Keberhasilan restorasi Sungai Cheonggyecheon memiliki efek riak yang mendunia. Proyek ini jadi referensi bagi banyak kota tentang memanfaatkan aset yang ada dengan tetap memperhatikan ekologi, kualitas lingkungan dan kelestarian kota.
Indonesia salah satu yang terinspirasi dengan proyek restorasi sungai Cheonggyecheon. Kali Besar di kawasan Kota Tua, Jakarta, disulap menjadi salah satu destinasi wisata bagi anggota kontingen Asian Games 2018 dan Asian Paragames 2018.

Wajah baru Sungai Badung yang kini jadi taman kota. Proyek revitalisasi sungai di Denpasar ini juga terinspirasi proyek Cheonggyecheon River. Antara Foto/Wira Suryantala
Sejarah Cheonggyecheon
Pekerjaan revitalisasi Sungai CheonggyecCheon berlangsung singkat, 2003 hingga 2005. Kawasan tersebut kini menjadi daya tarik para wisatawan lokal maupun asing. Tidak kurang 60 ribu orang berkunjung ke sana setiap harinya.
Pembangunan sungai 'beton' ini bukan tanpa perjuangan panjang. Sebelum diubah menjadi sebuah ruang terbuka untuk publik, sungai Cheonggyecheon merupakan sebuah pemukiman padat.
Sejak 600 tahun pada masa Dinasti Joseon berkuasa, kota Seoul yang dulu bernama Hanyang merupakan pusat pemerintahan. Saat itu, di kawasan ini masih mengandalkan pada transportasi air.
Setelah Perang Korea (1950 – 1953), Cheonggyecheon menjadi lokasi pemukiman kaum pendatang yang ingin mengadu nasib di ibu kota. Kondisi itu diperparah dengan banyaknya sampah dan limbah di sepanjang sungai yang menjadikan wajah kota Seoul semakin buruk.

Sebelumnya sungai yang membelah Seoul ini dimatikan dan diataskan dibangun jalan layang penghubung sisi utara dan selatan kota. MI/Ferdinand
Pada 1958, pemerintah kota Seoul merelokasi warga dan menutup sungai. Selama 20 tahun sungai Cheonggyecheon ditutup dan di atasnya dibangun jalan layang pertama di Korel Selatan.
Jalan layang Cheonggyecheon akhirnya rampung pada 1976 dengan panjang 5,6 kilometer dan lebar 15 meter. Pada masa ini, Seoul mulai memasuki masa industrialisasi.
Proses revitalisasi
Pada masa pemerintahan Wali Kota Lee Myung-bak, berjanji menghadirkan kembali sungai Cheonggyecheon sebagai kawasan hijau. Rencana tersebut dihujani penolakan karena dianggap sebagai pemborosan, hingga isu transportasi modern yang membutuhkan banyak jalan raya.
“Banyak ahli memperingatkan bahwa menghancurkan jalan raya akan menjadi bencana bagi lalu lintas kota. Para pemangku kepentingan takut proyek ini mengurangi pendapatan. Meskipun semakin sulit untuk membawa mobil ke pusat kota, tetapi itu menjadi tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki,” papar Kim Youngmin, asisten profesor di Departemen Lanskap dan Arsitektur Universitas Seoul.
baca juga: Berjibaku di Kali Item
Namun Lee bersikukuh. Dia tetap merobohkan jalan layang yang sudah dibangun selama hampir 20 tahun. Diyakinkannya bahwa proyek ini tidak mempercantik kota, namun sebagai pembangunan berkelanjutan yang akan meningkatkan citra Korea di seluruh dunia.
Revitalisasi diawali dengan membersihan air sungai. Diperlukan pembangunan stasiun-stasiun pemompaan untuk mengalirkan air dari Sungai Han karena air di daerah aliran Sungai Cheonggyecheon hampir kering.
Kemudian membuat ruang publik dan terbuka hjau, dibutuhkan sebuah taman linier dengan luas lahan sekitar 400 hektare. Sebuah jalan bagi pejalan kaki yang menghubungkan kedua sisi sungai dibangun. Ada 22 jembatan dibangun di atas sungai yang 7 di antaranya khusus bagi pejalan kaki.
Jembatan bersejarah Gwanggyo dan Supyogyo di lokasi tersebut kemudian direstorasi. Berbagai atraksi seni dan budaya seperti festival lampion dan menapaki tangga di jembatan Supyogyo dihidupkan kembali.
September 2005, aliran baru sungai Cheonggyecheon kembali dibuka dan dengan cepat menjadi primadona masyarakat Seoul. Dua tahun kemudian jalan layang disulap menjadi sebuah taman linear kontemporer yang multifungsi.

Warga dan wisatawan bersantai di salah satu kolong jembatan khusus pejalan kali. Kawasan khusus yang tertutup bagi kendaraan bermotor itu justru mendongkrak harga properti di sekitanya. Antara Foto/M Adimaja
Di malam hari, sepanjang CheonggyeCheon bermandikan lampu-lampu hias nan cantik. Semenjak petang hingga malam, banyak pengunjung yang datang untuk menikmati suasana di pinggir kali.
Lee Myung-bak juga membangun sebuah museum khusus tentang Cheonggyecheon. Terletak di pinggir aliran CheonggyeCheon, museum itu menyimpan semua catatan, gambar dan foto-foto CheonggyeCheon dari masa ke masa.
Untuk mengurangi kekhawatiran kemacetan lalu lintas, pemerintah berinvestasi dalam transportasi umum seperti busway. Arus lalu-lintas di area-area yang terkena dampak dan perubahan ditata ulang. Dampaknya kegiatan bisnis di area koridor Cheonggyecheon meningkat dan harga properti di kawasan tersebut meningkat dua kali lipat.
"Cheonggyecheon memberi jawaban atas perdebatan kontroversial dalam perencanaan kota. Antara mereka yang menekankan kota yang berorientasi pada kendaraan dan mereka yang percaya kota harus lebih ramah pejalan kaki," kata Kim Youngmin sebagaimana dikutip dari inhabitat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News