juga meningkat selama tiga kuartal terakhir mengiringi pulihnya ekonomi dari pandemi dan selesainya beberapa infrastruktur yang memudahkan akses pemukiman.
 
Sedangkan faktor kedua pendorong kenaikan indeks harga properti adalah suku bunga perbankan. Kebijakan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di tingkat 3,5 persen selama 18 bulan hingga awal semester dua 2022 mendorong perbankan untuk ikut menurunkan suku bunga KPR dan KPA menjadi sekitar 7,7 persen secara rata-rata di tahun 2022 sehingga memudahkan mereka yang ingin membeli rumah.
 
“Dalam data terakhir yang kami himpun, suku bunga KPR per Oktober 2022 secara agregat masih belum mengalami kenaikan, walaupun tren penurunannya kemungkinan tidak akan berlanjut," ungkap Marine.
 
Suku bunga acuan BI7DRR mulai naik bertahap hingga mencapai 5.25 persen di bulan November 2022. Dampak kenaikan suku bunga BI terhadap rata-rata bunga KPR dan KPA sudah mulai terlihat di bulan Oktober 2022 setelah lebih dari satu tahun suku bunga hunian ada dalam tren menurun karena suku bunga acuan BI yang sempat berada di 3.5 persen selama 18 bulan berturut-turut.
 
Kenaikan suku bunga acuan ini juga tentu membuat pengembang properti sebagai usaha yang padat modal perlu mengantisipasi kenaikan cost of fund sehingga harga jual ke konsumen juga kemungkinan akan terpengaruh.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id



Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KIE)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan