Pengamat properti Ali Tranghada menyatakan bahwa pajak tinggi justru akan menjadi biaya tinggi bagi pembeli, yang pada akhirnya akan memperberat bisnis properti secara keseluruhan.
“Di kota-kota luar negeri memang rumah memiliki pajak lebih tinggi daripada apartemen. Tapi di sana bergerak alami tidak tiba-tiba dinaikkan pajaknya,” kata CEO Indonesia Property Watch dikutip dari Antara, Kamis, 5 Juni 2025.
Daripada menaikkan pajak, ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif khusus untuk hunian vertikal atau rumah susun.
Ia menambahkan bahwa semakin rendah segmen hunian, seharusnya semakin banyak insentif yang diberikan. Menurutnya, ini merupakan peran pemerintah dalam menyediakan perumahan publik (public housing).
Baca juga: Ini Aturan soal Pajak Properti Mewah |
Menurutnya, kebijakan hunian saat ini sebaiknya dikaji ulang dengan baik dan mempertimbangkan dampak keseluruhannya.
“Kebijakan tambal sulam ini menjadi ajang coba-coba yang akan membingungkan dan mengganggu bisnis properti secara umum,” pungkasnya.
Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak tinggi pada pembangunan rumah tapak atau landed house. Tujuannya adalah mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun.
“Seluruh dunia sekarang ini tidak ada lagi landed house di perkotaan dan kita harus hentikan landed house di perkotaan karena kita sudah tidak punya tanah,” ujar Fahri.
Meski demikian, ia mengakui bahwa Indonesia belum memiliki kebiasaan atau tradisi tinggal di hunian vertikal, oleh karena itu, Kementerian PKP akan terus mengkampanyekan jenis hunian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News