Padahal dana yang dikucurkan untuk membiayai penataan sangat besar. Terutama sumber daya manusia yang dikerahkan dalam pelaksaan proyeknya. Apa yang keliru?
"Mindset (pola pikir) warga juga perlu ditata," kata Kepala Seksi Perencanaan Kawasan Pemukiman, Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta, Ilman Basthian.
"Ada kecenderungan masyarakat jadi terlena saat semua dilayani dan dibiayai dengan dana besar oleh pemerintah atau yayasan sosial".
Kepada Medcom.id di gedung DPGP Jl Jatibaru Raya, Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2017), Ilham menyebut memperbaiki pola pikir warga setempat adalah yang tersulit. Ada faktor pendidikan, wawasan, budaya hingga mental dari orang per orang warga daerah yang ditata.
"Perlu pembinaan sosial untuk menumbuhkan tanggung jawab, serta pelatihan keterampilan agar masyarakat lebih mandiri. Jadi anggaran pemerintah tidak mubazir karena masyarakatnya lebih siap menerima perubahan," paparnya dia.
Penataan kawasan kumuh tidak terjadi serta merta. Prosesnya bertahap mulai studi penataan kawasan, pendampingan dan pelaksanaan penataan pemukiman kumuh, peningkatan peran serta masyarakat, pelepasan masyarakat dan evaluasi.
"Penataan pemukiman kumuh ini proses yang continue selama lima tahun, jadi setiap tahun dilakukan program secara bertahap dari studi awal, sampai pelaksanaan dan penarikan program," ujar Ilman.
Setelah penataan selesai, kelurahan setempat akan memantau keberlangsungan program sebagai koordinator lingkungan. Sehingga kawasan tak kembali kotor usai segala upaya selama lima tahun terakhir.
"Untuk menjaganya ada kelurahan yang memantau masyarakat. Tapi tetap mindset masyarakat penting supaya ada rasa memiliki dan sadar lingkungan," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News