Pasalnya letak Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menjadikan risiko terjadinya gempa bumi semakin tinggi dan bisa datang kapan saja.
Kepala Balai Bahan dan Struktur Bangunan Gedung (BBSBG) Kementerian PUPR Ferri Eka Putra, menyebutkan ada sejumlah kriteria yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah yang tahan bencana.
“Hal ini dimulai dengan memperhatikan bahan-bahan dan struktur yang akan digunakan saat membangun rumah,” jelas Ferri dikutip dari laman resmi UGM.
Baca juga: Tips Membangun Rumah 'Hijau' yang Ramah Lingkungan |
Ferri menuturkan salah satu kerusakan yang umum terjadi adalah kolom rumah yang ambruk dan dinding yang retak bahkan roboh. Hal ini biasanya disebabkan oleh proses konstruksi yang tidak sesuai dengan standar keamanan.
“Umumnya bangunan yang roboh ini disebabkan oleh dinding yang tidak ada penopangnya,” tambahnya.
Meski begitu, bangunan yang baik tidak selalu bangunan yang kokoh, tetapi bisa juga bangunan yang diizinkan untuk meredam kerusakan dan memberikan waktu bagi penghuninya untuk evakuasi.
Untuk itu, ia menganjurkan masyarakat yang ingin membangun rumah untuk mengecek kesesuaiannya dengan acuan pembangunan rumah sederhana yang aman yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2021.
“Untuk membangun, apalagi jika dalam dana yang tidak cukup fleksibel, pastikan dan utamakan fungsi dan strukturnya terlebih dahulu,” jelas dia.
Pakar gempa bumi dan struktur bangunan dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM Prof. Ir. Bambang Suhendro mengatakan proses terjadinya gempa bumi disebabkan oleh pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak terjadi dengan kekuatan yang beragam.
Adanya pergeseran atau patahan pada lempeng ini menyebabkan energi yang tersimpan kemudian lepas dan mengakibatkan munculnya getaran.
Baca juga: Begini Cara Buat Bangunan Tahan Gempa |
Menghadapi ancaman gempa bumi terhadap ketahanan bangunan rumah, masyarakat Indonesia sejak dahulu memiliki model arsitektur rumah dengan kearifan lokal yang aman dari bencana alam seperti gempa.
“Jika kita lihat, nenek moyang kita memiliki kearifan atau pengetahuan yang dapat dilihat dari gaya rumah-rumah adat di Indonesia, misalnya rumah adat Jawa dan Sumatera Barat,” ujar dia.
Menurut Bambang Suhendro, jenis-jenis bangunan ini sesuai dengan kondisi alam yang dihadapi oleh nenek moyang bangsa Indonesia saat itu. Misalnya, beberapa rumah adat seperti di Sulawesi dan Sumatera yang berongga pada bagian bawahnya didesain sedemikian rupa sebagai perlindungan saat ombak atau banjir menerpa.
Selain itu, fungsi kolong pada rumah adat itu dapat digunakan sebagai penyimpan hasil bumi atau mengikat hewan ternak yang dimiliki. “Untuk itu, kita perlu belajar dari kearifan lokal yang tersimpan di rumah adat untuk dikembangkan menjadi rumah yang siap dan tangguh menghadapi bencana alam,” ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News