Bogor: Semakin sore, hujan semakin deras. Namun, hal itu tak menyurutkan langkah pria berpakaian hitam dan berpeci itu masuk lebih dalam ke labirin gang. Beberapa warga menyapa saat kakinya menelusuri jalan setapak di Lebaksari RW 10, kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat.
Selang 10 menit dia sampai ke salah satu ruangan di daerah permukiman padat penduduk itu. Puluhan warga yang berkumpul kemudian bertepuk tangan dan menyalaminya.
Itu sepenggal keseharian calon wali kota Bogor Dedie A Rahim. Dedie dipercaya menjadi pendamping Bima Arya yang memutuskan 'bertarung' kembali di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor 2018.
Kesehariannya Dedie kali ini cukup kontras dengan pekerjaannya beberapa bulan silam. Dedie dahulu adalah pegawai di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jabatannya cukup mentereng, yakni Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK.
Wartawan
Medcom.id,
K Yudha Wirakusuma dan
Rizky Dewantara berkesempatan menggali alasan Dedie 'banting stir'. Berikut petikan wawancara dengan Dedie:
Apa yang membuat Kang Dedie mau menjadi calon wakil wali kota mendampingi Bima Arya?
Saya hanya bisa cerita bahwa ini adalah keajaiban. Karena saya tidak pernah memikirkan jadi calon wakil wali kota Bogor. Saya dihubungi Kang Bima, kemudian saya memutuskan mundur dari KPK.
Bagaimana prosesnya sampai benar-benar resmi jadi pendamping Bima Arya?
Ya, ini keajaiban kedua. Intinya kita diberi kemudahan.
Kenapa mau berpasangan dengan Kang Bima?
Saya dengan Kang Bima itu punya
story yang panjang. Kakek saya dengan kakek Kang Bima bersahabat. Jadi bukan hubungan saudara, tapi bersahabat. Kakek kami sama-sama mengembangkan kesenian Sunda di Bogor. Meskipun kakeknya Kang Bima keturunan jawa, tapi beliau adalah tokoh kesenian Sunda di Bogor.
Dari situ Ibu dan Bapak kami bersahabat. Ya, saudara-saudara kami jadi saling
nyambung. Kalau ditanya soal hubungan, zaman saya kecil di Kota Bogor itu penduduknya cuma 250 ribu, satu sama lain itu rata-rata kenal, begitu.
Artinya sudah lama kenal Bima Arya?
Secara profesional saya tidak berhubungan terus dengan Kang Bima. Saya di KPK, Kang Bima meniti karier politik di parpol dan menjadi pengamat politik. Beliau juga sebagai sempat jadi dosen. Setelah itu baru menjadi wali kota. Pertemuan kami saat itu masih dalam konteks kedinasan, jadi jarang sekali bertemu di luar kedinasan. Kalau digabungkan dengan cerita tadi, memang jadi agak rumit.
Apa alasan menerima pinangan Bima Arya?
Bahasa rasionalnya, kenapa saya menerima, ya, itu tadi karena memang sebagai warga Bogor. Dari kecil di Bogor, besar di Bogor, punya histori di Bogor, dan menginginkan Kota Bogor dibangun lebih baik lagi. Saya juga tertantang menuntaskan program-program yang sudah dilaksanakan Kang Bima.
Bagaimana tanggapan keluarga?
Ini kan tantangannya ya, keluarga sudah melihat saya berkarier dari KPK berdiri. Mereka menganggap saya pensiun di KPK. Lambat laun mereka paham. Ini kan sebuah proses yang memang mungkin menjadi pilihan saya untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, meskipun awalnya ada pertanyaan juga, tapi akhirnya mendukung.
Ada perbedaaan saat di KPK dengan status sekarang?
Ini pertanyaan sulit. Jadi ini medannya berbeda dan pemerintah daerah adalah institusi yang kalau mau dijadikan ladang pahala, problemnya lebih rumit.
Sekarang kan sudah tak bekerja di KPK, bagaimana memenuhi biaya sehari-hari?
Kalau KPK pinter dan solid. Dari pertama saya masuk, gaji saya dipotong untuk modal tunjangan hari tua. Misalnya gaji Rp20 juta dipotong Rp4 juta, kemudian uang dikelola pihak ketiga. Saat saya keluar dari KPK, saya sudah mendapatkan tunjangan hari itu. Jadi, (uang) itu yang saya pakai. Di samping itu, keluarga juga berbisnis. Saya diwariskan oleh orang tua.
Apa gagasan yang Anda tawarkan untuk masyarakat Bogor?
Gagasan itu banyak. Kebetulan selama dua tahun di KPK, saya dipercaya menjadi
vocal point bagi United Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB untuk Pemberantasan Korupsi). Saya juga mengelola beberapa kegiatan antikorusi yang ada di bawah bendera G-20 dan APEC. Jadi, frekuensi saya melihat perekembangan dunia sangat tinggi. Kadang-kadang timbul pertanyaan, negara-negara Eropa, Asia, atau Amerika bisa mengelola kabersihan, kenapa kita tidak?
