medcom.id, Jayapura: Pengadilan terhadap 19 kepala distrik dan tokoh adat dengan dakwaan menghalangi Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Jayapura dinilai bukan wewenang PN Jayapura. Bahkan penetatapan status tersangka terhadap mereka oleh Polda Papua, sudah merupakan kesalahan prosedur.
"Kalau memang surat rekomendasi 19 kepala distrik yang dianggap sebagai pelanggaran pilkada, harusnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan polisi yang menjadikan mereka tersangka dan disidangkan di pengadilan negeri,” kata Ahmad Ali, anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Jumat (14/4/2017).
Hal ini disampaikannya usai menemui 19 kepala distrik (camat) dan tokoh adat usai sidang pertama kasus mereka digelar di PN Jayapura pada Rabu (13/4/2014). Di dalam pertemuan di Jayapura tersebut, Ahmad Ali berdialog langsung dengan para terdakwa untuk mengetahui alasan keputusan tidak menggelar PSU Pilkada Kab. Jayapura.
Berdasar hasil pertemuan tersebut, menurutnya permintaan Panwaslu Jayapura agar dilaksanakan PSU untuk Pilkada Kab. Jayapura justru janggal. “Kami tidak menemukan syarat PSU dipenuhi,” tegas Ahmad Ali.
jayapurakab.go.id
Politikus dari Partai NasDem ini juga mengkritisi tindakan Polda Papua saat menjemput paksa para tokoh adat dan 19 kepala distrik. Prosesnya yang mengerahkan polisi bersenjata ke rumah kepala distrik, penjemputan ke Jakarta dan penangkapan di bandara Sentani sangat berlebihan.
“Caranya tidak wajar, melukai rasa keadilan. Kepala distrik bukan teroris atau penjahat. Mereka hanya menyurati atasannya atas kondisi daerahnya,” tegas Ahmad Ali.
Dia memastikan kasus ini akan menjadi salah satu agenda rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Polri. “Saya bersama Komisi III DPR akan turun ke lapangan, melakukan penyelidikan dan investigasi," sambungnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ybDR7lPK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((LHE))