Jakarta: Pemerintah mengkaji sanksi penerapan protokol kesehatan di daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) Serentak 2020. Di antaranya, menonaktifkan kepala daerah yang abai.
"(Dengan) menunjuk pejabat dari pusat sebagai pejabat sementara (pjs) kepala daerah," kata Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 September 2020.
Baca:
Langgar Aturan Pilkada, 51 Kepala Daerah 'Disemprot' Mendagri
Sanksi diterapkan bagi kepala daerah yang tidak bisa mengawasi penerapan protokol kesehatan dengan baik selama tahapan
pilkada berlangsung. Sehingga, penerapan protokol kesehatan tidak optimal.
"Atau melanggar protokol kesehatan secara signifikan di masa pilkada," ungkap dia
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga membuat sanksi untuk pasangan calon kepala daerah yang terbukti berulang kali melanggar protokol kesehatan. Salah satunya, menunda pelantikan.
"Penundaan pelantikan diusulkan berlangsung dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan," sebut dia.
Baca:
243 Bapaslon Langgar Protokol Kesehatan Pendaftaran Pilkada
Kemendagri melayangkan teguran kepada 51 kepala daerah. Daerah tersebut terbukti melanggar protokol kesehatan selama tahapan pendaftaran calon kepala daerah.
"Surat melalui Dirjen Otonomi Daerah (Otda), kepada kepala daerah terkait. Baik secara langsung kepada gubernur, maupun melalui perintah gubernur, kepada pelanggar. Baik bupati maupun wali kota yang tidak mematuhi aturan Pilkada 2020," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, dalam keterangan tertulis, Senin, 7 September 2020.
Mayoritas pelanggaran yakni pengerahan massa oleh petahana saat tahapan pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon). Beberapa kepala daerah yang ditegur tercatat maju kembali dalam Pilkada Serentak 2020.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SUR))