medcom.id, Jakarta: Namanya, Andi Analta Baso Amier. Tak banyak orang tahu, dia adalah kakak angkat Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama. Analta dan Ahok dipersatukan dalam ikatan persaudaraan karena kedekatan orang tua mereka: Andi Baso Amier dan Indra Tjahaja Purnama.
Keluarga Baso Amier, suadagar asal Bugis, muslim, sedangkan keluarga Indra non-muslim. Tapi, perbedaan keyakinan itu bukan hal bagi kedua keluarga. Mereka tetap rukun, sampai sekarang.
Analta mengenal betul Ahok. Sebab itu pula, meski berstatus sebagai kakak angkat, dia tak risih mencium tangan Ahok ketika keduanya bersua. "Bentuk keberkahan," kata Analta di teras depan markas pemenangan Ahok-Djarot, Jalan Borobudur Nomor 18, Jakarta Pusat, akhir pekan kemarin.
Analta pun tahu persis Ahok tegas. Berjiwa sosial tinggi. Dua karakter itu melakat pada Ahok karena rasa kagum Indra terhadap salah satu tokoh dari Bugis, Jenderal M. Yusuf, Menteri Pertahanan dan Keamanan periode 1978-1983.
Berikut penuturan lengkap pria 53 tahun itu seputar Ahok:
Bagaimana ceritanya Anda bisa berkerabat dengan Ahok?
Nama ayah saya, Andi Baso Amir. Andi itu gelar, Amir juga gelar,
family name. Bapaknya Ahok unik juga. Hampir tanpa nama, gelar semua.
Ceritanya, tahun ‘78 ayah Ahok (selanjutnya ditulis Indra-
Red.) sangat kagum dengan Jenderal M. Yusuf, Menteri Pertahanan dan Keamanan periode 1978-1983 dan Panglima ABRI. Indra kagum karena Jenderal Yusuf jujur, tegas, berani, dan bersih. Patriot yang mencintai bawahan. Tidak membeda-bedakan.
Karena kagum,
Indra mau lebih dekat dengan Jenderal Yusuf. Tapi, Jenderal Yusuf sibuk. Akhirnya, Indra lebih dekat dengan ayah saya. Bahkan, menurut ibu saya, Misribu Andi Baso Amier binti Acca, sekitar tahun ‘85, Indra dan ayah saya berikrar: `Kita saudara dunia akhirat`.
Sambil saling menimpakan tangan, mereka juga berkata, "Anak ku anak mu, anak mu anak ku."
Indra dan ayah saya punya
chemistry. Punya jiwa sosial tinggi dan humanis. Karakter keduanya melekat ke Ahok, tapi karakter Indra dominan. Soal Ahok tegas, jujur, itu (karena Indra kagum kepada) Jenderal Yusuf. Dia gembleng ke anaknya.
Lalu?
Kami saling mengunjungi. Ada pula masa di mana Ahok tinggal di rumah saya. Urusan pindah KTP Ahok dari Belitung ke Jakarta saja saya yang urus.
Tahun 90-an, ayah saya meninggal. 1,5 tahun kemudian, Indra datang ke kantor saya untuk menitipkan Ahok. Saya disuruh menggembleng Ahok. Tiga bulan magang, saya buatkan perusahaan untuk Ahok.
Alhamdulillah berkah, perusahaannya maju, dan jadi modal dia jadi bupati.
Apa peran Indra untuk Ahok dipemilihan bupati Belitung Timur?
Paling mengharukan, Indra sangat sosial. Kalau dapat duit sekarung dari timah, sampai rumah paling (tersisa) dua gepok. Yang lain dibagi-bagi. Indra punya kepedulian detil, tanpa batas faktor agama.
Jadi, saat Ahok mau jadi bupati, `tanaman` (dari) ayahnya sudah banyak. Indra kalau membantu orang, kalau pas lagi enggak ada duit, dia enggak mau nyerah. Dia pergi pinjam duit untuk orang yang butuh duit itu.
Saya dari muda intens berhubungan dengan Indra. Kalau 10 jam duduk sama beliau, selama itu pula Indra
ngoceh tentang keadaan administrasi negara. Sampai-sampai saya
ngebatin, Indra orang yang punya ilmu, tapi enggak punya daya apa-apa.