Secara garis besar saya ingin Kota Bogor menjadi kota yang layak dan bisa disejajarkan dengan kota lain di luar negeri. Dilihat dari tingkat kebersihannya, keteraturan, dan kesadaran masyarakatnya.
Secara spesifik seperti apa gagasan tersebut?
Masalah kemiskinan yang harus diperhatikan di Kota Bogor. Bogor sebagai kota penyangga Ibu Kota. Ada model masyarakat perkotaan, urban, dan tradisional. Ini harus kita coba kolaburasikan.
Lebih ingin Kota Bogor setara kota maju di dunia atau memperbaiki kesejahteraan warga?
Nah, makanya harus ada kombinasi. Ada dasar yang harus diperbaiki, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Kemudian membenahi fasilitas umum dan transportasi.
Pembangunan memang harus merata. Pertama dilakukan di pusat kota, kemudian mengenjot daerah pinggirannya.
Problemnya enggak gampang. APBD Kota Bogor kecil, hanya Rp2,2 triliun. Pendapatan asli daerah di bawah Rp1 triliun. Jadi, harus ada formulasi untuk mengejawantahkan konsep yang kita usung ini supaya secara teknis bisa terlaksana dengan biaya yang tercukupi.
Program konkretnya seperti apa?
Perlu ada kerja sama khusus dengan Pemerintah DKI Jakarta. Itu harus ada. Kalau perlu nanti kita cari formula supaya Pemerintah DKI bisa memberikan bantuan teknis kepada daerah penyangga. Karena, kalau mengandalkan APBD, kita terbatas.
Kedua, kita harus berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementrian Perhubungan, dan Kementerian Sosial. Jadi, tidak bisa semuanya menjadi tanggung jawab daerah. Misalnya, Kementerian PUPR bisa bantu apa di Bogor. Bisa bantu tidak (memperbaiki atau membangun) jalan baru dan
flyover?.
Ketiga, saya ingin melibatkan swasta. Swasta harus berpartisipasi dalam pembangunan. Saya ingin mencari terobosan ke arah sana. Jadi, jangan hanya mengandalkan pemerintah daerah dan pusat, tapi bagaimana swasta ikut mengentaskan kemiskinan. Peduli juga terhadap permasalahan sosial.
Pihak swasta sudah ada yang mau?
Untuk saat ini belum. Kalau gambarannya sudah ada, tapi tentu eksekusinya nanti. Sudah terbayang oleh kami berdua. Sudah ada diskusi ringan.
Bagaimana strategi pemenangan di pilwalkot nanti?
Pertama, kami bersyukur dari beberapa enam hingga tujuh partai yang mendukung kami, tidak ada satu pun yang mensyaratkan mahar. Kedua, Kang Bima yang merupakan
incumbent (petahana) umur belum genap 50 tahun, tapi sudah menjadi tokoh nasional. Dilihat dari beberpa survei, popularitas dan elektabilitasnya tinggi. Dengan modal-modal itu, kami berkeinginan memangkas biaya pilkada.
Coba lihat berapa foto saya di jalan, paling belasan. Bandingkan dengan calon lain yang mencapai ratusan bahkan ribuan. Kami lebih menekankan tatap muka, pertemuan dan langsung berdiskusi.
Kalkulasi politik, sudah menguasai berapa persen daerah di Kota Bogor?
Itu ada hitungan dari survei. Kang Bima misalnya, popularitasnya 70 persen. Saya mungkin minus. Makanya saya harus menggenjot pupularitas saya.
Alhamdulillah, media mau
cover.
Ke depan, kami berdua melakukan kampanye damai, santun, dan mengindari hal yang kontraproduktif. Mudah-mudahan dengan hal seperti itu kami mendapat dukungan dari masyarakt, karena kan kita sudah berkomitmen.
Kami juga akan menerapkan zona integritas seperti di KPK, yakni kota yang bebas korupsi. Konsep birokrasi di KPK akan kami terapkan di Kota Bogor.
Bagaimana Anda melihat keberhasilan Bima Arya selama memimpin Kota Bogor?
Sebagai orang Bogor, perubahan yang dilakukan Kang Bima untuk Kota Bogor cukup signifikan setelah berpuluh-puluh tahun stagnan. Di tangan Kang Bima banyak pembangunan fasilitas untuk masyarakat.
Namun, masyarakat tetap berharap lebih dari fasilitas yang ada. Seperti yang saya bilang, uangnya (APBD) enggak cukup, makanya perlu terobosan supaya semuanya terbangun.
Siapa lawan paling kuat?
Semua itu punya kekuatan dan kelemahan. Saya tidak menunjuk satu dua. Saya dan Kang Bima tidak boleh tidak serius. Tidak bisa main-main.
Jika terpilih, apa yang akan Anda lakukan untuk Kota Bogor lima tahun ke depan?
Saya ingin Kota Bogor sebagai kota percontohan. Pelayan publik harus terbaik. Harus terlihat ciri Bogor yang santun, bersih, dan tertib. Pelayanan publik dan insfrastruktur lebih baik lagi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((UWA))