Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut
pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun ini bisa menyehatkan demokrasi jika tidak terjadi
suap. Masyarakat diminta berani menolak semua pemberian calon kepala daerah.
“Masyarakat harus memahami proses demokrasi yang sehat. Hal itu bisa dimulai dari masyarakat menolak praktik suap yang dilakukan calon pemimpin daerahnya masing-masing,” kata Wakil Ketua
KPK Alexander Marwata di Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2024.
Alex menjelaskan praktik suap memengaruhi proses demokrasi selama kepala daerah memimpin. Sebab, integritas mereka dinilai KPK sudah rusak jika dari awal pencalonan sudah ada transaksi panas.
Suap untuk meningkatkan suara calon kepala daerah juga bisa menjadi alasan untuk korupsi jika sudah menjabat. Modal yang kemahalan akan sulit dikembalikan jika hanya mengandalkan gaji dan tunjangan.
“Proses pilkada jadi hulu terjadinya korupsi. Itu bisa dilihat dari biaya politik yang mahal, kemudian ada upaya melakukan suap pada masyarakat, sehingga timbul rasa untuk mengembalikan modal politik dari calon kepala daerah dengan tindakan korupsi,” ujar Alex.
Partai politik juga diminta memastikan tidak ada suap menyuap dalam pencalonan jagoannya di pilkada. Menurut Alex, harus ada tes integritas sebelum para calon kepala daerah menawarkan diri menjadi pemimpin.
“Tapi seandainya partai politik melakukan fit and proper test lebih dulu untuk menghadirkan calon pemimpin berintegritas yang akan dipilih masyarakat, maka saya meyakini tidak akan fraud terjadi,” tutur Alex.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))