Saya semula menyeting Ahok jadi konglomerat, tapi ayahnya memotivasi: kalau mau bantu orang banyak, masuk ke pemerintahan. Di pemerintahan bisa bantu ratusan ribu orang, bahkan jutaan. Jadi, saya melihat Ahok sekarang adalah perwujudan ayahnya. Semangat dan motivasi ayahnya semua ada di Ahok.
Termasuk pantangan `memakan` duit rakyat?
Kalau soal (Ahok) bersih, itu sudah tanaman. Ahok besar bukan karena uang haram. Banyak orang tidak tahu, Ahok itu sangat humanis. Perhatian. Waktu di Belitung, ada orang buta tinggal sendirian. Apa-apa sendiri. Ahok rajin menengok orang itu. Orang buta itu sampai hapal, kalau pintu rumahnya diketok dia langsung bilang ‘Ahok ya?’
Ya, begitu Ahok. Dia enggak mau mengekspos sikap sosialnya. Karena saya kakaknya, enggak apa-apa saya ngomong. Jadi, dalam hal sosial, alasan dia apa? Biar jadi pahala.
Waktu di DPR, Ahok punya brankas. Uang jalan atau uang apa dimasukkan ke sana. Saya pernah bilang bagi-bagi dong, kan miliaran. ‘Jangan Pak, itu haram’ kata dia. Sisa uang dari kunjungan kerja itu berapa, dia catat semua pengeluaran, dia laporkan, sisanya dia balikin ke sekretarisnya. Itu profil dia.
Jadi, sebenarnya seberapa dekat hubungan keluarga Anda dengan Ahok?
Alhamdulillah...hubungan ekslusif antara ayah saya dan Indra diteruskan ibu saya. Kalau boleh cemburu, atensi ibu saya ke Ahok tinggi. Belum ada yang bisa nyaingin pengorbanan ibu saya (ke Ahok), di luar ibu kandungnya.
Ada pesan apa dari ibu Anda?
(Disuruh bikin)
Film tentang Ahok dan ibu saya. Ibu saya (sayang sekali ke Ahok). Saat kondisi ibu saya sakaratul maut, saya yang bopong bawa ke mobil, lari kencang, tapi disuruh belok dulu ke TPS untuk
nyoblos anaknya, Ahok.
Kapan film itu akan diproduksi?
Semoga awal Desember 2016. Kalau (tayang) di bioskop, (kita) nobar. Judulnya mungkin ‘Keberkahan Satu Suara dari Ibu Ahok’
Apa ini sebagai bentuk kampanye?
Bukan. Ini untuk mengenalkan, karena saya capek cerita mengenai hubungan ibu saya dan Ahok.
Kalau Ahok lagi kerja, kan banyak wartawan tuh
ngerumunin, dia selalu tanya `mami di mana, mami di mana?` Ya ampun, nanti kek nanyanya. Sering Ahok begitu karena dia juga menghormati ibu angkatnya.
Kalau pun sekarang diterpa isu, `lo disuapin sama Ahok ya sampai dibela itu si Ahok’. Saya sumpah, sepeser pun enggak dapat dari Ahok. Sekalipun dia kasih, ya untuk ibunya.
Pesan buat ahok?
Gimana mau
dipesenin? Enggak mungkin. Karena kepahaman agama yang sifatnya tauhid, saya sampai cium tangan Ahok, padahal dia adik saya. Kenapa? Salah satu contoh nih, ada yang bilang, ‘bilangin adik mu kenapa lawan SOTR (sahur on the road)?` Saya juga enggak tahu SOTR, jadi saya pergi ke Ahok. Baru duduk, Ahok bilang `kak, SOTR enggak ada contohnya dari Rasul, masa gadis ke luar dengan bukan muhrimnya. Dia sendiri belum tentu puasa. Dia bermaksiat menggunakan agama`. Maaf, saya belum pernah lihat dari orang tua di Jakarta risau dengan maksiat yang dilakukan anak muda.
Saya rasanya mau
gebukin sorban yang saya pakai, karena seharusnya saya bisa menjawab pertanyaan untuk Ahok itu. Tangannya saya cium, bentuk keberkahan. Enggak hilang kemuliaan karena cium tangan.
Yang perlu disampaikan, oh ternyata kakaknya Ahok bukan Islam abal-abal. Saya begini bukan riya, saya pakai sorban bukan saat saya mau urusan agama saja, 24 jam ke luar rumah ini (sorban) nempel. Kakaknya Ahok bukan Islam abal-abal.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ICH))