Menurutnya, tanpa perbaikan di dua hal tersebut, sengketa akibat tumpang tindih penggunaan lahan akan terus berlanjut. Instruksi tersebut disampaikannya saat memberikan pidato pada acara talkshow Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP).
Nusron menekankan bahwa fungsi utama kementeriannya adalah menciptakan kepastian hukum, yang tidak mungkin terwujud jika produk utamanya justru menjadi biang masalah.
"Kita ingin ke depan, peta yang kita lahirkan ini menjadi sumber untuk menyelesaikan masalah, jangan sampai peta malah menjadi sumber masalah baru," ujar Nusron di Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Ia melihat akar dari sebagian besar sengketa lahan berasal dari data historis yang tidak akurat dan tumpang tindih. Ia menilai bahwasannya ini merupakan masalah kuno yang harus segera diselesaikan melalui transformasi digital.
"Sumber sejarah konflik pertanahan di indonesia itu, kalau tak klaim atas dokumen yuridis ya dokumen peta. Kalo di jakarta, tumpang tindih, satu bidang tanah, itu girik-nya bisa ada 6 atau 7," ungkap dia.
Baca juga: Hoaks! BPN Bantah Isu Tanah yang Belum Punya Sertifikat akan Diambil Negara |
Sebagai solusinya, Nusron mendorong percepatan transformasi sistem melalui program ILASPP yang dilengkapi dua pilar utama. Pilar pertama adalah peningkatan sistem informasi dan teknologi, yang meliputi penyederhanaan proses bisnis dan penguatan infrastruktur digital seperti kapasitas bandwidth dan keamanan siber.
Pilar kedua, yang menurutnya paling krusial, adalah memastikan keakuratan data yang dihasilkan oleh sumber daya manusia yang berintegritas. Hal ini semakin penting dengan adanya One Map Policy.
"Dengan adanya kebijakan ini, kita harus memastikan bahwa peta yang kita hasilkan akurat. Jika tidak akurat, maka dampaknya akan langsung berdampak pada penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)," jelas dia.
Terakhir, Nusron Wahid menjabarkan visi jangka panjangnya, dimana pencegahan sengketa di hulu menjadi tujuan utama. Ia yakin bahwa jika semua sistem dan produk sudah benar dari awal, maka penyelesaian sengketa di hilir tidak lagi diperlukan.
"Saya yakin kalau Sistem Pendaftaran Tanah (SPP), Standar Operasional Prosedur (SOP), Peta Bidang Tanah (PBT), dan Penetapan Hak Atas Tanah (PHT) sudah benar, maka sebetulnya tidak perlu lagi ada Direktorat Jenderal yang menangani sengketa dan perkara. Karena semua sudah dicegah di hulu," kata dia. (Sultan Rafly Dharmawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id