Jakarta: Sidang perselisihan hasil pemilu (PHP) Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) 2020 di
Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi terjadi kerumuman massa. Pemerintah diharapkan mampu mendeteksi situasi tersebut.
"Jadi antisipasi tersebut harus dilakukan termasuk juga aparat kepolisian," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada
Medcom.id, Minggu, 27 Desember 2020.
Kerumunan berpotensi terjadi bila ada mobilisasi massa. Calon kepala daerah yang mengajukan sengketa didorong tak memobilisasi massa.
"Jangan sampai tingkat ketaatan (
protokol kesehatan) yang sudah didapatkan saat pilkada itu terganggu ketika proses di MK," ujar dia.
Politikus NasDem ini mengingatkan pihak yang bersengketa menyerahkan proses persidangan pada hakim. Majelis hakim diyakini profesional dalam mengambil keputusan.
"MK akan memproses gugatan-gugatan tersebut, menyidangkan secara fair, dan profesional. Kita percayakan kepada MK," ujar Saan.
(Baca:
Banyaknya Gugatan ke MK Bukti Pelaksanaan Pilkada Belum Bersih)
Koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby meyakini kerumuman saat persidangan tak terjadi. Sebab, hanya pihak yang berkepentingan boleh berada di ruang persidangan.
Hal yang perlu diperhatikan ialah mengantisipasi kerumunan massa di area gedung. Pendukung calon kepala daerah berpotensi mengawal ke MK.
"Jangan sampai di dalam (gedung) mematuhi protokol kesehatan, tapi di luar ada pihak yang memobilisasi massa untuk aksi di luar. Itu yang penting diantisipasi dan bagaimana mitigasi baik dari kepolisian atau dari MK," ujar Alwan kepada Medcom.id.
MK dibanjiri 135 gugatan pilkada yang terdaftar per 23 Desember 2020. Angka ini diperkirakan masih bisa bertambah.
Sebanyak tujuh sengketa terkait pilkada gubernur dan wakil gubernur. Kemudian, 114 sengketa pilkada bupati dan wakil bupati serta 14 sengketa pilkada wali kota dan wakil wali kota.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))